Pariwisata Jepara sedang menapaki babak baru dalam pengembangan destinasi alam yang inklusif dan berdaya saing. Salah satu titik terang itu adalah Air Terjun Songgo Langit di Desa Bucu, Kecamatan Kembang. Dengan jumlah kunjungan mencapai sekitar 12.000 wisatawan sepanjang 2024, destinasi ini menunjukkan potensi luar biasa sebagai magnet pariwisata berbasis alam yang mampu bersaing dengan dominasi wisata bahari yang selama ini mendefinisikan Jepara.
Menariknya, pada 2025, Air Terjun Songgo Langit bersiap menghadirkan wahana bermain anak-anak, menjadikannya bukan hanya tempat pelarian kaum muda pencari suasana Instagramable, tapi juga surga rekreasi ramah keluarga. Ini langkah strategis yang patut diapresiasi, mengingat masih langkanya fasilitas rekreatif yang inklusif untuk semua usia dalam wisata alam di Jawa Tengah.
Dalam manajemen pariwisata kontemporer, pendekatan berbasis ekosistem menjadi landasan penting. Songgo Langit telah menunjukkan embrio ekosistem tersebut, dengan melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan, menyediakan kuliner khas desa, serta menjaga kebersihan dan keamanan lingkungan. Penguatan aspek ini adalah keniscayaan menuju destinasi yang berkelanjutan.
Namun, Jepara tak bisa berhenti hanya pada satu titik. Kabupaten ini menyimpan puluhan air terjun lain yang tak kalah memesona di Kecamatan Batealit, Bangsri, Kembang, dan Keling. Terutama di lereng Gunung Muria, aliran sungai yang jernih mengalir di antara batu-batu besar menciptakan lanskap yang natural dan eksotik. Layak menjadi ikon pariwisata baru.
Sayangnya, selama ini promosi wisata Jepara terlalu terkonsentrasi pada Pantai Kartini, Pantai Bandengan, Karimunjawa, atau urusan kelautan semata. Padahal, dengan pergeseran tren wisata pasca-pandemi, banyak wisatawan justru mencari ruang-ruang terbuka yang sejuk, alami, dan relatif tenang. Karakter demikian jelas dimiliki oleh air terjun dan kawasan pegunungan.
Air terjun tak hanya jatuh dari ketinggian, ia mengalirkan harapan, kesejukan, dan kehidupan. Songgo Langit membuktikan bahwa wisata alam yang sederhana bisa menjelma menjadi ruang kebahagiaan keluarga, sumber ekonomi desa, dan simbol keindahan yang diberkahi.
Air Terjun Songgo Langit menawarkan pengalaman multisensorial. Gemuruh air jatuh dari ketinggian, udara pegunungan yang segar, flora endemik, dan kemungkinan untuk tracking ringan adalah kombinasi yang mendukung prinsip pariwisata sehat dan berbasis pengalaman. Kehadiran wahana anak justru memperkaya varian atraksi yang tersedia di satu lokasi.
Kita patut belajar dari keberhasilan pengelolaan air terjun di daerah lain seperti Coban Rondo di Malang atau Curug Lawe di Semarang. Keduanya berhasil mengemas wisata alam menjadi ekosistem wisata keluarga yang rapi, bersih, ramah Muslim, dan menguntungkan masyarakat sekitar. Model inilah yang bisa menjadi cetak biru bagi Jepara.
Dalam konteks wisata halal, destinasi seperti Songgo Langit punya nilai tambah yang besar. Selain keindahan alam yang diciptakan Tuhan, wisata ini juga bebas dari hal-hal yang bertentangan dengan nilai etika keluarga. Potensi pengembangan fasilitas seperti musala, toilet bersih, kuliner halal, dan area privat untuk keluarga bisa meningkatkan kunjungan dari kalangan Muslim, baik domestik maupun mancanegara.
Digitalisasi promosi juga penting. Banyak air terjun yang tersembunyi di Jepara belum terdata atau terpetakan dengan baik di media digital. Padahal, anak muda saat ini sangat bergantung pada platform seperti TikTok, Instagram, dan Google Maps untuk menentukan tujuan wisata. Pemerintah daerah dan komunitas perlu bersinergi untuk mengisi kekosongan informasi ini.
Tak kalah penting adalah pelibatan aktif pemuda desa dan pelaku UMKM. Songgo Langit sudah mulai menunjukkan arah ke sana, namun perlu diperluas. Pengelolaan parkir, penyewaan perlengkapan outdoor, hingga pemandu wisata bisa menjadi ladang ekonomi kreatif berbasis lokal yang memperkuat ketahanan ekonomi desa.