Mohon tunggu...
muhammad ikmal
muhammad ikmal Mohon Tunggu... Sosial budaya, Keuangan dan Perpajakan

Hobi: Menulis, Olahraga dan Membaca. Topik yang disukai: Sosial, Ekonomi, Keuangan, perpajakan dan Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Makan Gratis atau Uang Tunai? Jangan Ada yang Terkorbankan!

20 September 2025   11:02 Diperbarui: 20 September 2025   11:02 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Image Generator

Jangan Korbankan Gizi Anak Demi Proyek Ambisius!

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah ide brilian. Siapa yang tidak setuju bahwa anak-anak harus mendapat asupan gizi yang baik untuk tumbuh dan belajar? Di atas kertas, program ini adalah solusi yang tepat untuk mengatasi stunting dan ketimpangan gizi di Indonesia. Namun, kenyataan di lapangan berkata lain.

Data yang ada begitu mencemaskan. Ribuan anak dilaporkan keracunan makanan. Ini bukan sekadar angka, melainkan cermin dari kegagalan sistem. Ini adalah bukti bahwa program sebesar ini tidak bisa dijalankan hanya bermodal semangat dan ambisi, tanpa persiapan matang di lapangan. Kita sedang mempertaruhkan kesehatan dan masa depan anak-anak kita.

Ketika Ide Brilian Bertemu Realitas Pahit

Masalah utama program MBG bukanlah pada konsepnya, melainkan pada eksekusinya. Program ini menghadapi tantangan logistik dan pengawasan yang luar biasa. Banyak pihak khawatir, seperti Dosen Kebijakan Kesehatan Dicky Budiman, yang menyoroti kurangnya rantai dingin (cold chain) dan sanitasi dalam proses distribusi. Makanan dimasak pada pagi hari, lalu didistribusikan ke sekolah-sekolah yang mungkin tidak memiliki fasilitas penyimpanan yang memadai, dan baru disajikan di siang hari. Ini menjadi resep yang sempurna untuk bencana.

Usulan dari DPR, seperti disampaikan oleh Charles Honoris, untuk mengganti program makanan langsung menjadi uang tunai (cash transfer) bukanlah tanpa alasan. Model ini lebih efisien dan meminimalkan risiko keracunan karena keluarga bertanggung jawab penuh atas makanan anak. Namun, pemerintah, melalui Mensesneg Prasetyo Hadi, tetap mempertahankan skema makanan langsung karena dianggap sebagai cara terbaik untuk memastikan anak-anak benar-benar mengonsumsi makanan yang bernutrisi. Kedua pendapat ini valid, namun kita harus mencari jalan tengah.

Solusi Humanis yang Berkelanjutan

Masyarakat, terutama orang tua, adalah kunci keberhasilan program ini. Mereka adalah pihak yang paling tahu kebutuhan anak-anak mereka. Daripada terjebak pada perdebatan antara makanan langsung dan uang tunai, mengapa kita tidak menggabungkan keduanya dalam sebuah skema hibrida yang lebih humanis dan fleksibel?

Berikut adalah beberapa usulan solusi yang dapat dipertimbangkan:

1. Model Bantuan Tunai Bersyarat dengan Dukungan Komunitas: Berikan bantuan uang tunai kepada keluarga, tetapi dengan syarat bahwa uang tersebut digunakan untuk membeli bahan pangan lokal. Program ini harus didukung dengan pendidikan gizi yang intensif dan pendampingan dari Puskesmas atau kader posyandu. Ini mirip dengan program Program Keluarga Harapan (PKH) yang sudah berjalan sukses, tetapi fokusnya khusus pada gizi anak.

2. Revitalisasi Dapur Umum di Sekolah: Makanan langsung bisa tetap ada, tetapi tidak lagi dikerjakan oleh pihak ketiga dengan pengawasan yang lemah. Sekolah dapat membangun dapur umum mini yang dikelola oleh koperasi sekolah atau bahkan oleh komite orang tua siswa. Model ini akan memberdayakan masyarakat, menjamin keamanan pangan karena makanan dimasak dan disajikan di tempat, serta memungkinkan penggunaan bahan-bahan segar dari petani lokal.

3. Libatkan Orang Tua dan Komunitas Lokal: Kunci suksesnya program adalah transparansi dan akuntabilitas. Orang tua harus dilibatkan dalam perencanaan menu, pengawasan, dan bahkan penyiapan makanan. Dengan melibatkan mereka, kita membangun rasa memiliki dan memastikan bahwa program ini benar-benar berjalan sesuai kebutuhan anak-anak, bukan sekadar proyek.

Program Makan Bergizi Gratis harus berorientasi pada manusia, bukan pada proyek. Prioritas utama kita adalah keselamatan dan kesehatan anak-anak. Mari jadikan program ini sebagai kesempatan untuk membangun ketahanan pangan dan ekonomi di tingkat lokal, serta memberdayakan keluarga dan komunitas. Jika kita terus abai, kita bukan hanya mengorbankan gizi, tapi juga masa depan mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun