Mohon tunggu...
Muhammad Irfan
Muhammad Irfan Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena "Childfree" di Indonesia

12 Februari 2024   09:24 Diperbarui: 12 Februari 2024   09:35 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: freepik.com

Childfree adalah sebuah pilihan hidup yang secara sadar dan tanpa paksaan memilih untuk tidak memiliki anak, baik itu anak kandung, anak tiri, ataupun anak angkat. Pilihan ini dapat diambil oleh individu atau pasangan, dan tidak terbatas pada jenis kelamin, agama, ataupun status pernikahan.

Fenomena "childfree" di Indonesia mulai muncul dan ramai diperbincangkan dalam beberapa tahun terkhir. Hal ini dipicu oleh beberapa faktor, seperti:

  • Perubahan sosial dan ekonomi: Masyarakat Indonesia semakin modern dan individualis, dengan fokus pada pengembangan diri dan karir. Biaya hidup yang tinggi juga menjadi pertimbangan dalam memilih untuk memiliki anak.
  • Akses informasi yang lebih luas: Internet dan media sosial memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang berbagai pilihan hidup, termasuk childfree.
  • Keberanian untuk mendobrak norma: Generasi muda Indonesia semakin berani untuk mendobrak norma-norma tradisional dan memilih hidup yang sesuai dengan keinginan mereka.

Alasan di balik pilihan "childfree" beragam dan sangat personal, namun beberapa yang umum ditemui antara lain:

  • Prioritas hidup: Fokus pada pengembangan diri, karir, atau hobi yang sulit dijalani dengan tanggung jawab anak.
  • Kemandirian finansial dan kebebasan: Keinginan untuk hidup mandiri tanpa beban finansial dan memiliki lebih banyak waktu luang untuk eksplorasi pribadi.
  • Kepedulian lingkungan: Mengurangi jejak karbon dan populasi manusia yang dianggap berkontribusi pada perubahan iklim.
  • Keraguan kemampuan mengasuh: Tidak merasa siap atau mampu secara mental dan emosional untuk menjadi orang tua.
  • Pandangan filosofis: Tidak meihat anak sebagai kebutuhan untuk merasa lengkap atau mencapai kebahagiaan.

Perspektif Sosiologis dan Psikologis

Sumber gambar: freepik.com
Sumber gambar: freepik.com

Dampak "childfree" terhadap struktur keluarga dan masyarakat masih menjadi topik yang diperdebatkan. Berikut beberapa kemungkinan dampaknya:

Struktur Keluarga

  • Penurunan jumlah anggota keluarga: Potensi berkurangnya jumlah anak dalam satu keluarga, yang dapat memengaruhi struktur keluarga tradisional.
  • Perubahan peran dan tanggung jawab: Peran dan tanggung jawab anggota keluarga yang tidak memiliki anak mungkin berubah, seperti fokus pada pengembangan diri atau merawat orang tua.

Masyarakat

  • Penurunan populasi: Potensi berkurangnya populasi di masa depan, yang dapat memengaruhi struktur usia dan tenaga kerja.
  • Perubahan norma dan nilai: Munculnya norma dan nilai baru tentang keluarga dan kebahagiaan, yang dapat mendorong toleransi dan pemahaman terhadap pilihan hidup yang berbeda.
  • Beban ekonomi: Potensi berkurangnya tenaga kerja di masa depan, yang dapat meningkatkan beban ekonomi pada generasi berikutnya.

Pandangan agama dan budaya terhadap "childfree" sangat beragam dan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut. Secara umum:

  • Agama-agama Abrahamic seperti Islam, Kristen, dan Yahudi umumnya menganggap memiliki keturunan sebagai suatu berkah dan kewajiban, serta sering dikaitkan dengan kelangsungan keluarga dan komunitas. Namun, sebagian interpretasi juga menekankan pada niat baik dan tanggung jawab individu, sehingga tidak semuanya secara tegas melarang "childfree".
  • Agama-agama Timur seperti Hindu dan Budha memiliki pandangan yang lebih fleksibel. Hindu dapat memandang "childfree" sebagai jalan hidup alternatif untuk mencapai moksha (kebebasan), sementara Budha menekankan kepuasan spiritual yang dapat dicapai dengan berbagai cara, terlepas dari memiliki anak.
  • Budaya-budaya individualis seperti di negara-negara Barat umumnya lebih menerima pilihan "childfree" sebagai hak individu dan pilihan gaya hidup. Sebaliknya, budaya-budaya kolektivis seperti di Asia Timur masih sering menganggap penting kelangsungan keluarga dan keturunan, sehingga "childfree" mungkin dipandang dengan skeptis atau tekanan sosial.

Kesejahteraan mental dan emosional individu "childfree" dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:

  • Dukungan sosial: Memiliki teman, keluarga, dan komunitas yang mendukung pilihan "childfree" dapat meningkatkan kesejahteraan mental dan emosional.
  • Keberhasilan dalam mencapai tujuan hidup: Fokus pada pengembangan diri, karir, atau hobi dapat memberikan rasa puas dan bahagia.
  • Kemampuan mengelola stres: Tekanan sosial dan stigma terhadap "childfree" dapat menjadi sumber stres, sehingga penting untuk memiliki strategi coping yang baik.
  • Kesehatan mental secara keseluruhan: Individu dengan riwayat depresi, kecemasan, atau masalah kesehatan mental lainnya mungkin perlu lebih berhati-hati dalam mempertimbangkan "childfree" dan mencari dukungan profesional jika diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun