Mohon tunggu...
Moh. Samsul Arifin
Moh. Samsul Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka membaca dan menulis apa saja

Saya suka menulis, dan membaca apa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yang Tidak Kiai Katakan

28 April 2021   13:23 Diperbarui: 28 April 2021   13:26 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Pengasuh Pondok Pesantren Putri Al Ibrohimy Galis, Nyai Hj. Maryamah Bahri/dokpri

Kiai memiliki peran penting di tengah-tengah umat islam bahkan di masyarakat luas secara umum. Di Indonesia, khususnya di Madura, adat dan agama saling mengisi dan memperkuat. Misalnya; adat berkumpul, bersosialisasi di suatu masyarakat diperkuat dengan nilai-nilai silaturahmi yang dibawa oleh agama. Atau, ajaran menghormati guru dan orang tua diperkuat oleh prinsip-prinsip dan istiadat masyarakat seperti bhupa’ bhabhu ghuru ratoh-nya orang Madura.

Tanggung jawab yang dipegang oleh kiai menjadi semakin luas dan berat. Tidak hanya mengurusi santri dan sibuk dengan pesantrennya, ditambah lagi menjadi gurunya masyarakat, menjadi tokoh masyarakat yang perbuatan dan kata-katanya ditauladani (kalau tidak diartikan “diawasi”).

Realitas ini seperti menciptakan dua dunia yang berjarak antara kiai dan kita (masyarakat atau santrinya). Menciptakan “rahasia-rahasia” kiai yang tidak banyak kita sebagai masyarakat biasa tahu. Berangkat dari rasa penasaran itulah, terbesit dalam hati saya untuk menggali jawabannya, memutuskan sowan, mewawancarai beberapa pengasuh pondok pesantren dan orang-orang terdekat kyai lalu menuliskannya disini.

Berikut beberapa kalimat “Yang Tidak Kiai Katakan” kepada kita:

Anakku, Kupasrahkan Kau pada Allah

Bukan mendramtisir keadaan, tapi kalimat ini saya pilih untuk mewakili keadaan yang sering terjadi di kehidupan pribadi seorang kiai. Para ‘Gus’ (panggilan untuk putra kiai) semasa kecilnya, jarang mendapat perhatian ayahnya sebaik ayahnya memerhatikan santrinya.

Jadwal padat mengajar, baik yang rutin dengan santrinya maupun mengisi materi pengajian umum di masyarakat, plus menghadiri berbagai macam acara sosial kemasyarakatan, sangat mengambil banyak waktu pribadi dengan keluarganya.

RKH. Karror Abdullah Schal (dikenal dengan Ra Karror) pernah menyampaikan “jujur, bahkan sampai saya dewasa, saya itu sangat sulit bertemu abah, beliau itu jarang di rumah, hampir setiap hari menghadiri undangan, sangat sibuk mengurusi (melayani) ummat, bahkan untuk sekedar ngobrol santai saja sangat sulit,” ungkap Ra Karrar tahun kemarin (2020)[1]

 Gus Ibrohim Muchlis, pengasuh pondok pesantren Al-Ibrohimy Galis juga mengatakan bahwa selama sebelas tahun beliau belajar di pondok pesantren Assirojiyah Kajuk dulu, abahnya (alm. KH. Muchlis Bahri) hanya tiga kali ngirim (mendatangi, memberikan bekal pada anaknya di pesantren) langsung ke pondok, Kiai Muchlis lebih sering menugaskan santrinya sendiri untuk ngirim Gus Ibrohim. Sekarang, setelah Gus ibrohim berkeluarga dan memiliki putra, beliau merasakan sendiri bahwa memang benar, bahwa santri dan masyarakat lebih sering diperhatikan dari pada putranya sendiri. Seakan-akan beliau berkata “anakku, kupasrahkan kau pada Allah.”

 Bukan hanya rezeki yang datang, waktu pun bisa dihabiskan “dengan cara yang tak disangka-sangka”

 Hal ini tidak banyak orang tahu. Ruang privasi seorang kyai itu tinggal sedikit, dan hanya sebentar. Mengapa demikian, karena sebagian besar waktunya dan keberadaannya diberikan kepada santri dan ummat.

 Menjadi pejabat Negara, orang-orang penting di perusahaan swasta mungkin sudah mengantongi jadwal setiap harinya, bahkan bulan-bulan berikutnya. Mereka disebut orang penting dan sibuk, tapi masih memiliki aturan dan protokoler yang ketat. Jam berkunjung, jam istirahat, jadwal cuti dan liburan bisa ditata sedemikian rupa.

 Kiai beda. Boro-boro menjadwalkan liburan, jadwal istirahat pun kadang direlakan juga untuk melayani tamu yang datang dengan keperluan mendadaknya. Dan uniknya lagi, hal ini oleh “masyarakat awam” dirasakan lumrah, karena menganggap kiai memang hadir untuk ummat, melayani ummat kapanpun-dimanapun sekaligus melupakan bahwa Kiai juga manusia yang punya kewajiban dan hak dalam keluarganya. Dan ini saya rasa bisa diwakili oleh kalimat bahwa kiai itu sering “merelakan waktunya dengan cara yang tak disangka-sangka.”

 Harapan besar pribadi seorang Kiai kepada santrinya

 Seorang kiai yang luhur budi pekertinya luas ilmunya serta mengasuh santri bahkan (seakan-akan) melebihi dalam mengasihi anaknya sendiri tentu memiliki harapan pribadi terhadap asntrinya. Meskipun harapan ini lebih sering diungkapkan dengan bahasa prilaku daripada bahasa lisan.

 Pertama, seorang kiai sangat khawatir tentang akhlak yang telah diajarkan, dibiasakan dan ditanamkan kepada santri selama di pondok pesantren akan hilang atau rusak ketika mereka sudah keluar (lulus) dari pesantren tersebut, bahkan takut akhlak santrinya itu rusak saat liburan (pulangan pesantren) karena tidak diawasi secara langsung.

 Hal ini bisa dilihat dari sikap kiai terhadap alumni, mereka yang sudah lulus dan masih menjaga komunikasi dengan kyainya, apalagi masih sering bersilaturahmi pada kiainya, akan sangat dicintai dan didoakan yang terbaik. Seorang kiai mencerikatan kepada saya, bahwa alumni itu rasanya seperti anak sendiri yang dididik, lalu dewasa, setelah tahu banyak ilmu dan pengetahuan, ia pergi merantau. Seperti orang tua, tentu merindukan kapan anaknya pulang dari rantauan. Kiai pun demikian. Merindukan alumni datang, lebih-lebih mampu menunjukkan bahwa akhlak yang dipelajari dulu di pesantren masih tetap selalu ia amalkan.

 Tulisan ini dengan jujur saya buat untuk berbagi pengalaman dan membuka sedikit tabir antara kita dan kiai, agar kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran darinya. Semoga bermanfaat dan selamat menunaikan ibadah puasa 1442 H.

 Moh. Samsul Arifin,

Pengurus Pusat Ikatan Alumni Al-Ibrohimy (ILMY) dan dosen STIT Al-Ibrohimy

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun