Persoalannya adalah ketidaksesuaian antara struktur pendidikan tinggi kita dengan kebutuhan pasar kerja yang sebenarnya. Kita menghasilkan banyak sarjana ekonomi, hukum, atau manajemen, tapi kebutuhan lapangan justru pada teknisi, operator mesin, atau analis data.
Saya melihat bahwa banyak mahasiswa tidak diajarkan untuk membangun fleksibilitas keahlian. Mereka terlalu fokus pada jalur karier ideal, ari lulus lalu kerja kantoran dan naik jabatan. Padahal dunia kerja hari ini menuntut orang yang bisa belajar cepat, lintas bidang, dan siap berpindah profesi bila perlu.
Inilah yang disebut sebagai survival skill gap. Bukan sekadar skill teknis, tapi kemampuan adaptasi yang justru lebih banyak ditempa di sektor informal atau wirausaha kecil.
Bukan berarti pendidikan tinggi tidak penting, tapi sudah waktunya kampus-kampus di Indonesia mendesain ulang kurikulum mereka agar lebih lentur dan aplikatif.
Pemerintah pun tak bisa tinggal diam. Program vokasi harus dipercepat dan diperluas. Alih-alih hanya berfokus pada peningkatan angka partisipasi kuliah, penting juga mendorong jalur pendidikan alternatif seperti pelatihan keterampilan, sertifikasi industri, dan magang yang betul-betul menyentuh kebutuhan riil dunia usaha.
Kita juga perlu menyadari bahwa kebijakan ketenagakerjaan tidak boleh semata fokus pada penciptaan lapangan kerja baru, tetapi juga pada reskilling dan upskilling pekerja yang terkena dampak PHK. Tanpa ini, angka pengangguran terdidik akan terus membengkak dari waktu ke waktu.
Tidak ada yang salah dengan mengejar gelar akademis. Tapi kita harus mengubah cara pandang bahwa gelar bukan jaminan pekerjaan, melainkan modal untuk terus belajar, berganti arah, dan menjawab tantangan baru.
Dunia kerja hari ini bukan tempat bagi mereka yang sekadar pandai, tapi bagi mereka yang tahan banting dan mudah beradaptasi.
Krisis selalu menyisakan pelajaran penting. Salah satu pelajaran terbesar tahun ini adalah "kecerdasan akademik" saja tidak cukup untuk bertahan di pasar kerja. Butuh keberanian untuk keluar dari zona nyaman, dan kesediaan untuk bekerja di luar bidang studi---asal halal dan bermanfaat.
Jadi, kalau hari ini Anda seorang sarjana yang belum bekerja, jangan kecil hati. Mungkin pekerjaan impian itu belum ada, tapi ada banyak pintu rezeki lain yang bisa diketuk.
Bekali diri dengan keahlian baru, buka mata pada peluang kecil, dan jadilah pekerja yang tidak hanya pintar, tapi juga lentur dan tangguh. Karena di dunia kerja masa kini, bukan siapa yang paling hebat yang bertahan, tapi siapa yang paling bisa menyesuaikan diri.