Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Endritama
Muhammad Irfan Endritama Mohon Tunggu... manusia

berjuanglah dengan rasa

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Rem Blong dan Lubang Regulasi: Mengapa Masih Sering Terjadi di 2025?

23 Juli 2025   22:15 Diperbarui: 23 Juli 2025   22:15 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uji Kir (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

pada tahun 2025, waktu teknologi transportasi terus berkembang serta kesadaran keselamatan berlalu lintas semakin disuarakan, bertentangan dengan harapan akbar masih terjadi pada jalan-jalan Indonesia: kecelakaan akibat rem blong terus berulang, bahkan kian mematikan. Sejumlah insiden tragis di aneka macam daerah, mulai asal Semarang, Malang, sampai Cianjur, pulang menawarkan betapa nyawa masih rentan di jalan raya, khususnya waktu truk-truk akbar kehilangan kendali sebab sistem pengereman yang gagal berfungsi.

masalah rem blong bukan hal baru. pada laporan Korlantas Polri dan  Ditjen Perhubungan Darat, rem blong menempati peringkat atas dalam penyebab kecelakaan berat yang melibatkan tunggangan akbar. namun pertanyaannya, mengapa di tahun 2025 saat teknologi monitoring kendaraan telah berkembang dilema klasik ini tetap menghantui?

Jawabannya terletak di lubang regulasi serta lemahnya implementasi supervisi. poly tunggangan niaga, terutama truk pengangkut barang, masih beroperasi tanpa melalui uji KIR berkala yg layak. Bahkan tidak sedikit yang menggunakan rem modifikasi atau overload muatan, memaksa sistem pengereman bekerja pada luar batas kemampuannya.

Sebenarnya, regulasi terkait keselamatan tunggangan sudah relatif banyak. misalnya, Peraturan Menteri Perhubungan No. 133 Tahun 2015 wacana Pengujian terjadwal kendaraan Bermotor, sampai Undang-Undang kemudian Lintas dan  Angkutan Jalan No. 22 Tahun 2009. tetapi, regulasi tersebut acapkali hanya bertenaga di atas kertas.

di lapangan, praktik pungli, uji KIR yang "dari lolos", sampai supervisi jalan yg tidak konsisten membentuk kendaraan menggunakan kondisi tidak layak jalan permanen melenggang bebas. Ditambah lagi, koordinasi antarinstansi seperti Dishub, Kepolisian, dan pemda sering tidak sinkron dalam penindakan.

Selain masalah regulasi, terdapat jua aspek kualitas pengemudi serta edukasi teknis yg rendah. poly sopir truk tidak menerima pelatihan ihwal teknik pengereman darurat, apalagi memahami cara kerja sistem rem angin atau hidrolik yang mereka operasikan setiap hari. Ini diperparah menggunakan sistem kerja lembur tanpa henti yang membentuk kelelahan menjadi pemicu kelalaian.

Padahal, pada era digital ini, telematika kendaraan telah bisa menyampaikan peringatan dini terhadap dilema rem atau beban berlebih. Sayangnya, teknologi ini masih jarang diterapkan di armada truk konvensional sebab dievaluasi "mahal" sang perusahaan atau pemilik armada kecil.

Apa yang bisa Dilakukan?

1.        Audit serta Revitalisasi Uji KIR: Pemerintah perlu melakukan audit akbar-besaran  terhadap praktik uji kendaraan, termasuk sertifikasi ulang terhadap petugas serta penguji.

2.        Penerapan Teknologi Monitoring: Wajibkan penggunaan sistem monitoring rem serta beban pada truk angkutan barang.

3.        Standarisasi dan sertifikasi Pengemudi: Pengemudi tunggangan berat seharusnya melalui pelatihan serta uji kompetensi secara bersiklus, bukan sekadar mengantongi SIM B.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun