Mohon tunggu...
muhammad ikmal
muhammad ikmal Mohon Tunggu... Sosial budaya, Keuangan dan Perpajakan

Hobi: Menulis, Olahraga dan Membaca. Topik yang disukai: Sosial, Ekonomi, Keuangan, perpajakan dan Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

PHK Massal Menghantam Indonesia, Buruh Kontrak Selalu di Ujung Tanduk

3 September 2025   09:30 Diperbarui: 4 September 2025   10:53 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Independent GPT Creator- NAIF J ALOTAIBI

2025 seharusnya jadi tahun penuh harapan. Tapi kenyataannya, justru banyak rumah tangga di Indonesia yang dicekam ketidakpastian. Lebih dari 54 ribu pekerja mendadak kehilangan mata pencaharian, tersebar di 81 perusahaan yang merumahkan karyawannya. Di balik angka itu, ada wajah-wajah bingung yang tak tahu harus mulai dari mana besok pagi.

Budi sorang pekerja kontrak bercerita, di pagi hari yang biasanya penuh rutinitas, mendadak jadi hari yang mengubah segalanya. Surat pemutusan kontrak tiba-tiba diserahkan begitu saja, tanpa banyak kata, tanpa kesempatan bertanya lebih jauh. Budi sudah bekerja tiga tahun di pabrik itu. Gaji pas-pasan, tapi cukup untuk bayar kos, cicilan motor, dan sedikit kiriman buat orang tua di kampung. Kini, semua itu berhenti seketika.

Budi bukan satu-satunya. Di pabrik tempat Ia bekerja, puluhan rekannya juga menerima nasib serupa. Katanya, ini bagian dari efisiensi perusahaan. Katanya, ini demi keberlanjutan bisnis. Tapi di sisi lain, ada gedung baru yang sedang dibangun, ada rapat-rapat besar dengan investor yang tak pernah kami tahu hasilnya. Rasanya, keadilan itu hanya jadi kata di brosur perekrutan.

Lonjakan PHK di paruh pertama tahun ini naik 32 persen dibanding tahun lalu. Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten. Tiga daerah itu kini jadi titik merah pemutusan kerja, dari pabrik garmen sampai tambang batu bara, dampaknya sama kontrak diputus, gaji berhenti, janji perlindungan tinggal cerita. Dan seperti sudah jadi pola, yang pertama kali terlempar justru mereka yang statusnya paling rapuh yaitu buruh kontrak.

Pemerintah sudah pasang spanduk kebijakan, Satgas PHK, insentif pajak, subsidi upah. Semua terdengar rapi di atas kertas. Tapi di lapangan, pekerja bertanya: "Apa benar semua itu untuk kami? atau hanya perban sementara untuk angka ekonomi?"

Buruh kontrak tak minta istimewa. Mereka cuma ingin diajak bicara sebelum keputusan diambil. Mereka ingin perlindungan yang tidak hanya ada di brosur sosialisasi. Karena setiap kali perusahaan menyebut kata efisiensi, yang hilang bukan sekadar pekerjaan tapi juga rasa aman.

Negara lain memberi contoh, Jerman dan Prancis melindungi pekerja dengan regulasi ketat dan subsidi upah yang nyata. Malaysia dan Singapura membangun dialog tiga arah pemerintah, pengusaha, pekerja bukan hanya janji manis konferensi pers.

Indonesia? Bisa kok belajar dari itu semua. Tapi belajar saja tidak cukup. Satgas harus punya kuasa, bukan sekadar formalitas. Pelatihan ulang harus jalan, bukan jadi proyek setengah hati. Dan yang paling penting buruh kontrak tidak boleh terus jadi korban pertama setiap kali ekonomi goyah.

Ribuan keluarga kini menunggu kepastian. Bukan hanya tentang gaji bulan depan, tapi juga tentang rasa aman yang perlahan lenyap. Negara tidak boleh hanya hadir di atas podium ia harus hadir di dapur yang mulai sepi, di ruang tamu yang dihantui tagihan, dan di hati pekerja yang masih berjuang untuk percaya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun