Selain itu, sistem lembur yang tidak diberi kompensasi layak semakin memperburuk situasi. Di banyak tempat, karyawan bekerja lembur tanpa mendapatkan bayaran tambahan atau bahkan tanpa dihitung sebagai bagian dari hak mereka. Ini menjadikan lembur sebagai bentuk eksploitasi tenaga kerja, di mana perusahaan mendapatkan manfaat lebih sementara pekerja justru dirugikan.
Kesimpulan
Budaya kerja lembur bukan sekadar soal produktivitas, tetapi juga kesejahteraan pekerja. Jika dikelola dengan baik, lembur bisa menjadi alat untuk mencapai target tanpa mengorbankan kesehatan dan keseimbangan hidup karyawan.Â
Namun, jika dijadikan norma tanpa batas yang jelas, lembur justru berpotensi menjadi eksploitasi yang merugikan semua pihak. Perusahaan perlu memahami bahwa tenaga kerja yang sehat dan sejahtera akan lebih produktif dibandingkan mereka yang kelelahan akibat jam kerja yang berlebihan.Â
Menerapkan manajemen kerja yang efektif, memastikan beban kerja yang wajar, serta memberikan kompensasi yang adil untuk lembur adalah langkah penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Di sisi lain, pekerja juga harus lebih sadar akan hak-hak mereka dan berani menetapkan batasan. Menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi bukanlah tanda kurangnya dedikasi, tetapi justru kunci untuk bekerja lebih optimal dalam jangka panjang.
Pada akhirnya, produktivitas bukan hanya tentang berapa lama seseorang bekerja, tetapi seberapa efektif waktu kerja digunakan. Budaya kerja yang sehat akan menghasilkan karyawan yang lebih bahagia, kreatif, dan berkontribusi maksimal tanpa harus mengorbankan kesejahteraan mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI