Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Ansori
Muhammad Yusuf Ansori Mohon Tunggu... Petani - Mari berkontribusi untuk negeri.

Bertani, Beternak, Menulis dan Menggambar Menjadi Keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kerancuan Budaya Orang Sunda

20 Januari 2019   05:44 Diperbarui: 20 Januari 2019   05:53 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kreasi budaya itu tentu saja sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Budaya kapitalistik sangat kami rasakan. Orientasi hidup kami sudah tidak lagi berpatokan pada melestarikan alam. Bahkan, orientasi masa depan kami pun sangat individualistik. Hal itu terlihat jelas dari sikap kurang peduli pada lingkungan sekitar.

Kepedulian atau keguyuban akan timbul apabila dianggap "ada manfaatnya". Misalnya, orang berkumpul karena punya hobi yang sama atau kebutuhan yang sama. Bahkan, orang akan berkumpul di acara kerohanian karena "sama-sama butuh siraman rohani".

Menyedihkan, urusan beragama pun banyak diantara kami yang "pilih-pilih".  Dalam beragama, jama'ah yang dirasa nyaman maka akan dijalankan. Sebaliknya, jama'ah yang dirasa kurang memberikan kenyamanan maka secara otomatis ditinggalkan.

Persepsi beragama dalam budaya Sunda saat ini tidak jauh berbeda dengan persepsi Budaya Barat perihal agama. Dalam tatanan peradaban Eropa dan Amerika, agama hanya dipandang sebagai intitusi yang mengurusi urusan yang "sangat pribadi". Kaum Agamawan tidak diperbolehkan turut serta dalam lapangan urusan umum.

Pemikiran itu merasuk pula dalam cara berpikir orang Sunda. Agama dan Institusi Keagamaan hanya mengurusi urusan ritual dan tidak mendapat tempat dalam urusan kemasyarakatan. Pemuka Agama enggan terjun dalam "membereskan" masalah kemasyarakatan yang lebih luas.

Kebiasaan "pilih-pilih" dalam menjalankan budaya ini bisa jadi semata-mata karena desakan "kebutuhan zaman". Idealisme untuk mempertahankan budaya sendiri hanya sekedar retorika semata. Makanya, saya menyimpulkan bahwa sudah saatnya perubahan budaya itu secara tegas dilakukan.

Budaya Industri di Tanah Sunda

Saya hanya ingin mencoba "tegas" untuk merangkul budaya industri untuk dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Budaya masyarakat industri semestinya sudah "meresap" dalam pikiran orang Sunda karena Tanah Sunda sudah menjadi daerah industri.

Negara industri seperti Jepang benar-benar menerapkan budaya yang penuh dengan karakter industrialis. Manajemen benar-benar diterapkan dalam kehidupan mulai dari keluarga hingga berwirausaha.

Kesadaran untuk menerapkan budaya industri ini sungguh telat. Masih ada dalam pikiran kita yang menganggap Tanah Sunda (umumnya Indonesia) sebagai negara agraris. Padahal tidak. Banyaknya orang yang masuk ke sektor industri menjadi bukti bahwa negeri ini sudah menjadi negara industri. Tetapi, kenapa pola kehidupan tidak tertata sebagaimana dalam sebuah masyarakat industri.

Budaya industrialis hanya dijalankan ketika berada di pabrik dan perkantoran. Ketika kembali ke rumah, ah, berantakan lagi. Di pabrik tidak boleh buang sampah sembarangan karena membahayakan, ya di rumah juga begitu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun