Mohon tunggu...
Muhamad Ragil Aditya
Muhamad Ragil Aditya Mohon Tunggu... Mahasiswa

Halo perkenalkan nama saya Muhamad Ragil Aditya, saya adalah mahasiswa dari Universitas Bakrie dengan program studi Ilmu Politik konsentrasi Hubungan Internasional. Saya suka dengan dunia politik dan mengikuti berita perkembangan terbaru dari seputar politik dalam negeri maupun Internasional. Saya memiliki minat yang mendalam mempelajari ilmu politik dan menghubungkannya ke dalam kehidupan nyata. Selain itu, saya juga aktif dalam beberapa organisasi dan seminar guna memperluas relasi dan memperkaya pengetahuan saya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penggunaan Intelijen Sebagai Garda Terdepan Dalam Peperangan

14 Agustus 2025   10:00 Diperbarui: 14 Agustus 2025   14:18 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peran Informasi Dalam Peperangan dan Siklus Intelijen
Dalam peperangan, informasi dibutuhkan dalam menyusun strategi untuk menyerang musuh atau membangun pertahanan. Informasi yang dikumpulkan tersebut biasanya digunakan untuk pengambilan keputusan atau menentukan langkah strategi kedepannya. Hal ini juga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Michael Warner yang mendefinisikan Intelijen sebagai aktivitas negara untuk memahami dan mempengaruhi aktor asing dengan bergerak dalam kerahasiaan.  Menurut Michael Warner di dalam bukunya yang berjudul The Rise and Fall of Intelligence menjelaskan bahwa Intelijen bukan sekedar mencari tahu rahasia musuh, namun juga sebuah proses yang rumit dalam mengumpulkan, menganalisis dan memberikan informasi strategis tersebut untuk Pengambil keputusan negara. Menurutnya di dalam buku yang sama, dibayangkan bahwa para pemimpin bagaikan berjalan dalam gelap dan mudah membuat keputusan keliru jika tidak adanya informasi intelijen. Dan menurut Eric Rosenbach dan Aki J. Peritz dari Harvard Kennedy School menjelaskan Intelijen sebagai informasi yang dikumpulkan, dianalisis dan didistribusikan oleh lembaga-lembaga pemerintah sebagai tanggapan atas pertanyaan dan kebutuhan para pemimpin pemerintah. Selain itu, di dalam intelijen ada dinamakan dengan siklus intelijen. Siklus ini mencakup setidaknya:
1. Perencanaan dan Pengarahan. biasanya ini dimulai dengan para pembuat kebijakan menetapkan persyaratan bagi komite Intelijen dalam berbagai topik. Persyaratan tersebut berbentuk pedoman yang akan digunakan dalam menentukan strategi pengumpulan data dan jenis data intelijen yang diperlukan. 

2. Koleksi. Dalam koleksi, data mentah yang telah diperoleh dari sumber terbuka maupun terhubung satu sama lain dikumpulkan. Selanjutnya, dari data tersebut dijadikan informasi yang lengkap.

3. Pengolahan. Dalam pengolahan ini, informasi diolah menjadi sesuatu yang mudah dipahami untuk disampaikan kepada para pembuat kebijakan. 

4. Analisis dan Produksi. Data yang telah diolah oleh para analis kemudian dievaluasi terhadap informasi yang relevan. Kemudian diberikan penilaian kepada para pembuat kebijakan. Penilaian ini kemudian ditulis sebagai produk intelijen

5. Penyebaran. Informasi yang telah dianalisis kemudian diberikan kepada pembuat kebijakan. 

Covert Action Dan Counterintelligence  
Dalam Intelijen, ada dua aspek penting namun saling terhubung. Yang pertama ada Covert Action dan kedua Counterintelligence. Menurut Undang-Undang Keamanan Nasional Amerika Serikat tahun 1947 Covert Action adalah "Suatu kegiatan atau beberapa kegiatan pemerintah untuk mempengaruhi kondisi politik, ekonomi dan militer dari negara lain di luar negeri dengan tujuan untuk memastikan agar tidak terlihat dan dapat disangkal. Penggunaan Covert Action awalnya diimplementasikan sebagai dalam area misi khusus oleh Central Intelligence Agency. Namun, media pers semakin sering merujuk pada pasukan operasi khusus dalam Covert Action ini. Menurut Andru Wall personel pasukan khusus ini bekerja sama erat dengan CIA saat melakukan peperangan non-konvensional. Meskipun hubungan tersebut cenderung informal dan lebih fokus pada dukungan timbal balik. Sedangkan Counterintelligence jika merujuk pada pendapat Abram Shulsky dan Gary Schmitt menyatakan bahwa Informasi yang dikumpulkan dan dianalisis serta aktivitas yang dilakukan  untuk melindungi suatu negara (termasuk intelijennya sendiri) dari tindakan intelijen musuh. Dan Counterintelligence menurut Jennifer Sims menyatakan bahwa secara tradisional dapat dipahami sebagai operasi yang dirancang untuk memblokir, mengganggu atau menghancurkan operasi intelijen musuh. Jadi, bisa disimpulkan bahwa Counterintelligence dapat diartikan sebagai tindakan operasi untuk melindungi negara dari serangan intelijen dengan mengganggu dan menghancurkan operasi intelijen musuh. 

Dari penjelasan dasar-dasar dan hal-hal mengenai Intelijen dari yang diatas, dapat dikatakan Intelijen secara garis besar adalah kegiatan untuk memperoleh informasi guna disampaikan kepada para pembuat kebijakan serta komandan dalam hal di medan perang. Proses pengolahan informasi tersebut perlu dilakukan guna menguji keabsahan serta relevansi dengan informasi lainnya. Serta pengarahan dan perencanaan juga penting dilakukan guna mengatur strategi sekiranya informasi apa saja yang harus diperoleh untuk membuat kebijakan. Relevansi Intelijen dengan militer memang diperlukan untuk mengetahui keadaan kondisi militer musuh. Dan kontra intelijen juga dibutuhkan untuk melindungi aset-aset negara terutama dalam hal ini pertahanan guna bisa tidak di serang oleh Intelijen musuh.  Intelijen adalah siklus yang sistematis. Karena adanya proses pengumpulan, verifikasi, analisis, pengarahan dan penyajian informasi yang memberikan pembuat kebijakan dan komandan gambaran akurat mengenai ancaman sehingga pengambilan keputusan dan perencanaan menjadi tepat sasaran. Integrasi kuat dengan unsur militer seperti operasi rahasia atau Covert Action dan Counterintelligence disertakan dengan hukum serta koordinasi yang kuat antarlembaga dapat mampu melindungi aset negara, mencegah eksploitasi oleh musuh dan memastikan tindakan yang diambil efektif dan dapat dipertanggungjawabkan.

Kegagalan Informasi Dari Peristiwa Pearl Harbour
Selain untuk pengambilan keputusan, fungsi Intelijen di medan perang juga berguna untuk peringatan dini untuk mempersiapkan jika seolah-olah akan terjadi suatu serangan. Seperti pada peran Intelijen di perang dunia kedua yang dipakai oleh Amerika Serikat. Pada saat itu, kegagalan Intelijen Amerika Serikat dalam menanggapi serangan Jepang ke Pearl Harbour pada Desember tahun 1941 karena sebagian besar peringatan ini tidak digubris oleh para Komandan di Lapangan. Padahal, informasi Intelijen ini bersifat umum dan strategis dari sistem komunikasi di Washington dan beberapa peringatan yang taktis spesifik mengenai aksi musuh di sekitar Hawaii. Namun dari semua peringatan dan informasi tersebut, sebagian besar merupakan informasi strategis seperti peringatan yang disampaikan oleh Laksamana Muda Richmond K Turner sebagai kepala rencana perang angkatan laut kemudian dikirim ke Hawaii pada bulan Januari 1941. Dalam informasi tersebut disampaikan bahwa Jepang akan menyerang Pangkalan Laut di Pearl Harbour jika Amerika Serikat benar-benar bermusuhan dengan negeri Sakura tersebut. Dan kemudian, pada bulan November dan Desember 1941, peringatan strategis juga menyampaikan bahwa adanya perubahan mendadak pada tanda panggilan radio Jepang. Perubahan mendadak dalam peringatan strategis ini juga diperkuat bahwa adanya Embargo minyak Amerika Serikat kepada Jepang karena agresi mereka ke Manchuria pada tahun 1931. Dan kemudian pada tahun 1939, Amerika Serikat langsung menentang Jepang dalam agresi militernya kepada Wilayah Tiongkok tersebut dan kemudian pada tahun 1940 Presiden Roosevelt mengemukakan embargo sepenuhnya dari minyak, bensin dan Logam mereka kepada Jepang. Dan pada akhirnya, Jepang mulai memikirkan ulang untuk mendapatkan sumber daya terlebih untuk melakukan invasi ke Tiongkok secara lebih dalam. Kemudian Jepang mulai melirik pandangannya ke wilayah Indochina Prancis dan ladang minyak Hindia Belanda sebagai pengganti dari embargo Amerika Serikat. Namun, dari wilayah yang dilirik oleh Jepang tersebut, adanya tantangan militer karena wilayah Filipina dikuasai oleh Amerika Serikat. Dan Armada Amerika Serikat juga berpusat di Pearl Harbour.  Dan saat itu lah, rencana Jepang Mulai 'tercium' untuk bisa mendapatkan sumber daya dengan cara melakukan penyerangan ke Pearl Harbour dan bisa menguasai wilayah Filipina dan Hindia Belanda. 

Dari semua Informasi dan Peringatan yang ada, sayangnya tidak ada balasan bahwa akan adanya penyerangan Jepang ke Pearl Harbour. Padahal, informasi dan peringatan tersebut bisa saja menjadi bahan antisipasi Amerika Serikat untuk lebih menyiapkan pasukannya guna menyambut serangan Jepang. Namun, informasi dan peringatan yang ada tidak dibalas karena dinilai terlalu samar dan umum bagi para pengambilan keputusan. Padahal, hal dari Informasi dan Peringatan tersebut selain diperkuat oleh Amerika Serikat telah melakukan embargo kepada Jepang, namun ada juga beberapa peringatan taktis spesifik bahwa adanya serangan ke Hawaii. Yaitu seperti pesan yang dikirim oleh Kementerian Luar Negeri Jepang kemudian berhasil dicegat pada Oktober 1941. Pesan tersebut berisikan permintaan kepada konsulat dari Kementerian Luar Negeri Jepang yang berada di Honolulu mengenai informasi detail tentang kapal perang yang berlabuh di Hawaii. Dan dalam sebulan kemudian, pesan tersebut berhasil lagi dicegat dalam kurun waktu dua kali seminggu. Namun, badan Intelijen di Washington menganggap pesan ini tidak realistis sehingga tidak menyebarkan pesan ini kepada rekan militer mereka di Hawaii. Dari sini kita bisa melihat bahwa, untuk Intelijen Amerika Serikat sudah berhasil menangkap pesan yang dikirim Jepang yang berisikan penyerangan terhadap Pearl Harbour. Namun, hal ini tidak dianggap serius oleh para pengambil keputusan. Sehingga pesan yang ditangkap oleh Intelijen Amerika Serikat seakan-akan tidak realistis padahal itu akan benar-benar terjadi dan menambah teater dalam Perang Dunia kedua yaitu di Pasifik. 

Namun dari kegagalan ini, setelah Jepang menyerang Pearl Harbour Amerika Serikat kembali menghadapi dilema. Intelijen angkatan laut mereka mengetahui gerakan rencana Jepang kedepannya terutama di bawah kepemimpinan Laksamana Yamamoto. Namun, tetap saja Amerika Serikat tidak mengetahui kapan dan dimana Jepang akan menyerang kembali. Dan pada akhirnya di musim semi 1942, Intelijen di Pearl Harbour menilai bahwa Jepang sedang merencanakan operasi besar terhadap target yang disebut AF. Dan Intelijen Amerika Serikat yakin bahwa AF adalah Atol Midway. Namun, Laksamana Nimitz sebagai Panglima Tertinggi Armada Pasifik tidak yakin dengan Informasi yang diberikan oleh Intelijen. Karena Nimitz mengira bahwa Oahu dan Pantai Barat sebagai kemungkinan target operasi Jepang. Selain itu, pejabat Intelijen senior di Washington juga skeptis tentang lokasi tersebut. Dari semua ketidakpercayaan ini, akhirnya pihak Intelijen menyarankan untuk melakukan taktik yang dimana Garnisun di Midway diperintahkan untuk mengirimkan pesan radio Palsu pada saluran terbuka mengenai beberapa kesulitan pabrik desalinasi dan kekurangannya air. Dan kemudian, Intelijen Amerika Serikat menangkap transmisi radio Jepang yang menyebutkan bahwa "AF hampir kehabisan air". Dan dari situ, kemudian bisa diverifikasi AF yang dimaksud adalah Pulau Atol Midway. 

Dari peristiwa penyerangan Pearl Harbour, bisa kita lihat bahwa pentingnya informasi dalam medan perang terutama untuk menyusun strategi ketika suatu saat serangan dari musuh tiba. Peristiwa Pearl Harbour bisa menjadi acuan dalam pentingnya Intelijen dalam medan perang. Karena kita tidak bisa menebak-nebak musuh akan menyerang dimana, kapan, berapa pasukan dan menggunakan senjata apa. Semua harus diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan alutsista serta kesiapan prajurit untuk menyambut serangan dari informasi yang disampaikan oleh Intelijen. Dalam peperangan modern seperti saat ini, informasi Intelijen juga dibutuhkan. Hal ini seperti apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Inggris sebelum Perang Rusia dan Ukraina dimulai. Karena sebelum perang tersebut dimulai, Amerika dan Inggris melancarkan penggunaan Intelijen dengan sasaran para pembuat kebijakan di dalam negeri, di antara sekutunya dan seluruh dunia. Tujuan utama penggunaan Intelijen ini adalah menyakinkan para sekutu Amerika dan Inggris yang skeptis mengenai ancaman dari Moskow. Serta tujuan ini juga tidak lepas dari mobilisasi sekutu secara kolektif pasca invasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun