Kalau pejabat tidak membaca, mereka akan mudah terjebak pada cara berpikir lama, kebijakan hanya untuk menyenangkan kelompoknya, bukan memperkuat institusi yang inklusif.
Buku ini bahkan mengingatkan: "Extractive political institutions concentrate power in the hands of a few, and then use this power to maintain extractive economic institutions."
Bukankah kita sering melihat ini terjadi di negeri sendiri?
Dari Halaman ke Kebijakan
Membaca buku memang tidak otomatis membuat seorang pejabat jadi bijak. Tapi tanpa membaca, sulit membayangkan lahirnya kebijakan besar yang berakar pada pengetahuan mendalam.
Why Nations Fail bisa menjadi pintu kesadaran. Bahwa maju atau tidaknya sebuah bangsa bukanlah takdir, melainkan pilihan. Dan pilihan itu ditentukan oleh keberanian membangun institusi yang inklusif.
Jadi, sebelum sibuk dengan agenda rapat atau seremoni, alangkah baiknya para pejabat kita meluangkan waktu membaca buku ini. Karena dari satu buku ini saja, mereka bisa mendapat peta jalan yang jelas: bangsa gagal bukan karena rakyatnya malas, tapi karena institusinya dibiarkan rapuh.
Kesimpulan singkat: Kalau pejabat Indonesia mau benar-benar belajar dari sejarah dunia, mau memahami akar kemajuan atau kegagalan bangsa, maka satu buku ini wajib masuk daftar bacaan: Why Nations Fail.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI