Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Krisis Gaji UMR, Apakah Kenaikan Upah Sejalan dengan Kenaikan Biaya Hidup?

22 Februari 2025   22:00 Diperbarui: 4 Maret 2025   13:26 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi uang. Daftar UMP 2025 di Jawa dan Bali. UMP 2025 di Pulau Jawa dan Bali. (SHUTTERSTOCK/MELIMEY via kompas.com)

"Setiap tahun, diskusi mengenai kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) selalu menjadi perdebatan yang panas."

Para pekerja berharap upah mereka naik agar bisa mengimbangi lonjakan harga kebutuhan pokok, sementara pengusaha sering kali beralasan bahwa kenaikan upah akan membebani bisnis dan mengancam keberlanjutan usaha. 

Di tengah tarik-ulur ini, muncul pertanyaan besar: apakah kenaikan UMR benar-benar sejalan dengan peningkatan biaya hidup, atau justru sekadar formalitas yang tidak berdampak nyata bagi kesejahteraan pekerja?

Di banyak daerah, kenaikan UMR setiap tahun tampaknya hanya menjadi angka di atas kertas. Meskipun nominalnya meningkat, daya beli masyarakat tidak serta-merta ikut naik. Kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya transportasi, serta tarif listrik dan air sering kali jauh lebih besar dibandingkan kenaikan upah. 

Akibatnya, banyak pekerja yang tetap merasa sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, meskipun secara resmi gaji mereka lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.

Kesenjangan ini semakin terasa di kota-kota besar, di mana biaya hidup melonjak drastis. Harga sewa rumah, misalnya, terus meningkat setiap tahun, sementara gaji hanya bertambah dalam persentase kecil. 

Begitu pula dengan harga makanan dan transportasi, yang menjadi beban utama bagi para pekerja. Dalam kondisi seperti ini, kenaikan UMR tidak lebih dari sekadar kompensasi kecil yang tidak cukup untuk menutup kenaikan pengeluaran sehari-hari.

Masalah utama dari ketidakseimbangan ini adalah metode penentuan UMR yang sering kali tidak sepenuhnya mempertimbangkan realitas ekonomi di lapangan. Pemerintah biasanya menggunakan formula yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan kebutuhan hidup layak. 

Namun, pendekatan ini tidak selalu mencerminkan kondisi sebenarnya yang dihadapi pekerja di berbagai daerah. Misalnya, kenaikan harga kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan transportasi sering kali lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi resmi yang dijadikan acuan dalam penentuan UMR. 

Selain itu, biaya lain yang sangat krusial seperti sewa rumah, pendidikan, dan layanan kesehatan sering kali diabaikan dalam perhitungan. Akibatnya, meskipun upah naik, kenaikan tersebut tidak cukup untuk menutupi beban hidup yang terus meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun