Mohon tunggu...
Muhammad Syaif Devano
Muhammad Syaif Devano Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Pendidikan Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Unik Di Kabupaten Jombang Dalam Menyambut dan Merayakan Lebaran

10 April 2025   00:23 Diperbarui: 10 April 2025   00:23 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suasana Lebaran (Sumber By AI)

Jombang, sebuah kabupaten di Jawa Timur yang dikenal sebagai "Kota Santri" yang memiliki kekayaan budaya yang kental dengan nilai-nilai religiusnya. Dalam rangkaian perayaan Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Jombang melaksanakan tiga tradisi unik yang telah menjadi bagian dari identitas lokal mereka. Weweh, unjung, dan kupatan. Ketiga tradisi ini tidak hanya menjadi momen silaturahmi, tetapi juga sarana untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan, kerukunan, dan spiritualitas. Tradisi-tradisi ini mencerminkan harmonisasi antara nilai-nilai Islam dan budaya Jawa yang telah berakar kuat selama ratusan tahun. Tradisi-tradisi ini antara lain:

1. Weweh

Tradisi weweh atau maleman adalah salah satu kebiasaan masyarakat Jombang yang dilakukan 10 hari terakhir sebelum Hari Raya Idul Fitri dan ungkapan dalam menggapai malam lailatul qadr. Secara harfiah, "weweh" berasal dari bahasa Jawa yakni "wehono atau wewehono" yang berarti "memberi" atau "menghadiahkan sesuatu." Dalam praktiknya, weweh biasanya berupa pemberian barang seperti nasi dan lauk pauk, makanan, minuman, sembako, pakaian baru, atau yang lainnya kepada tetangga, sanak saudara, atau kaum dhuafa. Tradisi ini memiliki makna mendalam sebagai bentuk solidaritas sosial dan kepedulian terhadap sesama. Bagi masyarakat Jombang, weweh adalah cara untuk memastikan bahwa semua orang dapat merayakan Idul Fitri dengan sukacita, tanpa harus khawatir tentang kekurangan kebutuhan pokok. 

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siti Maryam (2019) dalam jurnal "Tradisi Lokal dalam Perspektif Islam", weweh adalah salah satu contoh harmonisasi antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal. Tradisi ini menunjukkan bagaimana ajaran agama dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang sederhana namun bermakna. Dalam konteks diJombang, weweh tidak hanya sekadar memberi, tetapi juga menjadi simbol persaudaraan dan kepedulian sosial yang mendalam. Tradisi ini juga memiliki aspek psikologis yang penting. Dengan memberi, masyarakat merasa lebih dekat satu sama lain, serta merasa bahwa mereka adalah bagian dari komunitas yang saling mendukung. Hal ini menciptakan rasa aman dan nyaman, terutama bagi kelompok rentan seperti anak yatim, lansia, dan keluarga kurang mampu.

2. Tradisi Unjung

Selama masa Lebaran, masyarakat Jombang memiliki tradisi yang disebut "unjung-unjung". Tradisi ini dilakukan dengan mengunjungi rumah sanak saudara, tetangga, atau kerabat untuk bersilaturahmi. Yang membuat unjung istimewa adalah adanya kebiasaan membawa makanan atau camilan khas Lebaran, seperti ketupat, opor ayam, atau kue-kue tradisional seperti nastar, kastangel, dan lainnya. Unjung bukan sekadar kunjungan biasa, tetapi juga sarana untuk mempererat hubungan keluarga dan masyarakat. Dalam tradisi ini, tamu yang datang akan disambut dengan hangat oleh tuan rumah, dan kedua belah pihak akan saling bermaaf-maafan. Unjung juga menjadi momen bagi anak-anak untuk mendapatkan uang lebaran dari orang tua atau kerabat yang lebih tua. Tradisi ini menciptakan suasana kekeluargaan yang hangat, di mana generasi muda dan tua dapat berkumpul dan berinteraksi secara langsung.

Menurut Ahmad Fauzi (2020) menjelaskan bahwa tradisi unjung adalah refleksi dari nilai-nilai gotong royong dan kekeluargaan yang masih kuat di kalangan masyarakat Jawa, termasuk di Jombang. Meskipun zaman telah berubah, tradisi ini tetap lestari karena relevansinya dengan kebutuhan manusia untuk bersosialisasi dan membangun rasa kebersamaan. Unjung juga menjadi sarana untuk menguatkan identitas budaya, di mana makanan tradisional seperti ketupat dan opor ayam menjadi simbol kehangatan dan keakraban. Selain itu, unjung memiliki dimensi spiritual yang tidak kalah penting. Dalam Islam, silaturahmi adalah salah satu amalan yang sangat dianjurkan, karena diyakini dapat memperpanjang umur dan membuka pintu rezeki. Oleh karena itu, tradisi unjung tidak hanya menjadi ajang sosial, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui interaksi yang positif dengan sesama manusia.

3. Tradisi Kupatan atau lebaran ketupat

Tujuh hari setelah Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Jombang merayakan Lebaran Ketupat yang biasa dikenal dengan "Kupatan atau  Syawalan." Pada hari ke-tujuh, ketupat menjadi hidangan utama yang disajikan di setiap rumah maupun di buat acara kenduri dalam surau atau masjid yang nantinya akan didoakan oleh tokoh agama sekitar lalu di bagikan. Ketupat, yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa, melambangkan kesucian dan kesempurnaan setelah menunaikan ibadah puasa selama bulan Ramadan. Ketupat memiliki makna simbolis yang mendalam dalam budaya Jawa. Bentuknya yang segi empat melambangkan keseimbangan hidup, sementara anyaman daun kelapa mencerminkan ikatan persaudaraan yang kuat. Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Budaya Nusantara (2021), ketupat juga melambangkan pengakuan atas kesalahan dan dosa yang telah dilakukan selama setahun terakhir. Dengan memakan ketupat, seseorang diharapkan dapat membersihkan diri dari kesalahan tersebut dan memulai hidup baru dengan hati yang bersih.

Selain menyantap ketupat, Lebaran Ketupat juga menjadi momen untuk berkumpul bersama keluarga besar. Masyarakat biasanya menggelar acara halal bihalal di masjid, mushola, atau balai desa. Acara ini diisi dengan doa bersama, ceramah agama, dan saling bermaafan. Dalam konteks spiritual, Lebaran Ketupat juga dianggap sebagai penutup dari rangkaian ibadah Ramadan dan Idul Fitri. Tradisi ini menjadi pengingat bagi umat Muslim untuk terus menjaga hubungan baik dengan Tuhan dan sesama manusia. Lebaran Ketupat juga memiliki aspek sosial yang signifikan. Dalam acara halal bihalal, masyarakat diajak untuk saling memaafkan dan melupakan dendam masa lalu. Hal ini menciptakan suasana damai dan harmonis, yang sangat penting dalam menjaga kestabilan sosial di tengah masyarakat yang heterogen. Di Jombang, Lebaran Ketupat sering kali diwarnai dengan pertemuan antar-warga yang jarang bertemu sehari-hari, sehingga tradisi ini juga menjadi ajang reuni keluarga dan teman lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun