Mohon tunggu...
Moh. Samsul Arifin
Moh. Samsul Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka membaca dan menulis apa saja

Saya suka menulis, dan membaca apa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Amir

3 Januari 2021   00:13 Diperbarui: 3 Januari 2021   00:15 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: free vector

"nak, sabar ya, hidup tak selalu rata, tapi Tuhan selalu adil." Dengan suara lembut, memotivasi anak satu-satunya.

Seorang bapak, sebelum mengayuh becak, menyemangati anaknya. Amir. Tergeletak di kamar sederhana seperti rumahnya. Mereka hidup tanpa istri juga ibu.

Amir seorang anak 18 tahun baru kehilangan kedua kakinya karena diamputasi, menghabiskan hari-harinya membaca buku di dalam kamarnya. koran dan majalah bola 3 bulan lalu ia baca berulang kali karena belum punya uang untuk membeli yang baru.

Dinding kamarnya poster Cristiano Ronaldo, Real Madrid, David Beckham, Zinedine Zidane dan beberapa pemain bintang dunia lainnya menempel dibantu plaster murah di mana mana.

Bapaknya seorang tukang becak, ibunya meninggal sejak ia masih SD, sehingga kehidupannya yang sederhana makin sengsara, bahkan hampir lebih banyak kekurangan setiap harinya. Jangankan untuk masuk sekolah sepak bola seperti cita-citanya, untuk makan saja, jika sarapan, mereka jarang makan siang, dan meskipun mungkin sempat mengunyah sarapan mereka juga belum tentu bisa makan malam.

Setiap pulang kerja, bapaknya selalu membawakan koran dan majalah bekas hasil dari teman pemulungnya. Tentu saja koran dan majalah bola kesukaan Amir karena hanya itu yang bisa Bapak Amir lakukan untuk menghibur anaknya yang sudah tidak bisa apa-apa.

Satu malam Amir kedatangan tamu sebelum bapaknya pulang. Rupanya ibunya datang di dalam mimpi Amir, sama seperti bapaknya si ibu juga memotivasi Amir agar ia tak bersedih. Dalam mimpi itu ibu membawakan dua sayap lalu menanamkannya di punggung Amir dan ia berkata.

"Nak, terbanglah, sejak Kau tak punya kaki aku selalu berdoa agar dihadiahi kedua sayap ini, dan Tuhan memberiku agar disampaikan kepadamu, berbahagialah karena mulai hari ini kau bisa terbang ke tempat di manapun kau mau, menonton pertandingan sepak bola dari atas stadion yang kamu sukai itu."

mulai malam itu Amir bahagia, ia sudah punya sayap untuk bisa terbang ke mana pun, bahkan ke penjuru dunia yang tak pernah ia bayangkan bisa ia kunjungi sebelumnya.

Saat bapaknya tiba di rumah dan membuka pintu kamar Amir, betapa terkejutnya ia melihat nyawa Amir terbang, lehernya tergantung pada dasi yang ia ikat ujungnya ke jendela.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun