Malam Kamis, 5 Juni 2025, bukan malam yang biasa bagi saya dan mungkin juga bagi banyak warga Yogyakarta, khususnya yang berada di kampung-kampung yang cukup aktif dan semangat mengikuti tradisi takbiran. Malam ini bertepatan dengan malam takbiran Idul adha, malam yang biasanya penuh gema takbir, semarak lampu obor, suara bedug, hingga iring-iringan warga keliling kampung.
Tapi malam ini juga menjadi malam yang bikin saya benar-benar bingung dan bimbang. Soalnya, Timnas Indonesia akan bertanding melawan China di ajang Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Pertandingannya seru, penting, dan penuh harapan, karena kalau kita menang, peluang menuju Piala Dunia makin terbuka lebar.
Biasanya, pilihan antara bola dan takbiran itu tidak sulit. Tapi kali ini, saya harus memilih di antara dua hal besar yang sama-sama penting buat saya secara pribadi.
Kenapa? Karena saya dan teman-teman satu kampung sudah sejak satu bulan terakhir ini rutin latihan takbir keliling untuk mengikuti Karnaval Takbir Jogja 2025, sebuah event takbir akbar tahunan yang selalu ditunggu-tunggu warga kota khususnya di Kemantren Ngampilan. Kami bukan sekadar latihan baris dan menghafal takbir, tapi juga membuat ting alias maskot besar khas kampung kami, yang biasanya kami sebut "Ting."
Bagi kami, ikut karnaval takbir bukan hanya soal pawai-pawaan semata. Ini soal kekompakan, kebersamaan, dan semangat menyambut Iduladha dengan suka cita. Ada latihan rutin setiap sore mulai dari latihan drumband, vokal takbir, koreo grafi, hingga mengerjakan dekorasi ting yang lumayan menyita waktu dan tenaga. Saya ikut langsung dalam semua itu. Bahkan, malam sebelum pertandingan Timnas, saya masih menggunting-gunting kain untuk kostum ting.
Tapi sekarang, pertandingan Timnas Indonesia melawan China hadir tepat di malam pelaksanaan karnaval takbir. Tidak bisa digeser. Tidak bisa ditunda. Dan keduanya sama-sama hanya akan terjadi satu kali saja.
Sejujurnya, saya sempat berpikir untuk tidak ikut takbir keliling. Nonton timnas di rumah atau nonton bareng di masjid atau alun-alun juga kelihatannya seru. Tapi setiap kali saya melihat ting yang sudah kami buat, yang kami rakit bareng, tempeli kertas warna-warni, pasang lampu, dan bahkan sempat rebutan ide bentuk, saya merasa tidak tega untuk tidak hadir.
Ini bukan sekadar acara keliling sambil takbir. Ini hasil kerja bareng selama sebulan penuh, yang melibatkan teman-teman saya dari yang muda sampai yang sepuh. Bahkan anak-anak kecil sudah latihan koreo dan ikut barisan.Â
Lalu saya sadar, takbir keliling bukan hanya soal tradisi atau pawai, tapi juga bentuk rasa syukur dan ibadah kolektif dalam menyambut hari besar keagamaan. Ia punya makna spiritual dan sosial. Makna bahwa kita hadir dalam kebersamaan, tak hanya dengan Allah, tapi juga dengan masyarakat sekitar kita.
Sementara itu, Timnas juga bukan hal sepele. Kemenangan mereka bisa menjadi kebanggaan nasional. Tapi, sebagai seseorang yang tidak berada di stadion langsung, saya mulai menyadari bahwa dukungan saya terhadap timnas malam ini tetap bisa diberikan lewat doa, lewat semangat, dan tentu saja lewat nonton pertandingan setelah takbiran berakhir (jika masih sempat).