Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabbarakatuh
Kepada Pak Prof. Dr. Apollo, Ak., M.Si. yang saya hormati.
Berikut ini adalah jawaban saya terkait dengan kuis 13 tentang Kasus Sub-CPMK 4. Proses Auditing Sektor Usaha Perkebunan Sawit.
Analisis Proses Audit Sektor Perkebunan Sawit
Pemerintah Indonesia berencana untuk mengaudit semua perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di negara ini, dalam upaya untuk mengatasi kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng. Para ahli mengaitkan krisis ini dengan fakta bahwa industri minyak sawit negara didominasi oleh segelintir perusahaan besar. Perusahaan-perusahaan ini memiliki konsesi yang besar, melebihi batas yang ditentukan oleh pemerintah, memungkinkan mereka menggunakan kekuatan yang sangat besar untuk mendikte harga, kebijakan, dan pasokan. Analis mengatakan audit harus mengatasi masalah kepemilikan tanah ini, serta masalah lain yang mengganggu industri, seperti kurangnya data dan transparansi yang jelas. Aktivis menyambut baik pengumuman pemerintah Indonesia untuk melakukan audit nasional terhadap semua perusahaan minyak sawit yang beroperasi di sini, sebagai tanggapan atas kekurangan minyak goreng yang melanda produsen minyak sawit terbesar dunia itu. Yang terjadi di industri minyak goreng sangat kotor, karena diisi oleh banyak oligarki. Banyak kebijakan untuk meningkatkan pasokan dan menurunkan harga merupakan tindakan sementara yang gagal mengatasi masalah mendasar di balik kekurangan yang telah berlangsung sejak Oktober tahun lalu. Langkah-langkah ini termasuk mewajibkan perusahaan untuk mengalokasikan 20% dari minyak sawit mentah (CPO) mereka untuk penggunaan domestik; pembatasan harga jual CPO; dan --- yang paling ekstrim --- melarang ekspor CPO.Â
Namun larangan tersebut, yang akhirnya dicabut, tidak berhasil menurunkan harga CPO dan memperlancar pasokan, merujuk pada praktik kartel dalam industri tersebut, kata Ridho Pamungkas, Kepala Badan Pengawas Persaingan Usaha Pemerintah, KPPU, di Medan, Sumatera Utara. Di lapangan, [kami] menemukan bahwa harga minyak goreng masih [tidak berubah]," katanya saat konferensi pers online baru-baru ini. "[Dan] pencabutan larangan ekspor [seharusnya] mengakibatkan kenaikan harga tandan buah sawit segar dan CPO. Tapi [kedua harga] belum kembali ke harga mereka sebelum larangan ekspor. Menurut data Badan Pusat Statistik, BPS, harga minyak goreng curah hanya turun menjadi Rp18.220 ($1,26) per kilogram di bulan Mei, dari Rp18.980 ($1,31) per kg di bulan April. Sebaliknya, larangan ekspor merugikan petani kecil, karena mengakibatkan penurunan harga tandan buah sawit segar sebesar 58%, dari Rp3.814 menjadi Rp1.569 (26 menjadi 11 sen AS) per kilo.
Untuk mengatasi masalah ini, Presiden Joko Widodo baru-baru ini menugaskan Luhut Pandjaitan, menteri utama yang membidangi investasi, untuk sampai ke inti masalah. "Ketika presiden meminta saya untuk mengelola [soal] minyak goreng, orang berpikir itu hanya [soal] minyak goreng," katanya saat acara pada 25 Mei. "Tidak, saya akan langsung ke tingkat hulu [yaitu minyak kelapa sawit]. Semua [perusahaan] kelapa sawit harus diaudit oleh kami." Luhut mengatakan audit tersebut akan menjadi yang pertama dari jenisnya, dan akan meneliti semua aspek perusahaan kelapa sawit, termasuk izin, produksi, dan ukuran konsesi mereka.
Eddy Martono Rustamadji, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, GAPKI, mengatakan asosiasi mendukung rencana audit pemerintah.
"Dengan begitu, industri sawit bisa memiliki data yang lebih jelas dari hulu hingga hilir," ujarnya kepada media setempat. "Semua ini agar kebijakan yang lebih efektif dapat dibuat berdasarkan data yang lebih akurat."