Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengakhiri Derma Pinggir Jalan, Sebuah Revolusi Kedermawanan dari Jabar

14 April 2025   22:56 Diperbarui: 14 April 2025   22:56 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Jawa Barat dalam keterangan larangan meminta sumbangan di jalan raya se-Jawa Barat (Sumber: jabarnews.com)

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, ketika lampu merah menjadi sejenak jeda dari laju kendaraan, tampak wajah-wajah yang menengadah, menjinjing kotak kardus bertuliskan "Sumbangan Pembangunan Masjid". Ada yang mengenakan sarung, ada yang berbaju koko, dengan semangat membangun rumah Allah. Namun kini, pemandangan itu bakal sirna dari jalanan seantero Jawa Barat.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 37/HUB.O2/KESRA yang melarang segala bentuk permintaan sumbangan di jalan raya, termasuk untuk pembangunan masjid. Larangan ini berlaku di seluruh kabupaten/kota, menyasar seluruh lapisan pemerintahan hingga tingkat desa.

Sekilas, larangan ini mungkin terasa pahit. Bukankah membantu pembangunan masjid adalah amal jariyah? Bukankah setiap koin yang dijatuhkan ke dalam kotak itu bernilai surga? Tapi mari kita tengok lebih dalam, dengan hati jernih dan pandangan filantropi yang berlandaskan maqashid syariah.

Dalam teori filantropi sosial, ada prinsip bahwa kedermawanan harus membawa maslahat, bukan mafsadat. Ketika niat baik menghadirkan ketidaktertiban, membahayakan pengguna jalan, bahkan menyulut cibiran terhadap Islam sebagai agama yang "menghalalkan" kekacauan ruang publik, maka perlu evaluasi paradigma. Jalan raya bukan tempat ibadah, bukan pula arena transaksi ketakwaan. Ia adalah ruang umum yang harus steril dari aktivitas yang berpotensi mengganggu keteraturan sosial. Di sinilah filosofi SE Gubernur Dedi Mulyadi menemukan relevansinya.

Filantropi Islam sejati bukan tentang berapa banyak kita kumpulkan di jalan, tapi bagaimana kita membangun peradaban dari kebaikan yang tertib, profesional, dan bermartabat, karena derma yang mulia tak perlu mengganggu hak orang lain di ruang publik. 

Dengan larangan tersebut, Pemprov Jabar sebenarnya sedang merestorasi wajah Islam dalam bingkai ketertiban, keindahan, dan keberadaban. Bukankah Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan"?

Pembangunan masjid adalah misi mulia. Tapi mulia bukan hanya pada tujuannya, melainkan juga cara mencapainya. Maka diperlukan strategi filantropi yang tidak bergantung pada belas kasihan di persimpangan, tetapi pada manajemen dana yang akuntabel, terstruktur, dan profesional.

Dunia Islam modern telah lama mengenal filantropi berbasis teknologi atau digital fundraising, wakaf produktif, bahkan crowdfunding syariah. Mengapa kita tetap terpaku pada metode yang bahkan Majelis Ulama Indonesia Sampang telah fatwakan sebagai haram sejak 2011?

Dalam konteks fiqih muamalah, tidak semua yang diniatkan baik otomatis menjadi baik. Jalan raya adalah milik publik, dan setiap pelanggaran terhadap hak kolektif merupakan pelanggaran atas prinsip keadilan sosial, salah satu pilar utama maqashid syariah.

Gubernur Dedi tidak sedang memerangi kedermawanan, justru ia sedang menyelamatkan citra Islam dari praktik derma yang tidak proporsional. Ia sedang menata ulang relasi antara ruang publik dan ruang ibadah. Surat Edaran ini adalah momentum untuk mengedukasi umat bahwa kebaikan tidak selalu harus tampak, tidak harus disorakkan, apalagi mengganggu. Bukankah tangan kanan yang memberi tak perlu diketahui tangan kiri?

Membangun masjid tak harus dimulai dari kotak kardus di lampu merah. Mari lahirkan kedermawanan yang beradab, yang memuliakan syariat, menghormati ketertiban, dan menjadikan infak sebagai wujud cinta, bukan sekadar rutinitas tanpa 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun