Mohon tunggu...
Muhammad Umar ibnu malik
Muhammad Umar ibnu malik Mohon Tunggu... Mahasiswa Program studi Pendidikan Agama Islam, UIN. Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto

University Student, Journalist, Writer-Reader, Researcher.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Multi-Challenge Analysis : Antara Pendidikan dan Bonus Demografi

2 Mei 2025   22:54 Diperbarui: 2 Mei 2025   22:54 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Michael Tomlinson)

Narasi bonus demografi akhir-akhir ini bukanlah slogan utopis, yang seolah-olah fenomena ini adalah langkah menuju Indonesia emas dengan potensi yang dimiliki kaula muda. Bonus demografi bukanlah fenomena yang perlu dibiarkan saja---selayaknya adonan donat yang dapat berkembang dengan sendirinya. Namun, bonus demografi adalah oase ditengah krisis problematika negara dari berbagai sektor untuk disikapi dengan bijak agar dapat menjawab bagaimana masa depan negara. Hal ini bukan narasi yang akan terjadi, melainkan sudah terjadi. Sebab, indonesia saat ini sudah mengalaminya, yang ditandai dengan 70% rakyatnya berada di usia produktif, yakni sekitar 208 juta jiwa yang diproyeksi akan mencapai puncaknya pada tahun 2030-2045. Itu Artinya, usia produktif ini harus diperhatikan dengan cara; bagaimana negara mampu mengejawantahkan potensi mereka supaya tidak terjebak dalam bencana sosial dan ekonomi yang lebih besar dan menjadi bumerang bagi negara itu sendiri.

Dalam sebuah video Youtube yang diunggah oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming, mengatakan bahwa bonus demografi adalah kesempatan yang tidak boleh di sia-siakan, dengan banyaknya potensi kaum muda, memungkinkan negara akan mengalami kemajuan dari sektor ekonomi yang besar. Namun demikian, Anies Baswedan dalam forum diskusi publik mengigatkan akan ancaman bonus demografi ini, yang merupakan masalah berlapis, baik dari akses pendidikan, keterbatasan lapangan pekerjaan yang bermutu, dan disrupsi teknologi. Ia menegaskan, bahwa bonus demografi bukanlah hadiah semata, lebih tepatnya ujian. Hal ini bukan persoalan seperti negara sedang menunggu waktu panen, tetapi negara yang sedang diuji untuk mempersiapkan ladang dan benih secara merata. Narasi demikian ia sampaikan tentunya untuk menjawab akan implikasi terhadap bencana sosial dan ekonomi yang bisa saja lebih konsekuensional.

Bencana sosial dan ekonomi yang besar bisa saja diawali dengan adanya fenomena bonus demografi ini. Pasalnya, masyarakat usia produktif saat ini menjadi sebuah masalah jika tidak ditangani dengan semestinya. Hal ini ditandai dengan 1 dari 5 anak muda saat ini tidak memiliki lapangan pekerjaan dan jutaan lain terjebak dalam pedidikan yang apa adanya. Sebagaimana data yang ditunjukan oleh Badan pusat Statistik (BPS) 2024, menunjukan tingkat pengangguran usia muda dengan rata-rata usia 15-24 tahun di Indonesia mencapai di angka 17,32%. Sementara itu, angka youth NEET (Not in Employment, Education, ad Training) berada di angka 20,31%, yang berarti 9 juta usia muda dari 44 juta usia produktif ini tidak bekerja, tidak bersekolah, bahkan pelatihan khusus.

Lebih lanjut, dari beberapa negara ASEAN, indonesia mengalami jumlah NEET yang lebih tinggi dari rata-rata di ASEAN dengan mencapai di angka 16,3%. Sedangkan negara lain, seperti Singapura hanya 4,1%, Vietnam 10,82%, dan Malaysia 13,36%. Itu artinya, indonesia mengalami krisis penanggulangan bonus demografi yang masyarakatnya belum secara efektif untuk diberikan wadah berupa lapangan pekerjaan (employment), pendidikan (education), dan pelatihan/kursus (training). Terlebih lagi, berdasarkan laporan Bank Indonesia, yang menunjukan bahwa IKLK (Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja) menurun dari angka 107,7 menjadi 100,3 pada januari-maret 2025. Padahal, baru beberapa bulan terkakhir, penurunan IKLK merosot cukup signifikan. Hal ini menjadi indikasi tantangan betapa sulitnya masyarakat mendapat akses pekerjaan. Demikian pula, laporan dari World Economic Outlook Dana Moneter Internasional (IMF) 2025, jumlah pengangguran termasuk kaum muda indonesia diprediksi meningkat mencapai di angka 5%, dibandingkan dengan 2024 yang mencapai di angka 4,9%. Dalam konteks ini, IMF juga memprediksi kenaikan angka akan berlanjut menjadi 5,1% pada 2026.

Sementara itu, faktanya Indonesia lebih diuntungkan secara aspek demografinya, pasalnya, negara ini ditakdirkan memasuki periode bonus demografi. Berbeda dengan Jepang, Uni Eropa, AS, serta negara maju lainnya. Tidak banyak negara yang memiliki kemewahan demografi, terlebih, negara dengan jumlah penduduk yang besar. Bayangkan, negara emerging seperti Tiongkok telah memasuki masa penuaan yang disebabkan oleh kebijakan one child policy; bahkan Rusia yang mendapati hal yang sama karena masyarakatnya tidak ingin memiliki anak, karena merasa ada beban tanggung jawab. Hanya India dan Pakistan yang memiliki posisi yang sama dengan indonesia secara demografinya. Sederhananya, bonus demografi indonesia dapat dihitung berdasarkan jumlah usia produktif, misalnya, setiap 3 penduduk di Indonesia, 2 di antaranya adalah penduduk dengan usia produktif. Berbeda dengan jepang, yang setiap 3 penduduknya, hanya 1 orang yang memiliki usia produktif. Logikanya, akselerasi pertumbuhan ekonomi berdasarkan produktivitas (usia produktif) lebih tinggi daripada Jepang. Namun demikian, perlu diingat bahwa periode bonus demohgrafi di Indonesia akan berlaku selama 30 tahun lagi sebagai penentuan. Jika hal ini tidak dimanfaatkan dengan bijak, maka dipastikan penduduk yang berusia produktif tidak dapat menjadi modal fundamental untuk mendorong pertumbuhan perekonomian.

Cobalah kita berefleksi, berapa banyak anak muda di sekeliling kita yang belum memiliki kesempatan pekerjaan dan pendidikan. Negara menggembar-gemborkan potensi kaum muda dalam bersaing di lanskap global. Namun, negara lupa ada instrumen yang lebih penting daripada sekedar potensi kaum muda---mungkin sebetulnya, kaum muda indonesia banyak yang sudah lebih siap menghadapi fenomena ini, dengan ditandainya berbagai pencapaian dan karya yang mendunia. Lagi-lagi instrumen yang paling penting dalam menjawab tantangan ini adalah pemerintah itu sendiri, yang mempunyai kewenangan dan policy untuk memanifestasikan dan memfasilitasi potensi kaum muda. Mari kita coba analisis bonus demografi secara sederhana menggunakan teori sosial level analysis.

(Sumber: Level Analysis, 2023)
(Sumber: Level Analysis, 2023)

Menyangkut bonus demografi, tentu diperlukan kerja-kerja multipihak, yang melibatkan berbagai elemen; di antaranya pemerintah (macro), sosial/komunal/organisasi (meso), dan individu (micro). Sebab, hal ini akan mempengaruhi satu sama lain. Ketika merespon narasi Wakil Presiden Gibran Rakabuming dalam unggahan video Youtube-nya, yang menekankan pada potensi pemuda perlu dikembangkan lagi dan diperlukan anak muda yang adaptif dalam konteks digital, maka tantangan bonus demografi tidak akan terjawab. Sebaliknya, menyerahkan semua jawaban atas kesempatan ini kepada pemerintah pun tidak akan selesai begitu saja. Hal ini perlu ada integrasi kerja multipihak yang menekankan aksi pemuda pada micro-level analysis seperti personal traits, skill, dan industry experience. Di samping itu aspek sosial dalam meso-level analysis, berperan dalam mengkoneksikan jaringan organisasi, komunitas, industri dalam menunjang potensi kaum muda, dengan elemen kunci yang mencakup: kebijakan organisasi, training programs, dan industry standard. Lebih lanjut, pada macro-level analysis, menekankan pada peran pemangku kebijakan; pemerintah yang memuat sistem yang lebih luas, seperti kebijakan, ekonomi, global labor trends, dan societal norms, yang menitikberatkan pada implikasi yang universal. 

Oleh karena itu, dalam hal ini, peran sentral pendidikan dalam konteks macro, meso, dan micro level analysis juga turut berkontribusi dalam menjawab tantangan bonus demografi. Pendidikan menjadi kendaraan individu di usia produktif untuk mengaktualisasi dirinya. Pendidikan menjadi sarana dalam menjawab problematika sumber daya manusia. Tapi, apakah pendidikan di Indonesia mempu menjawab tantangan bonus demografi dan memengaruhi kualitas ekonomi masyarakat dengan menunjang kapabilitas human capital? Apakah ada variable lain yang lebih berpotensi untuk memberikan kebijakan kualitas pendidikan sebelum merujuk ke optimalisasi kualitas sumber daya manusia dan sektor ekonomi?

Bagaimana Problematika Pendidikan Indonesia Implikasinya Terhadap Bonus Demografi?

Berbicara mengenai pendidikan, dalam konteks demografi pendidikan memegang peran kunci dalam mengoptimalisasi potensi  sumber daya manusia  (SDM). Sebelum beranjak jauh untuk menganalisis isu pendidikan, coba kita awali dengan sebuah pertanyaan "Bagaimana kondisi pendidikan di sekeliling kita? Apakah semua berjalan baik-baik saja? Bagaimana dengan teman-teman di luar sana yang sulit mengakses pendidikan di sekolah menengah sampai perguruan tinggi? Berapa banyak kesempatan mereka dapat mengenyam pendidikan di negeri ini? Apa kausal utama teman-teman di sekiling kita tidak dapat mengenyam pendidikan? Apakah orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan dapat dipastikan kualitas SDM dan kontribusinya?". Baiklah, hal ini yang akan kita pelajari. Kembali ke konteks pendidikan dan demografi, di Indonesia masih banyak problem yang menyangkut sektor pendidikan. Sebagai negara yang  heterogen dan memiliki berbagai etnis, golongan, agama, suku, dan ras yang terdiri lebih dari 17.500 pulau dari Sabang sampai Merauke, memiliki tantangan tersendiri dalam hal pemerataan pendidikan. Di samping itu, kesiapan fasilitas berupa infrastruktur dan teknologi, keterbatasan ekonomi, serta kompetensi dan kesediaan tenaga pengajar termasuk dalam variable lain yang memengaruhi faktor masalah pendidikan di indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun