Mohon tunggu...
Muhammad IrgiSyaawal
Muhammad IrgiSyaawal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

be a better

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Feminisme terhadap Proses Pengesahan Rancangan Undang-Undang Peghapusan Kekerasan Seksual di Indonesia

8 Juni 2021   19:11 Diperbarui: 8 Juni 2021   19:19 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia sebagai negara yang didominasi oleh budaya patriarki memiliki segudang masalah pada isu kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari keberadaannya, mengingat budaya patriarki telah mengakar kuat di dalam lapisan masyarakat. Absennya pemahaman mengenai kesetaraan gender, juga menyebabkan permasalahan berikutnya timbul. Menurut Sihite (2007), permasalahan yang selanjutnya timbul berupa maraknya tindakan kekerasan terhadap perempuan.

Lalu dijabarkan pula mengenai bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan, terutama yang basisnya masih di dalam kungkungan patriarki. Ellis melalui karyanya yang berjudul A Synthesized (Biosocial) Theory of Rape yang terbit pada 1991 silam, mengungkapkan tentang The Feminist Theory of Rape, perihal hubungan antara posisi perempuan dengan tindakan pemerkosaan ataupun kekerasan seksual yang mereka peroleh. Bahwasanya kekerasan seksual bermula dari tradisi sosial yang menempatkan kaum lelaki pada kedudukan yang lebih dominan ketimbang kaum perempuan di segala aspek kehidupan. Baik aspek sosial, ekonomi, maupun politik. Dominasi kaum lelaki tersebut membuat posisi kaum perempuan menjadi inferior, sehingga lebih mudah tertindas.

Penyebab dari praktik kejahatan kekerasan ataupun pemerkosaan dilakukan, bukan hanya karena kepuasan seksual semata. Namun lebih dari itu, yakni disebabkan karena terdapat keinginan melakukan pembuktian atas dominasi dan kontrol yang kuat dari laki-laki terhadap perempuan. Teori Feminis yang dikemukakan oleh Ellis juga memandang bahwa adanya ketidaksetaraan mengakibatkan kaum perempuan mudah mendapat kekerasan serta pemerkosaan. Hal ini juga pada akhirnya  memengaruhi cara  kaum lelaki bertindak secara seksual untuk mendominasi perempuan.

Kebiasaan yang dimiliki lelaki dalam hal bersikap dan merasa memiliki kedudukan yang lebih superior terhadap perempuan juga berakibat fatal. Sebab, hal tersebut memicu tindakan kekerasan baik seksual maupun verbal kepada perempuan kian marak. Sihite, melalui bukunya yang bertajuk Perempuan, Kesetaraan & Keadilan: Suatu Tinjauan Berwawasan Gender juga mengamini hal tersebut. Dipaparkan olehnya bahwa tindakan kekerasan pada perempuan jumlahnya mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Pendapat bahwa tiap tahunnya kekerasan seksual mengalami peningkatan juga dialami oleh masyarakat, khususnya perempuan, di Indonesia. Fakta mencatat bahwasanya pada tahun 2019 komnas perempuan dan anak mencatat sebanyak 413.417 kasus kekerasan pada perempuan. Jumlah tersebut meningkat  6 persen dari tahun sebelumnya yang jumlahnya 406.178 kasus.

Sementara itu, Laporan Catatan Tahunan 2020 dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebut dari total 3602 kekerasan terjadi di ranah publik, 58 persen adalah kekerasan seksual meliputi pencabulan, perkosaan, pelecehan seksual, persetubuhan dan sisanya percobaan perkosaan, pelecehan dan persetubuhan.  Namun sayangnya tidak semua kasus tersebut mendapat tanggapan berupa pemrosesan secara hukum.

Padahal ditinjau dari segi yuridis, kekerasan seksual diatur dalam beberapa aturan seperti KUHP, UU Penghapusan KDRT, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPO), hingga diatur dalam KUHAP. Hal tersebut disebabkan karena proses hukum menunjukkan banyaknya kendala yang dihadapi dalam penegakkan hukum kekerasan seksual.

Selain itu, mengacu pada tingkat darurat kekerasan seksual yanga ada dan terus bertambah seiring dengan pandemi Covid-19. Entitas Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) mengungkapkan bahwa kebijakan lockdown justru membuat kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat. Banyak laporan mengenai kasus kekerasan seksual, tercatat sebanyak 299. 911 kasus dilaporkan, namun  tidak semuanya masuk proses hukum. Hanya sekitar kurang dari 30 persen kasus saja yang diproses hukum.

Hal tersebut diperparah dengan ditambah lagi satu bukti kasus terkini yang ramai di media massa, adalah mengenai anak anggota DPRD Bekasi yang merupakan tersangka kasus pemerkosaan remaja. Pihak pelaku meminta penyelesaian kasus berupa dinikahkannya anak anggota DPRD tersebut dengan korban pemerkosaan. Dan hal tersebut masih dianggap wajar, padahal menikahkan korban dengan pemerkosa merupakan sebuah langkah yang justru akan mencelakai korban dikemudian hari. Dan hal ini jelas adanya akan membahayakan hak asasi manusia penyintas kekerasan seksual tersebut, terlebih korban merupakan seorang perempuan.

Ditambah lagi, fakta bahwa kekerasan terbesar di indonesia adalah kekerasan seksual. Hal ini sudah terjadi sejak masa penjajahan dan hingga sekarang. Pelaku kekerasan seksual tak lain dan tak bukan adalah orang-orang terdekat, dengan bentuk modus tipu muslihat hingga relasi kuasa. Lantas, Undang-Undang Kekerasan Rumah Tangga, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan Undang- Undang perlindungan anak belum dirasa cukup untuk menanggulangi proses hukum kejahatan kekerasan seksual yang terjadi.

Lemahnya respon secara hukum terhadap kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan merupakan sebuah bukti kuat dibutuhkannya payung hukum yang jelas untuk menindaklanjuti kejahatan tersebut. Apabila kasus ini tetap dibiarkan, tindakan kejahatan dan kekerasan seksual menjadi sesuatu yang dinormalisasi bagi pelaku namun tabu bagi penyintasnya. Hal ini justru malah memperparah keadaan dan tidak menyelesaikan apapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun