Pendidikan berkualitas seringkali dipersepsikan hanya sebatas fasilitas sekolah mewah, kurikulum internasional, atau biaya yang mahal. Padahal, pendidikan berkualitas sejatinya lebih dalam daripada sekadar institusi. Ia adalah sebuah proses yang menanamkan nilai-nilai hidup, sebagaimana religiusitas, kemandirian, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, dan empati. Nilai-nilai ini adalah fondasi yang membentuk manusia berkarakter, bukan sekadar manusia yang pintar untuk dirinya sendiri.
Dalam konteks itu, peran orangtua menjadi tiang utama. Anak mungkin belajar matematika, sains, dan bahasa di sekolah, tetapi kejujuran, keteguhan hati, dan kepedulian sosial, semuanya berawal dari rumah. Orangtua adalah pendidik pertama dan utama. Tanpa dukungan mereka, pendidikan formal kerap hanya menjadi transfer ilmu, bukan transformasi karakter.
Mendukung pendidikan anak tidak harus berarti memberikan les tambahan atau memasukkan anak ke sekolah mahal. Hal yang lebih penting adalah menciptakan iklim rumah yang mendukung rasa ingin tahu, memberikan perhatian penuh, serta menjadi teladan nyata dalam keseharian. Anak-anak belajar dari contoh yang hidup, bukan hanya dari kata-kata.
Orangtua yang aktif hadir dalam perjalanan pendidikan anaknya dapat membuat perbedaan besar. Menghadiri rapat sekolah, berdiskusi dengan guru, atau sekadar menanyakan kabar pelajaran anak setiap hari adalah bentuk perhatian sederhana, namun berdampak besar pada motivasi anak. Kehadiran orangtua membuat anak merasa diperhatikan, dihargai, dan memiliki dukungan moral yang kuat.
Pendidikan berkualitas bukan hanya soal gedung sekolah, tetapi soal nilai hidup yang ditanamkan orangtua. Religiusitas, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, dan empati adalah warisan sejati untuk anak-anak agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama.
Lebih jauh lagi, partisipasi orangtua dalam kegiatan sekolah juga penting. Menjadi sukarelawan, mengorganisir acara penggalangan dana, atau mendukung program sekolah adalah cara konkret untuk menunjukkan bahwa pendidikan anak bukan hanya urusan guru, tetapi tanggung jawab bersama. Kolaborasi ini menciptakan lingkungan belajar yang lebih kaya, seimbang, dan penuh energi positif.
Selain kecerdasan akademik, anak-anak juga perlu mengasah kecerdasan emosional dan sosial. Disinilah orangtua memiliki peran strategis. Mengajarkan anak untuk berbagi, berempati, dan menghargai perbedaan adalah investasi jangka panjang yang bahkan lebih penting daripada nilai ujian. Sekolah bisa memfasilitasi, namun keluarga yang memberi teladan.
Tidak jarang, kendala biaya pendidikan membuat orangtua merasa terbatas. Namun, sesungguhnya nilai pendidikan berkualitas tidak selalu berbanding lurus dengan mahalnya biaya sekolah. Banyak keluarga sederhana yang mampu menumbuhkan anak-anak berkarakter kuat karena menanamkan nilai disiplin, kerja keras, dan empati sejak dini di rumah.
Pendidikan berkualitas tidak boleh dilihat sebagai monopoli kalangan tertentu. Setiap orangtua, apa pun latar belakang ekonominya, bisa memberikan pendidikan bermakna. Membacakan cerita sebelum tidur, mengajak anak berdiskusi tentang pengalaman sehari-hari, atau menumbuhkan rasa syukur dalam keluarga adalah bagian dari pendidikan berkualitas yang sejati.
Saya sering melihat betapa pentingnya kolaborasi orangtua dengan sekolah dalam menciptakan pendidikan yang membebaskan. Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang mendorong anak berpikir kritis, berani bertanya, dan menemukan jati diri, bukan sekadar mengejar angka rapor.
Pendidikan yang membebaskan juga menolak pola didikan yang menekan anak untuk menjadi sesuatu yang bukan dirinya. Orangtua perlu memahami bahwa setiap anak unik, dengan potensi dan jalan hidup masing-masing. Mendukung anak berarti mengarahkan tanpa memaksa, membimbing tanpa mengekang, dan memberi ruang untuk tumbuh sesuai fitrah mereka.