Mohon tunggu...
Muhammad Iftahul Jannah
Muhammad Iftahul Jannah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

manusia bisa terang karena ada manusia lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ndompleng (Note for Election)

23 Maret 2014   16:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Turun gunung—itulah istilah yang digunakan oleh media nasional saat ini untuk menandakan bahwa seorang pemimpin partai, pentolan suatu partai, bahkan seorang Gubernur sekalipun berubah menjadi juru kampanye partai masing-masing—tidak tanggung-tanggung, mereka ini seakan tak punya pekerjaan yang lebih dibutuhkan masyarakat yang dipimpin.

Media bertambah ramai setelah Gubernur DKI Jakarta, sebut saja namanya bunga, menjadi juru kampanye nasional bagi partai banteng. Muncul juga nama yang berinisial JK dan AT, yang notabene adalah pentolan dari partai beringin, yang tentu juga adalah tokoh-tokoh favorit nasional diangkat sebagai juru kampanye nasional. Dari dua contoh ini saja dapat diambil benang merah bahwa kedua macam partai itu masih punya mental untuk menipu rakyat. Dua hari yang lalu partai penguasa, setidaknya sampai 2014, berencana menjadikan pak SBY dan jajaran menterinya yang termasuk dalam satu partai sebagai juru kampanye nasional pula. Ya gusti, ya gusti, maafkan kekonyolan kami, belum sampai satu bulan bikin himbauan supaya menteri serta kabinet untuk tetap fokus jalankan sisa pemerintahan—sudah lagi ingin jilat kotoran sendiri, yah atau memang sudah ada himbauan baru yang belum sempat menjadi bahan rating media massa bahwa pemerintah dan kabinet harus proaktif ngurus pemenangan partainya masing-masing dipemilu, wallahualam.

Sudah banyak bukti yang membenarkan bahwa sebagian besar magnet politik di Indonesia berfungsi sebagai penipuan dan pembodohan. Mereka memasang foto, silsilah keluarga, golongan darah (konyol), atau juga hal-hal sektarian agar mereka dapat dikenal dan diagungkan, sehingga bisa jadi anggota dewan atau pemimpin—sedang usaha dan prestasi sendiri tak jauh dari prestasi guru di sekolah dasar. Bupati dan gubernur dari hegemoni keluarga sudah marak, sekarang orang-orang yang menganggap dirinya sebagai calon presidenpun muncul dengan background wajah tokoh-tokoh lama Indonesia yang saat itu berjasa dan Berjaya. Pak bunga saja yang belum sampai setengah jalan meminpin DKI Jakarta sudah jadi topeng bagi calon anggota dewan dan calon pemimpin daerah.

Selain juga berdampak pada hal diatas, hal lain yang menjadi sorotan, bisa jadi mangkraknya tugas dan kepentingan untuk mengurus rakyat yang dipimpin. Ini juga adalah kegiatan politik yang merugikan masyarakat. Fokus bercabang, perhatian pula terkikis. Entah hal apapun yang menjadi motif dari hal ini, menurut logika adalah hal yang tidak dibenarkan, bukankah partai-partai itu juga muncul karena kepentingan membawa manusia Indonesia semakin baik, cerdas, adil dan makmur.

Dalam hal itu ada suatu hal yang baik untuk dicontoh—kehadiran contoh seperti kebijakan mantan presiden Indonesia yang ke-3, agar seorang pemimpin yang telah terpilih harus menyerahkan seluruh tenaga dan kepentinganya pada tanggungjawabnya sebagai pemimpin itu sendiri—dengan kata lain, orang-orang yang berada pada pemerintahan haruslah bebas tugas secara struktural atau juga misi partai (mencopot atribut partai dalam menjalankan kepemimpinan).

Hal inilah yang harus terus kita cerdaskan, sebagai salah satu fungsi pendidikan dan teladan kepemimpinan. Darisini pula kita akan bisa menilai bagaimana kredibilitas partai dan calonnya yang muncul dalam kancah pemilu nasional. Tangan-tangan muda yang masih berpikir tentang kejayaan Indonesia harus punya usaha lebih dibanding dengan para makelar rupiah—yang selalu saja dianggap hal biasa dan habit manusia Indonesia. Harus mulai tahu, bahkan paham hal semacam ini. Tahun ini adalah momentum terbaik yang kita miliki, antara pengulangan sejarah buruk dan penemuan Indonesia jaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun