Macau Open Super 300 tahun ini menjadi refleksi penting bagi sektor putri Indonesia, terutama ganda dan tunggal. Ketiadaan wakil yang melaju ke final jelas menjadi sorotan. Namun, perhatian khusus patut diarahkan pada performa pasangan muda Meilysa Trias Puspita Sari dan Rachel Allessya Rose yang berhasil menembus semifinal.
Dalam pertandingan penuh ketegangan pada Sabtu, 2 Agustus 2025, Meilysa/Rachel tumbang dari pasangan asal Chinese Taipei, Hsieh Pei Shan dan Hung En Tzu, lewat drama tiga set yang sangat ketat, 19-21, 21-18, dan 17-21. Meski kalah, performa mereka tetap menuai apresiasi karena menunjukkan perkembangan teknik dan kekompakan yang signifikan.
Poin krusial dari kekalahan Meilysa/Rachel bukan pada kualitas teknik mereka, karena dari segi serangan dan pertahanan mereka cukup stabil. Akan tetapi, pada daya tahan fisik dan ketajaman strategi saat menghadapi reli-reli panjang. Keletihan akibat pertandingan sebelumnya melawan sesama ganda Indonesia turut menjadi faktor utama.
Dalam laga perempat final sebelumnya, Meilysa/Rachel harus menghadapi senior mereka, Apriyani Rahayu dan Febi Setianingrum, dalam duel tiga set yang melelahkan, yaitu 21-15, 15-21, 21-18. Duel antar rekan senegara ini tentu menguras stamina serta emosi, sehingga berpengaruh terhadap performa di laga semifinal.
Kegagalan di semifinal bukan akhir segalanya. Justru dari titik inilah kebangkitan dimulai, saat strategi baru dirancang dan semangat juang dipupuk kembali menuju panggung utama dunia.
Kegagalan sektor putri, baik ganda maupun tunggal, tidak bisa dianggap sebagai fenomena biasa. Ini adalah indikator bahwa regenerasi dan pengembangan strategi permainan belum sepenuhnya berhasil mengantisipasi dinamika permainan dunia yang semakin cepat, agresif, dan penuh improvisasi.
Langkah cepat diambil PBSI dengan merombak komposisi ganda putri untuk tur Asia berikutnya, yakni Hongkong Open 2025 dan China Masters 2025. Empat pasangan baru dibentuk, Apriyani/Siti Fadia, Amallia/Lanny, Rachel/Febi, dan Febriana/Meilysa. Rombakan ini bukan hanya rotasi biasa, tetapi reposisi strategi besar.
Perubahan pasangan ini adalah upaya membongkar pola permainan lama yang mulai mudah dibaca lawan. Konsistensi dalam pasangan memang penting, namun dalam konteks stagnasi dan prediktabilitas, adaptasi lewat perubahan adalah langkah cerdas untuk mengembalikan daya kejutan. Begitulah lagkah taktis yang mengantarkan ganda putra, Fajar/Fikri menjuarai China Open 2025 super 1000.
Kombinasi Apriyani dengan Fadia menghadirkan kembali kekuatan mental dan pengalaman dengan teknik bertahan yang solid. Reuni pasangan yang sempat terpisah karena cedera, tentu akan menjadi salah satu senjata bagi Indonesia. Sementara Febriana/Meilysa akan mengeksplorasi kecepatan dan variasi pukulan sebagai senjata baru. Masing-masing kombinasi dirancang untuk menciptakan diferensiasi gaya bermain.
Strategi ini juga membuka ruang bagi para pemain untuk mengembangkan fleksibilitas taktik. Dengan bermain bersama pasangan berbeda, atlet dituntut cepat membaca karakter rekan, beradaptasi, dan menyusun pola serangan secara variatif. Inilah elemen penting yang selama ini jarang terlihat di lapangan.
Selain itu, pembentukan pasangan baru memungkinkan distribusi beban kompetitif yang lebih seimbang. Tidak hanya mengandalkan satu atau dua pasangan unggulan. Kini, PBSI mendorong keempat pasangan untuk sama-sama mengejar poin awal, menjelang akhir musim kompetisi 2025.