Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Regu Badak (18)

17 November 2011   06:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:33 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

10
PINDAH KE ACEH

Pindah ke Aceh, ke kampung bapakku, tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Bagaimana bentuk negeri itupun aku tak tahu. Dan, sore nanti kami akan berangkat meninggalkan Tembung. Meninggalkan Medan negeri yang keras itu. Semua kenangan di kampung kelahiranku akan pupus. Aku akan kehilangan kawan-kawan terbaik yang selama ini memberi semangat hidup untukku. Semangat untuk menggapai cita-cita. Dan, entah di mana kini mereka berada.

Tadi malam aku tak dapat tidur. Yang selalu terbayang di benakku adalah Bondan. Di mana dia sekarang? Kemana kedua orangtuanya membawa ia pindah? Tadi malam hanya buku harian Latifah yang menjadi sahabatku. Aku baca puisi-puisi yang dia tulis dengan pensil. Buku hariannya benuh dengan puisi. Dia suka menulis puisi. Walau tidak terlalu mengerti puisi tetapi aku suka membacanya.

Tapi, apa maksud Latifah menghadiahkan aku buku hariannya itu?

Ah, entahlah. Kepalaku terlalu berat untuk memikirkan hal-hal yang belum terjangkau oleh akal sehat.

Beberapa jam akan berangkat tiba-tiba aku teringat pondok di tengah sawah, tempat biasa aku bermain bersama Bondan dan Anton. Aku rindu ingin ke sana. Di saat ibu dan bapak sibuk dengan barang-barang yang dikemas akan dibawa ke Aceh, aku minta ijin bapak untuk ke pondok tengah sawah. Mendengar itu ibu melarang karena katanya kami harus cepat ke terminal. Tapi bapak mengijinkan aku.

“Sebentar saja, Bu. Melihat Bondan kalau ada dia di sana,” pintaku.


“Ya sudahlah, cepat pulang. Jangan lama-lama. Nanti Kau ditinggal di sini,” kata ibu menakut-nakuti aku.

Aku mengangguk. Lalu aku cepat keluar rumah Nek Ani. Sementara Nek Ani sedang sibuk melayani pengunjung di warungnya.

“Kau mau kemana?” teriak Nek Ani.

“Ke sawah sebentar, Nek!

Aku berlari-lari kecil meninggalkan rumah Nek Ani. Melintasi simpang jalan menuju areal lahan tengah sawah yang tak terlihat lagi bangunan rumah tempat kami tinggal dulu. Semua telah rata dengan tanah. Di kiri kanan jalan yang aku lalui padi-padi sedang menguning tanda telah masak. Tak lama lagi pemilik sawah akan panen raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun