Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Apakah Negeri Ini Miskin Filosofi?

23 Juli 2020   06:57 Diperbarui: 23 Juli 2020   07:05 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin saya yang minim pengetahuan, atau filosofi hidup 'asli' negeri ini kalah populer dibandingkan Socrates dan koleganya. Karena, ketika saya membaca tentang konsep kita untuk menjalani hidup betapa sering sumber filsafat justru dari peradaban Yunani dan Negeri Barat pada umumnya.

Anggap saja, sebenarnya negeri ini memiliki banyak filsafat hidup hanya saja kepopulerannya kalah dengan filsafat "impor" karena berbagai hal. Mungkin sekali, sumber filsafat itu ada banyak di seantero negeri tetapi para ahli pikir belum menemukan, mempopulerkan atau memang dianggap tidak ada agar "filsafat migran" itu lebih dominan.

Saya jadi bertanya-tanya, apakah betul dari Sabang sampai Merauke, tidak ada bisa ditemukan sumber filsafat yang bisa "digunakan". Apakah cara hidup orang Aceh tidak bisa diadopsi menjadi filsafat yang bersifat "nasional"? Apakah filsafat hidup orang Papua tidak layak dijadikan patokan hidup negeri ini?

Peradaban Barat memang paling "terdahulu". Okelah, jika Kimia, Fisika dan Matematika masuk akal jika diadopsi begitu saja tanpa harus mempertanyakan relevansinya. Tetapi, untuk urusan Sosiohumaniora masih layakkah kita bangga mengadopsi teori yang belum tentu sesuai dengan kultur negeri ini.

Sebagai contoh, saya merasa heran ketika membicarakan etika. Kok masih ada yang menjadikan nilai-nilai "pendatang" itu sebagai pijakan pemikiran. Silakan saja belajar etika darimana saja, tetapi nampaknya bukan tempatnya jika urusan etika pun harus sama dengan "mereka".

Saya heran ketika orang begitu gigih memperjuangkan nilai-nilai yang diadopsi dari peradaban lain seakan kita pun tidak pernah memiliki peradaban. Penilaian baik atau buruk hanya senantiasa mengacu pada bagaimana peradaban "yang lebih maju" menerapkannya.

Saya merasa jika sebenarnya dalam pikiran warga ada konsep filsafat yang dianut. Hanya saja, filsafat itu tidak dituliskan dalam sebuah buku dan diperjuangkan untuk diterapkan. Filsafat hidup orang kelas bawah seperti saya jelas kalah populer oleh para sarjana di pendidikan tinggi.

Tetapi, jika pun ada filsafat yang dianut para priyayi nampaknya masih kalah pamor oleh kaum intelek yang belajar di kampus-kampus ternama. Saya jadi bertanya-tanya, apakah para sarjana itu  sebenarnya tahu akan filsafat yang ada di negerinya tetapi mereka tidak mau mempopulerkannya atau mereka malu?

Dalam masalah politik dan pemerintahan, apakah tidak ada nilai-nilai yang bisa diadopsi dari sumber sendiri. Saya jadi merasa jika cara kita mengurus diri sendiri harus mengikuti cara yang tidak sesuai dengan kebiasaan sehari-hari.

Akhir-akhir ini banyak yang berbicara tentang dinasti politik. Dianggapnya itu keliru, padahal di Papua sana sudah biasa seorang anak menggantikan Ayahnya menjadi kepala suku.

(Diolah dari berbagai sumber)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun