Mohon tunggu...
Rifqi Naufal
Rifqi Naufal Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Sistem Informasi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mahasiswa KKN KAS-RPA UINSA Gelar Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Usia Anak dan Bahaya Narkoba di Gubeng

28 Juli 2025   23:03 Diperbarui: 29 Juli 2025   22:50 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosialisasi Bahaya Pernikahan Usia Anak di RW 04 Airlangga

Surabaya --- Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kampunge Arek Suroboyo (KAS) -- Ramah Perempuan dan Anak (RPA) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya melaksanakan sosialisasi bertema "Sosialisasi Bahaya NAPZA dan Pernikahan Usia Anak" pada dua RW potensial di Kecamatan Gubeng, yakni RW 11 Kelurahan Kertajaya dan RW 04 Kelurahan Airlangga.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya remaja, tentang pentingnya melindungi generasi muda dari ancaman pernikahan dini dan penyalahgunaan narkoba.

Sesi Pertama: Bahaya NAPZA

Materi pertama disampaikan oleh Indra Anugrah Dewa, Konselor Adiksi Rehabilitasi dari PLATO Foundation, yang memberikan psikoedukasi mengenai Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA). Dalam paparannya, Indra menjelaskan secara rinci definisi NAPZA menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai zat selain makanan, air, atau oksigen yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh dapat mengubah fungsi tubuh baik secara fisik maupun psikologis. Ia juga menekankan bahwa narkoba memiliki berbagai nama lain, seperti narkotika atau drugs, yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut, Indra menguraikan jenis-jenis narkoba yang umum beredar di kalangan remaja, antara lain: stimulan seperti kafein, nikotin, amfetamin, shabu, dan kokain yang bekerja merangsang sistem saraf pusat; depresan seperti alkohol, heroin, morfin, dan metadon yang menekan sistem saraf pusat dan menimbulkan rasa tenang namun berbahaya; serta halusinogen seperti LSD, ganja, dan kecubung yang dapat menimbulkan ilusi, perubahan persepsi, hingga gangguan kesadaran. Ia juga menjelaskan bagaimana zat-zat ini memengaruhi tubuh secara bertahap, mulai dari tahap coba-coba, penyalahgunaan, hingga berakhir pada ketergantungan dan adiksi kronis.

Dalam penyampaiannya, Indra tidak hanya menyoroti sisi medis, tetapi juga dampak sosial dan psikologis dari penyalahgunaan narkoba. Menurutnya, banyak remaja yang terjerumus ke dunia narkoba karena rasa ingin tahu yang tinggi, ajakan atau tekanan dari teman sebaya, hingga upaya untuk melupakan kesulitan hidup atau masalah emosional yang sedang dihadapi. Kondisi ini sering diperparah oleh minimnya pengawasan orang tua dan lemahnya pengetahuan remaja tentang bahaya narkoba.

Indra menambahkan bahwa remaja yang terlibat narkoba umumnya akan mengalami perubahan perilaku signifikan, seperti sering membolos sekolah, prestasi akademik menurun, mudah berbohong, emosi yang tidak stabil, pola tidur yang kacau, hingga kecenderungan berani membantah aturan keluarga dan norma sosial. Bahkan, dalam jangka panjang, narkoba dapat merusak aspek fisik, mental, emosional, hingga spiritual, menjadikan remaja kehilangan arah hidup dan masa depan yang cerah.

Sebagai solusi, Indra mengajak para peserta untuk meningkatkan kesadaran dan membangun ketahanan diri. Ia menekankan pentingnya memiliki pengetahuan yang memadai tentang narkoba, menanamkan nilai-nilai agama dan sosial, serta membekali diri dengan keterampilan menolak ajakan negatif.

Sosialisasi Bahaya Pernikahan Usia Anak di RW 04 Airlangga
Sosialisasi Bahaya Pernikahan Usia Anak di RW 04 Airlangga

"Remaja tidak boleh kalah melawan narkoba. Ancaman ini nyata, dan harus kita lawan bersama-sama sejak dini," tegas Indra dalam penyampaiannya.

Indra juga mengingatkan bahwa pecandu narkoba bukanlah penjahat, melainkan korban yang membutuhkan dukungan dan rehabilitasi, bukan stigma dan diskriminasi. Ia mendorong masyarakat untuk mendukung para pecandu agar mendapatkan layanan rehabilitasi, salah satunya melalui PLATO Foundation yang menjadi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL).

Sesi Kedua: Pencegahan Pernikahan Usia Anak

Selanjutnya, Ibu Soffy Balgies, M.Psi., dosen Psikologi UINSA, membawakan materi tentang pencegahan pernikahan usia anak. Dalam pemaparannya, Soffy menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, usia minimal perkawinan ditetapkan 19 tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan. Perubahan aturan ini merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang sebelumnya memperbolehkan perempuan menikah pada usia 16 tahun.

Menurut Soffy, kenaikan batas usia perkawinan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada calon pengantin agar dapat mencapai kematangan fisik, mental, emosional, dan sosial sebelum memasuki kehidupan rumah tangga. Ia menegaskan bahwa perkawinan pada usia anak berpotensi besar menimbulkan dampak negatif yang serius, baik bagi individu, keluarga, maupun masyarakat.

Beliau memaparkan data dari Pengadilan Tinggi Agama Surabaya yang menunjukkan adanya penurunan jumlah dispensasi kawin di Jawa Timur dalam tiga tahun terakhir: pada tahun 2021 tercatat 17.151 kasus, turun menjadi 15.095 kasus pada tahun 2022, dan kembali menurun menjadi 12.334 kasus pada tahun 2023. Meski tren ini cukup menggembirakan, angka perkawinan anak di Indonesia masih tergolong tinggi, bahkan menjadikan Indonesia berada di posisi kedua tertinggi di ASEAN setelah Kamboja.

Lebih jauh, Ibu Soffy menjelaskan bahwa pernikahan usia anak tidak hanya melanggar hak anak sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak, tetapi juga menghambat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2015--2030, khususnya target 5.3 yang menyerukan penghapusan praktik berbahaya seperti perkawinan anak, dini, dan paksa.

Dampak yang ditimbulkan sangat kompleks, meliputi:

  • Kesehatan: meningkatnya risiko kematian ibu dan bayi, kelahiran prematur, bayi dengan berat badan rendah, serta kekurangan gizi.

  • Pendidikan: anak perempuan yang menikah dini seringkali kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan, sehingga berdampak pada kualitas sumber daya manusia.

  • Psikologis dan Sosial: anak kehilangan hak sebagai remaja, berisiko mengalami kekerasan dalam rumah tangga, serta rentan menghadapi diskriminasi gender dan ketergantungan ekonomi.

  • Antargenerasi: anak yang dilahirkan dari pernikahan usia dini memiliki risiko dua kali lipat meninggal sebelum usia 1 tahun, serta lebih rentan mengalami masalah gizi dan kesehatan.

Sebagai upaya pencegahan, Soffy menekankan pentingnya pemberdayaan anak perempuan dengan memberikan akses informasi, keterampilan, serta jaringan pendukung yang kuat. Ia juga mendorong pendidikan kepada remaja dan komunitas tentang bahaya pernikahan usia anak, serta perlunya peningkatan akses pendidikan formal yang berkualitas bagi semua anak.

"Mencegah pernikahan usia anak bukan hanya tugas pemerintah, melainkan juga tanggung jawab bersama masyarakat, dunia usaha, dan media. Jika kita ingin mewujudkan Generasi Emas 2045, maka anak-anak kita harus diberi kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan berkembang sesuai dengan tahap usianya," ungkap Ibu Soffy.

Sosialisasi Bahaya Pernikahan Usia Anak di RW 04 Airlangga
Sosialisasi Bahaya Pernikahan Usia Anak di RW 04 Airlangga

Beliau menutup pemaparannya dengan ajakan agar masyarakat lebih proaktif dalam mendukung kebijakan pencegahan pernikahan anak dan tidak ragu untuk menjadi pelopor maupun pelapor jika menemukan indikasi praktik perkawinan usia dini di lingkungannya.

Untuk meningkatkan keterlibatan dan semangat peserta, panitia menghadirkan kuis interaktif yang disusun berdasarkan materi yang telah disampaikan mengenai bahaya NAPZA dan pencegahan pernikahan usia anak. Pertanyaan yang diajukan tidak hanya seputar definisi dan dampak, tetapi juga menyentuh solusi konkret yang dapat dilakukan remaja maupun orang tua dalam kehidupan sehari-hari.

Suasana menjadi semakin meriah ketika para peserta, baik dari kalangan remaja maupun orang tua, saling berebut menjawab pertanyaan. Kegiatan ini tidak hanya menciptakan interaksi dua arah antara narasumber dan peserta, tetapi juga memastikan bahwa materi yang disampaikan benar-benar dipahami dengan baik.

Sebagai bentuk apresiasi atas partisipasi aktif, peserta yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar mendapatkan hadiah berupa paket sembako. Pemberian sembako ini tidak hanya menghadirkan kegembiraan, tetapi juga memberi manfaat langsung kepada keluarga peserta, khususnya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan cara ini, kegiatan sosialisasi tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan, tetapi juga membawa dampak nyata bagi kesejahteraan warga.

Pembagian Sembako untuk Audience yang Berhasil Menjawab Kuis Interaktif
Pembagian Sembako untuk Audience yang Berhasil Menjawab Kuis Interaktif

Koordinator KKN KAS-RPA menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen mahasiswa UINSA untuk berkontribusi langsung dalam menyelesaikan persoalan sosial di tengah masyarakat. Dengan mengusung isu strategis seperti pencegahan penyalahgunaan narkoba dan pencegahan pernikahan usia anak, mahasiswa berharap dapat memberikan dampak jangka panjang bagi generasi muda di Kecamatan Gubeng.

Lebih dari sekadar program KKN, kegiatan ini menjadi sarana untuk membangun kesadaran kolektif dan menciptakan lingkungan yang lebih aman, sehat, dan ramah anak. Dukungan penuh dari masyarakat, tokoh setempat, dan lembaga mitra seperti PLATO Foundation menambah kekuatan tersendiri dalam pelaksanaan program ini.

Dengan dukungan penuh dari masyarakat setempat, program ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mewujudkan lingkungan yang aman, sehat, serta ramah perempuan dan anak di Surabaya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun