Sayangnya, seni ini mulai tergerus oleh industrialisasi. Garam industri diproduksi massal dengan mesin, tanpa kisah dan sentuhan alam yang sama. Tapi di tengah tantangan itu, beberapa petani dan komunitas sadar bahwa nilai tambah dari keunikan visual dan kultural bisa menjadi daya jual tersendiri.
Beberapa merek garam lokal kini mulai mengemas produknya dengan narasi visual dan artistik mengangkat wajah petani garam, ladang-ladang eksotis, hingga ilustrasi etnik pada labelnya. Di sinilah seni kembali menyelamatkan garam dari sekadar komoditas menjadi cerita yang hidup.
Menjaga Garam, Menjaga Warisan
Melihat garam sebagai karya seni bukan berarti melebih-lebihkan, tapi memuliakan apa yang selama ini dianggap biasa. Karena di balik sejumput garam di atas meja makan, tersimpan peluh, cahaya, dan keindahan yang tak ternilai.
Menjaga seni pembuatan garam tradisional bukan hanya soal produksi, tapi tentang menjaga hubungan manusia dengan alam, menjaga warisan nenek moyang, dan tentu saja merayakan karya seni yang bisa kita rasakan, lihat, dan kecap setiap hari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI