2. Counter Disinformasi
Bekerja sama dengan platform digital seperti Meta dan X untuk menandai konten hoaks, serta memanfaatkan fitur factchecking aktif.
3. Pendekatan Proaktif
Ciptakan konten edukatif tentang bahaya hoaks dan literasi digital. Undang influencer, pakar, atau ahli hukum untuk membuat penjelasan yang mudah dipahami.
Dimensi Akademik dan Demokrasi
Menurut Dr. Herlambang P. Wiratraman, ahli hukum tata negara dari Universitas Airlangga:
"Jika sebuah tuduhan tidak didasarkan pada bukti yang valid dan hanya berputar pada opini, maka itu bukan kritik, melainkan bentuk disinformasi yang bisa mengarah ke pencemaran nama baik."
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Ahmad Zainul Ihsan Arif menggarisbawahi pentingnya transparansi:
"Disinformasi tumbuh dalam ruang yang diisi oleh kecurigaan dan krisis kepercayaan. Transparansi menjadi satusatunya cara untuk mempersempit ruang geraknya."
Tantangan: Polarisasi dan Ruang Gema
Sayangnya, fakta sering kali tak cukup untuk mematahkan narasi palsu, terutama di tengah polarisasi politik yang ekstrem. Banyak warganet yang hanya percaya pada informasi yang mengonfirmasi keyakinan mereka. Echo chamber di grup WhatsApp atau akunakun anonim menjadi lahan subur bagi teori konspirasi.
Kredibilitas sebagai Aset Bangsa
Kredibilitas adalah aset yang tak ternilai dalam kepemimpinan publik. Isu ijazah palsu terhadap Presiden Jokowi menjadi pengingat penting bahwa tantangan terbesar di era digital bukan hanya bagaimana menyampaikan informasi, tetapi bagaimana melawan disinformasi secara strategis dan terstruktur.