Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan agenda global yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencapai pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2030. Salah satu tujuan yang krusial adalah SDGs 7, yaitu menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern bagi semua. Energi adalah pilar utama kehidupan manusia, tidak hanya dalam menunjang aktivitas rumah tangga, tetapi juga dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Namun, masih terdapat tantangan serius berupa ketidakmerataan akses energi, ketergantungan tinggi pada bahan bakar fosil, serta keterbatasan investasi dalam energi bersih. Oleh karena itu, pembahasan mengenai SDGs 7 menjadi penting agar dapat memberikan gambaran tantangan sekaligus peluang untuk mewujudkan transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Secara global, perkembangan akses energi menunjukkan hasil positif, namun belum terlalu merata. Menurut laporan World Bank dan ESMAP (2025), sekitar 675 juta orang di dunia masih belum memiliki akses listrik, terutama di wilayah Sub-Sahara Afrika. Di sisi lain, International Energy Agency (2023) mencatat bahwa porsi energi terbarukan masih belum cukup untuk mencapai target 2030, dengan proyeksi hanya sekitar 23% dari konsumsi energi dunia. Hal ini jauh di bawah kebutuhan untuk menahan laju kenaikan suhu global di bawah 1,5 C. Sustainable Energy for All (2024) juga menekankan adanya keperluan untuk mempercepat investasi energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar berbasis fosil.
Dalam konteks Indonesia, meskipun rasio elektrifikasi sudah mendekati 100%, kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional masih rendah, sekitar 12---13% pada 2023 (IEA, 2021). Target pemerintah adalah meningkatkan porsi energi terbarukan hingga 23% pada 2025 dan 31% pada 2050. Akan tetapi, realisasi target ini masih terhambat oleh ketidakpastian regulasi, kurangnya insentif investasi, serta keterbatasan infrastruktur. Reuters (2024) mencatat bahwa Indonesia berencana membangun kapasitas energi terbarukan hingga 75 GW dalam 15 tahun mendatang, namun diperlukan investasi lebih dari USD 1 triliun agar transisi energi dapat berjalan sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Penelitian internasional yang diterbitkan oleh International Journal of Energy Economics and Policy (2025) menunjukkan bahwa transisi energi bersih memberikan dampak positif tidak hanya pada ketahanan energi, tetapi juga terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Selain itu, studi Arxiv (2023) menekankan bahwa kombinasi teknologi panel surya (photovoltaics) dengan sistem penyimpanan energi dapat menjadi solusi yang efektif untuk menyediakan listrik terjangkau bagi komunitas terpencil yang selama ini belum terjangkau jaringan listrik konvensional.
Â
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa SDGs 7 merupakan aspek fundamental dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan. Secara global, meskipun akses listrik sudah meningkat, ratusan juta orang masih belum terlayani dan pertumbuhan energi terbarukan berjalan lambat. Di Indonesia, pencapaian rasio elektrifikasi hampir penuh, tetapi ketergantungan pada batubara masih tinggi. Hambatan utama seperti regulasi, investasi, dan infrastruktur perlu segera diatasi. Oleh karena itu, percepatan transisi energi perlu dilakukan melalui kebijakan yang konsisten, insentif investasi, serta pemanfaatan teknologi energi bersih yang inklusif dan berkeadilan. Dengan demikian, SDGs 7 dapat tercapai dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan serta ramah lingkungan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI