Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah menerbitkan regulasi baru yang cukup menggemparkan pelaku industri e-commerce dan logistik, yaitu Permenkomdigi Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial.
Regulasi ini, khususnya Pasal 45 ayat 3, membatasi pemberian potongan ongkos kirim (ongkir) oleh penyedia jasa kurir maksimal hanya tiga hari dalam sebulan. Sebuah intervensi pasar yang, alih-alih menstimulasi persaingan sehat, justru bisa menekan laju inovasi dan konsumsi digital.
Dalam pendekatan ekonomi mikro, insentif merupakan fondasi dari perilaku pasar. Promo ongkir yang selama ini menjadi insentif kuat bagi konsumen untuk melakukan transaksi daring, bukan hanya sekadar gimmick pemasaran, melainkan komponen vital dalam ekosistem digital yang saling terhubung. Intervensi yang membatasi insentif ini tanpa kompensasi struktural akan mengganggu keseimbangan antara penjual, pembeli, dan penyedia logistik.
Model bisnis e-commerce bersifat multi-sided platform, di mana nilai dari platform meningkat seiring dengan jumlah partisipan di masing-masing sisi, yaitu konsumen, merchant, dan penyedia logistik.
Pembatasan promo ongkir akan menurunkan daya tarik bagi konsumen, yang pada gilirannya membuat penjual kehilangan motivasi, dan efeknya menjalar ke penyedia logistik yang kehilangan volume pengiriman.
Jika dilihat dari perspektif welfare economics, kebijakan ini justru bisa menimbulkan deadweight loss akibat penurunan surplus konsumen dan produsen secara bersamaan.
Artinya, konsumen tidak lagi menikmati harga efisien, sementara produsen dan kurir kehilangan potensi pendapatan yang seharusnya bisa diperoleh dari transaksi yang tidak terjadi karena pembatasan ini.
Ketika insentif dibatasi, inovasi akan melambat. Ekosistem digital hanya tumbuh saat semua pihak, dari penjual, pembeli, dan logistik merasa mendapat manfaat. Kebijakan yang bijak adalah yang mendorong pertumbuhan, bukan membatasi potensi pasar yang sedang berkembang.Â
Argumen bahwa potongan ongkir merusak iklim usaha kurir tampaknya kurang memahami struktur pembiayaan promosi. Banyak diskon ongkir tidak disubsidi oleh kurir, melainkan oleh platform dan merchant sebagai strategi akuisisi dan retensi pelanggan.
Dengan kata lain, tidak ada beban finansial langsung ke perusahaan logistik dari promo tersebut. Bahkan, justru transaksi yang meningkat karena promo itulah yang mendorong kinerja dan skala ekonomi perusahaan logistik.