Mohon tunggu...
Muh Khamdan
Muh Khamdan Mohon Tunggu... Researcher / Analis Kebijakan Publik

Berbagi wawasan di ruang akademik dan publik demi dunia yang lebih damai dan santai. #PeaceStudies #ConflictResolution

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Cerita dari Jakarta: Menelusuri Wajah Kota dalam Fiksi Pramoedya

5 Februari 2025   09:35 Diperbarui: 5 Februari 2025   17:56 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, pembangunan ini justru menggusur penduduk asli, menciptakan pergeseran sosial yang tajam, sekaligus maraknya wanita malam sebagai konsekuensi dari ketimpangan yang diciptakan oleh urbanisasi paksa.

Cerita terakhir, atau kedua belas, menggambarkan kawasan Gambir yang dipenuhi kuli panggul serta serangkaian kriminalitas yang menyertainya. Gambir dalam cerita ini tidak hanya menjadi pusat aktivitas ekonomi, tetapi juga pusat dari berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh kelas pekerja yang bertahan di tengah kerasnya kehidupan kota.

Relasi sosial antara jongos dan babu dalam cerita-cerita ini juga mencerminkan struktur sosial Jakarta yang terus berulang dalam bentuk lain. 

Jika dahulu para babu dan jongos melayani tuan-tuan mereka di rumah-rumah besar, kini bentuk ketergantungan kelas ini berubah menjadi relasi antara pekerja informal dengan kelas menengah atas. Jakarta tetap menyimpan wajah stratifikasinya yang kaku, di mana kelas pekerja urban berjuang di tengah kota yang tak ramah terhadap mereka.

Lebih jauh, Cerita dari Jakarta juga menyoroti lahirnya kelas priyayi baru, kelompok yang menampilkan kemewahan tanpa melalui kerja keras sebagaimana generasi sebelumnya. Ini adalah fenomena yang terus bertahan hingga kini, yang mana muncul kelas-kelas sosial baru yang menikmati gemerlap ekonomi Jakarta tanpa harus mengalami perjuangan keras generasi sebelumnya. 

Hal ini mengingatkan kita bahwa Jakarta bukan sekadar pusat bisnis dan politik, tetapi juga medan kontestasi sosial yang sarat dengan ironi dan paradoks.

Relevansi novel ini dengan kondisi Jakarta saat ini begitu kuat. Kota ini masih menyisakan ketimpangan yang mirip dengan yang digambarkan Pramoedya lebih dari setengah abad lalu. 

Kampung-kampung yang terus tergusur, penyakit akibat sanitasi buruk yang masih merajalela di permukiman padat, serta kesenjangan antara kelas atas dan kelas pekerja yang semakin melebar adalah bukti bahwa Jakarta dalam Cerita dari Jakarta masih tetap hidup hingga kini.

Pramoedya tidak hanya menulis cerita, ia merekam kenyataan yang tak lekang oleh waktu. Cerita dari Jakarta adalah cermin bagi kita semua, mengingatkan bahwa di balik kilau urbanisasi, ada kisah-kisah lama yang terus berulang. 

Kota ini, seperti yang ia gambarkan, bukanlah tempat yang tumbuh secara organik, tetapi lebih merupakan hasil pemaksaan struktur yang tak selalu berpihak pada rakyat kecil. Pertanyaannya, sampai kapan Jakarta akan terus berada dalam siklus ini?

Jakarta dalam Cerita dari Jakarta bukan sekadar latar, tetapi cermin yang memantulkan ketimpangan, perjuangan, dan harapan. Di balik kilau urbanisasi, ada kisah-kisah yang terus berulang, mengingatkan kita bahwa kota bukan hanya tentang gedung-gedung tinggi, tetapi juga tentang manusia yang berjuang di dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun