(Perhatian segala bentuk kata-kata yang tertulis merupakan sudut pandang subjektif dari penulis. Penulis hanya melihat berdasarkan apa yang ditampilkan oleh film, tanpa mengaitkannya dengan pembaca novel. Apabila terdapat kesalahan, bisa didiskusikan di kolom komentar.)
   Rumah untuk Alie, merupakan film yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama yang ditulis oleh Lenn Liu (Turut menghormati atas karya yang telah dibuat) yang disutradarai oleh Herwin Novianto yang sering menjadi sutradara dari film bergenre serupa, adapun pemeran film mungkin masih terdengar asing untuk penulis yang juga tidak terlalu banyak menonton film.
   Jika ada beberapa patah kata atau kalimat yang ingin disampaikan ketika/ saat menonton film ini adalah "Hei, Moveon lah, tidak semua salah Adikmu loh." Yup kurang lebih itulah inti cerita dari film ini mengisahkan tokoh bernama Alie, seorang anak bungsu dari lima bersaudara yang  memiliki kehidupan cukup sempurna awalnya, namun kebahagiaan keluarga itu perlahan menghilang oleh meninggalnya seorang ibu sekaligus istri dari Ayah Alie yang disayanginya menyebabkan kebencian tertanam di dalam hati mereka selama bertahun-tahun. Kisah ini berfokus pada Alie yang kerap dirundung dan dibuli oleh hampir seluruh anggota keluarga mereka.Â
   Perundungan itu tidak hanya di rumah, namun juga terjadi di sekolah yang membuat Alie serba salah, karena dimanapun ia berada akan selalu dianggap sebagai anak pembawa sial dan dibenci oleh kebanyakan orang. Perlahan tapi pasti film ini juga mulai membuka kelembutan hati keluarga Alie yang selama ini menyiksanya hingga mereka mulai tersadarkan.
   Mari cukupkan sinopsis yang mungkin kepanjangan. Menurut penulis film ini terkesan seperti cerita yang membingungkan, motivasi karakter lain untuk menghina dan melukai Alie terasa dangkal.  Ayah Alie mungkin bisa dimaklumi karena kehilangan istrinya dua kali, meskipun tindakan yang dilakukan juga tidak dapat dibenarkan.Â
   Selanjutnya tokoh yang mengherankan adalah pemeran kakak kelas di sekolahnya yang membenci Alie hanya karena alasan yang terasa useless hanya karena terabaikan oleh laki-laki pujaannya dan terlihat sayang pada adiknya yang hubungannya jarang diketahui oleh siapapun di sekolah. Kemudian tokoh selanjutnya adalah "Samuel" yang entah perannya antara ada dan tiada yang tidak mengganggu keseimbangan cerita.
   Kemudian yang agak mengganggu adalah efek musiknya yang terkadang agak terlalu kencang, ditambah lagu-lagu sedih diputar kencang seakan memaksa penonton menitikkan air mata meskipun itu tidak perlu. (walau ya penulis sedikit menitikkan air mata sih) Â
   Mungkin yang cukup menolong adalah interaksi antara Alie dan seorang kakaknya bernama "Nata" (Yah intinya cerita ini benar-benar  sedikit terangkat karena tokoh Alie, jika tidak mungkin lebih mirip series yang dijadikan film?
Overall: 6/10 atau bahkan sedikit di bawah itu, masih bisa ditonton kok (terutama yang relate atau mudah terbawa perasaan, namun jika sedikit logika mulai berjalan, yah film ini biasa saja)
   Sekian, penulis juga mohon maaf bila tulisan ini terasa agak kurang menghormati kepada pemeran, pembuat film, ataupun penulis skenario. Terima kasih.