Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meredam Konflik Berawal dari Media Sosial

3 Oktober 2019   20:39 Diperbarui: 3 Oktober 2019   20:57 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Cover e-book dari aplikasi iPusnas


Tidaklah mudah untuk meredam sikap emosial kita dikala ada dalam pusaran konflik sosial. Nalar kita bisa jadi tidak bekerja pada tempatnya, malah lupa kalau kita punya intelektual.

***
Konflik Jangan Sampai Meluas

Saya memiliki kekhawatiran jika konflik yang terjadi akhir-akhir ini menjadi meluas. Bukan bermaksud untuk menakut-nakuti atau membesar-besarkan masalah, tetapi memori saya seperti mengajaknya kembali ke masa lalu dimana krisis multidimensi melanda negeri ini.

Pada awal Reformasi bergulir, konflik disana-sini sepertinya tidak berhenti. Di Ibu Kota terjadi pergantian pemimpin bangsa, di daerah pun terjadi perebutan pengaruh untuk berkuasa. Ada sparatisme di Aceh bahkan disintegrasi di Timor Timur.

Waktu kejadian-kejadian itu bergulir, saya baru menginjak remaja. Belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Hal yang saya ingat, di TV dihiasi berita anarki.

Waktu itu akses komunikasi tidak semudah sekarang. Internet pun belum masuk ke desa saya. Namun, Alhamdulillah Bapak saya berlangganan majalah Sabili dan Media Dakwah sebagai referensi. Jadi, sejak remaja saya sudah akrab dengan masalah politik yang pelik.

Masa-masa itu, ketika pertentangan terjadi disana-sini banyak informasi yang sebetulnya "ditutupi". Mungkin, demi alasan kemanusiaan dan tidak memperparah kondisi yang ada dengan memprovokasi massa.

Ingat kejadian Ambon-Poso? Tidak bermaksud mengungkit luka lama, tetapi saya mencoba mengingatkan bahwa akses informasi "yang dipilah" bisa meredam eskalasi hingga tidak meluas ke semua lini. Saya pun tahu apa yang terjadi ketika mendapatkan rekaman kejadiannya dari VCD berbulan-bulan kemudian ketika konflik itu sudah mereda.

Ingat kejadian Sampit-Sambas? Sekali lagi bukan untuk memprovokasi, tetapi mengingatkan bahwa konflik menjadi sangat "merugikan" negeri ini. Apa yang terjadi di sana, kami di desa tahu ketika ada perantau yang pulang dari Kalimantan. Ceritanya mengerikan, tetapi kami bersyukur semua kembali reda. Saudara kami pun banyak yang kembali merantau ke Kalimantan.

Buat saya, konflik di Era Reformasi ini begitu pelik. Ketika mengingatnya kembali, saya ingin menangis. Sedih karena banyak korban yang sia-sia sekaligus terharu karena bersyukur karena kita mampu melalui masa itu. Alhamdulillah.

Komunikasi Yang Baik Demi Meredam Konflik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun