Mohon tunggu...
Muhammad Tahir
Muhammad Tahir Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/jurnalis

Penulis pemula yang masih belajar mencari jati diri. Sebaik-baik manusia adalah manusia yang berguna bagi orang banyak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Antara Budaya dan Realita, Meningkatkan Pemilih Elektoral Melalui Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi

3 Juni 2019   03:10 Diperbarui: 3 Juni 2019   04:18 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis : Muhammad Tahir
Penulis Buku Zona Merah Mahasiswa

Acap kali kita jumpai dalam fase pesta demokrasi di Indonesia, selalu menjadi tantangan terberat para penyelengara pemilu tidak lain dan tidak bukan yakni masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu menjadi sorotan utama bagi penyelenggara pemilu bahkan juga menjadi benang kusut dari sebuah realita yang di konsep dengan sedemikian rupa malah menjadi sebuah dilema.

Dilema penyelenggara pemilu dihantui dengan angka partisipasi pemilih yang sangat signifikan dari tahun ke tahun dalam setiap ajang pesta demokrasi pemilihan legislatif,  dan eksekutif. Dalam sambutan ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief   Budiman targetkan pemilihan umum serentak 2019 mencapai 77,5 persen pada 17 April mendatang, disampaikan langsung di lapangan silang Monas, Gambir, Jakarta Pusat. (18/92/2018 lalu) rilis okezone. 

Partisipasi pemilihan umum serentak tahun 2014 hanya mencapai sebesar 72 persen yang ditargetkan oleh KPU waktu itu sebesar 75 persen, bahkan sangat disayangkan, karena terjadi angka partisipasi menurun sebanyak 2 persen dari pemilihan umum serentak  tahun 2009. (Moch Nurhasim, Partisipasi Pemilu pada tahun 2014: Studi penjajakan: 10 pdf) sudah terbesit didalam pikiran bahwa menurutnya partisipasi pemilihan umum disebabkan beberapa faktor sala satunya adalah Pengaruh pengetahuan memiliki implikasi penting sebagai dasar pemberian suara, (Riker dan Ordeshook's model pilihan rasional dalam Moch Nurhasim) dan pemilih tidak mau menghentikan kegiatan ekonominya.

Partisipasi masyarakat adalah sebuah ladang kesuksesan dari sebuah penyelenggaran pemilu dan sebagai penentu kebijakan dalam pemerintahan terlebih lagi pada tataran Negara yang menggunakan sistem demokrasi. 

Keikutsertaan masyarakat dalam pemilihan umum dapat dikatakan sebagai partisipasi politik. Verba dan Nie menyebut bahwa partisipasi politik adalah aktifitas individu untuk mempengaruhi seleksi atas personalia pemerintahan dan perilaku mereka. 


selaras dengan yang diungkakan Hibert McClosky berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.

Maka dari itu, ketika partisipasi politik rendah otomatis akan mempengaruhi nilai kebijakan atau kesepakatn yang sudah disepakti bersama melalui pemilihan umum. Kejadian-kejadian seperti ini terus terjadi di Indonesia bagaikan sudah mendarah daging dalam setiap pemilihan umum yang diseleggarakan oleh penyelenggara yakni KPU.

Istilah mendarah daging diartikan sebagai budaya sehingga partisipasi masyarakat dalam mengikuti pesta demokrasi selalu minim, sehingga sorotan yang tidak pernah usai dipecahkan adalah partisipasi politik masyarakat. Padahal ketika bicara masalah budaya, Indonesia adalah sala satu peganut budaya yang kental dalam hal kerja sama, gotong royong, tolong menolong, toleransi dan menjunjung Bhenika Tungkal Ika. 

Namun dalam hal partisipasi masyarakat masih enggan untuk saling bahu-membahu dan berpegangan tangan demi kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasti semua sepakat bahwa kurangnya partispasi masyarakat terhadap pemilihan umum disebabkan sala satunya kurangnya kesadaran politik maka perlunya pendidikan politik di tengah masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi secara aktif dalam menuju pemilu serentak 2019.

Menurut Rusadi Kantaprawira (Moch Nurhasim, 2014 : 13) , pengertian pendidikan politik yaitu untuk meningkatkan pengetahuan rakyat agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Selain itu, Pendidikan politik adalah aktifitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi politik pada individu. 

Pendidikan politik ini akan memberikan wawasan baru tentang pentingnya mengetahui politik dan ikut serta dalam mengawas sercara aktif maupun pasif dari politik itu sendiri, yang cikal bakal menumbuhkan rasa politik dalam diri setiap individu. Hal ini tidak hanya berhenti pada saat mengadapi pemilu saja namun pendidikan politik sifatnya berkelanjutan sampai manusia tidak lagi berpolitik. Tetapi manusia akan terus berpolik karena ada istilah "Zoon Politicon" dan kita hidup di sebuah Negara yang memiliki sistem, hanya saja yang memberhentikannya adalah jika manusia hidup disebuah Negara tanpa sistem. 

Dengan demikian Pendidikan politik dibagi menjadi tiga tujuan, yakni : Pertama, membentuk kepribadian politik, Dalam pembentukan kepribadian politik dilakukan melalui dua metode yakni: Metode langsung, metode langsung berupa pengajaran politik dan sejenisnya. Metode tidak langsung, berupa pelatihan dan sosialisasi.

Kedua, kesadaran politik, untuk menumbuhkan kesadaran politik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: dialog dan pengajaran instruktif. Ketiga, partisipasi politik, partisipasi politik ini terwujud dengan keikutsertaaan individu-individu secara sukarela dalam kehidupan politik masyarakatnya. 

Pendidikan politik dalam masyarakat manapun mempunyai institusi dan perangkat yang menopangnya. Yang paling mendasar adalah keluarga, sekolah, partai-partai politik, ormas dan lembaga kemahasiswaan dan kepemudaan serta berbagai macam media penerangan. Pendidikan politik juga memiliki dasar-dasar ideologis, sosial dan politik, bertolak dari situlah tujuan-tujuannya dirumuskan.

Dari penjelasan di atas maka hadirlah sebuah Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi (KPPD) yang bermitra dengan KPU yang sudah dibentuk di seluruh Indonesia. Atas intuksi KPU RI kepada KPU provinsi se-Indonesia pada tahun 2016 lalu.  

Komunitas Peduli Pemilu dan Demokasi sala satu bentukan dari KPU provinsi agar menjadi sebuah wadah dan perpanjangan tangan untuk membantu memberikan pendidikan politik kepada masyarakat di provinsi masing-masing. Kali ini penulis mengambil contoh KPPD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang langsung di fasilitasi oleh KPU Provinsi Babel bahwa kegiatan yang dilakukan adalah memberikan pendidikan politik secara detail dan intens. 

KPPD Babel dibetuk pada tangggal 09 september 2016 di kantor KPU Provinis Babel dengan teman "Kursus Kepemiluan" yang diikuti oleh perwakilan organisasi kemahasiswaan intern maupun ekstra dan komunitas di Kota Pangkalpinang. Pada tahun 2016 terpilihlah ketua yang bernama Satria Budiaman dari Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP MBB) dan seketarinya adalah Alwan Jihadi dari Universitas Bangka Belitung (UBB). 

Komunitas  ini sudah berjalan selama dua tahun yang sudah ada pengurus baru yakni Patri Indiyano dari UBB dan Seketrisnya Sumantri dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN SAS BABEL).

Kegiatan yang dilakukan selama berdirinya KPPD ini sala satunya adalah mengikuti Kongres KPPD di Bogor pada tahun 2016, Pendidikan Politik dan pengembangan anggota secara berkelanjutan seputaran kepemiluan dan politik serta membangkitkan kesadaran politik dalam lingkup lokal. 

KPPD juga ikut serta dalam deklarasi pemilu damai pada tahun 2018 di taman Mandara kota Pangkalpinang dan melakukan kegiatan goes to school and Campus  untuk menyebarkan virus kesadaran politik serta mengajak pemilih pemula untuk berpartisipasi dalam pemilu.

Dengan demikian hadirnya KPPD sebagai perwujudan dari pendidikan politik secara nyata yang tidak hanya sekedar retorika maupun teori belaka tetapi bukti nyata. Pertama, membentuk kepribadian politik bagi pemilih. Secara langsung, adalah anggota yang tergabung dalam KPPD secara sadar mereka telah digiring untuk membangun mental politik. KPPD ini juga sebagai bentuk mobilisasi pemilih agar mampu mengajak orang untuk paham dan menambah wawasan tentang kepemiluan dan demokrasi secara esensinya. 

Selain itu juga  anggota yang tergabung akan membagikan informasi dan mengkampayekan secara personal pada keluarga, saudara dan teman-teman sebaya yang mereka dapatkan  dari apa yang  dipelajari. secara tidak langsung, orang-orang yang tergabung dalam KPPD telah mendapatkan pelatihan dan sosialisasi sehingga mereka orang-orang yang dilabelkan sebagai orang yang paham akan pemilu serta demokrasi serta politik.

Kedua, kesadaran politik, dari semua orang yang tergabung dalam KPPD dapat dipastikan meraka adalah orang yang mungkin acu tak acu pada politik sehingga tidak begitu tertarik dengan politik. Tetapi, setelah tergabung didalamnya secara otomatis ia mempelajari apa itu politik sehingga cikal bakal menimbulkan kepedulian terhadap politik itu sendiri. 

Sehingga ia ikut dalam membangun demokrasi kearah lebih baik lagi. Hal  ini, dapat dikatakan secara dialog. Setalah itu,  KPPD digerakkan oleh orang-orang yang sadar akan politik sehingga arah KPPD tidak jauh dari bagaimana mengajak orang lain ikut andil dalam pemilu dalam hal ini pemilu seretak 2019. Sala satu pengajar intuktif bagi orang lain atau pemilih.

Ketiga, partisipasi politik adalah output dari kedua metode diatas, karena melihat kesadaran politik secara sukarela dalam masyarakat tanpa ada ajakan atau paksaan dari lini manapun. Ketika masyarakat sudah masuk pada tataran Partisipasi politik ini maka, demokarsi di Indoneisa akan mencapai keberhasilan. 

Karena masyarakat sudah sadar akan hak dan kewajibanya sebagai warga negara dalam memilih serta ikut menyukseskan pemilu secara seksama sehingga membantu mempengaruhi pemilihan penguasa atau pemerintahan di sebuah Negaranya.

Oleh karnanya dapat kita simpulkan bahwasa dengan hadirnya KPPD mampu membantu pihak penyelenggara KPU atau pengawas pemilu BAWASLU (Badan Pengwas Pemiluhan Umum) dalam peningkatan partisipasi pemilih pada pemilu serentak 2019 yang akan mendatang.

Sesuai dengan target dari ketua KPU RI  pemilu pada 17 April 2019 harus mencapai 75,5 persen, sehingga persoalan budaya yang sudah mendara daging pada masyarakat penyebab kurangnya berpartisipasi dalam pemilu, lambat laun akan teratasi dengan hadirnya wadah ini sebagai ruang pendidikan politik bagi masyarakat. 

Dengan begitu pula memberikan nilai plus bagi proses sosialisasi kepada masyarakat seputaran pemilu dari hal pemilihan calon legislatif dan calon presiden kepada masyarakat luas baik pemilih pemula atau masyarakat  pada umumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun