Mohon tunggu...
Muhammad Asfani
Muhammad Asfani Mohon Tunggu... Guru - Guru bahasa Indonesia di SMAN 37 Jakarta

Saya menyukai kegiatan menulis dan mengabadikan kegiatan dalam bentuk dokumentasi foto atau video.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hilangnya Nilai 10

24 September 2022   17:00 Diperbarui: 24 September 2022   17:00 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu, mendung hitam tampak bergelayut di atas atap sekolah. Seolah memberi tanda bahwa sebentar lagi hujan akan turun dengan lebatnya. Dari pintu gerbang tampak sosok manusia yang tak asing dengan suasana sekolah. Dialah Asfa, salah satu siswa paling populer di SMA Trisapta. Badannya terlihap tegap, rambut hitam klimis dibelah tengah memberikan kesan flamboyan. Kacamata yang sedari tadi melekat pada dua bola matanya menandakan sosok yang serius dan hobi membaca. Berbeda dengan Asfa, Asih memiliki tubuh yang gemuk, rambut keriting dan pendek. Dari penampilannya terlihat dia sosok tomboy yang suka bergaul dengan laki-laki daripada perempuan. Asih salah satu ketua ekskul di SMA Trisapta.

Asfa dan Asih bersahabat sejak SMP. Karena memiliki hubungan yang dekat, keduanya memutuskan melanjutkan di sekolah yang sama saat SMA. Kedekatan mereka sempat menimbulkan kecurigaan oleh sebagian siswa di SMA Trisapta. Banyak anggapan, Asfa dan Asih sedang pacaran. Namun, sampai detik ini belum ditemukan bukti ilmiah bahwa mereka sedang menjalin hubungan itu. Ketika ada teman yang bertanya secara langsung, Asfa sering berujar "Saya antipacaran karena saya percaya Tuhan telah menciptakan makhluk hidup berpasang-pasangan." Itulah jawaban yang sering terlontar dari mulut Asfa ketika ditanya kedekatannya dengan Asih.

Di dalam kelas Asih dan Asfa duduk bersebelahan namun berbeda banjar. Asih duduk dengan Marni sedangkan Asfa lebih nyaman duduk dengan Beni. Persahabatan mereka sangat erat, seolah tak akan pernah ada badai yang mampu memisahkan. Saling membela dan membantu ketika yang lain mendapatkan kesulitan, itulah sedikit contoh wujud persahabatan yang selama ini mereka bangun.

Hardiyanto, salah satu guru favorit di SMA Trisapta. Beliau mengajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Pak Anto, itulah panggilan akrabnya. Pak Anto merupakan guru panutan para siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa baku dan sangat terukur membuat kekaguman tersendiri baik siswa maupun guru. Keunikan yang lain dari beliau adalah cara memberikan penilaian, beliau sering menjadikan patokan nilai karakter siswa sebagai parameter penilaian akademik siswa. Beliau menyandarkan pada ilmu padi makin berisi semakin merunduk. Artinya, sepandai apapun seorang siswa, apabila tidak dibarengi dengan karakter yang baik, tak akan ada artinya. Satu lagi keunikan beliau dalam penilaian, beliau menggunakan skala nilai 1-10 bukan skala 1-100. Beliau pernah mengungkakan alasannya yakni karena lebih mudah mengonversinya saat pengolahan nilai akhir dalam rapot. Namun demikian, belum pernah satupun siswa yang mendapatkan nilai mutlak 10.

Suatu ketika Pak Anto tergopoh-gopoh datang ke kelas. Kehadirannya yang tiba-tiba membuat Asfa, Asih, Marni dan Beni terkejut. Pun demikian dengan siswa yang lain. Setelah menyampaikan salam, beliau menginformasikan bahwa tidak bisa menemani mereka sampai jam pelajaran berakhir karena mendapatkan tugas dari kepala sekolah untuk menghadiri kegiatan seminar pendidikan. Sebelum pergi beliau menyempatkan diri untuk menyampaikan hasil ulangan materi Sastra Melayu Klasik Berbentuk Hikayat. Marni dan Beni  mendapatkan nilai  8, sedangkan Asfa dan Asih memeroleh 9. Lagi dan lagi tak ada siswa yang mendapatkan nilai 10. Beliau tahu kebingungan siswanya tentang nilai 10 yang belum pernah diberikan kepada mereka, lalu berujar "Kalau kalian ingin meraih nilai 10, temukanlah, karena nilai 10 sudah lama hilang". Semua siswa saling berpandangan heran sekaligus penasaran. "Nilai itu hilang di SMA ini" ujarnya lagi. Akhirnya, beliau memberikan salam  penutup dan meninggalkan siswa yang masih dalam kondisi penuh keheranan.

Saat bel istirahat berbunyi Asfa dan Asih menuju perpustakaan. Keduanya masih penasaran terhadap pernyataan yang disampaikan Pak Anto. Mereka mendiskusikan strategi menemukan nilai 10. Mereka memulai diskoveri dengan membuat rencana kegiatan dalam coretan kertas kecil yang sengaja dibawa saat ke luar dari kelas. Asih menulisnya dengan sangat teratur sehingga Asfa tak perlu melihat terlalu dekat.

Setelah outline kegiatan dibuat, keduanya membagi tugas, Asfa bertanggung jawab melakukan wawancara dengan beberapa civitas akademika SMA Trisapta. Asih, selain melakukan rekap hasil wawancara juga mencari referensi tentang profil Pak Anto melalui buku kenangan sekolah yang tertata dalam sebuah lemari di sudut perpustakaan.

Sepulang sekolah, Asfa menunggu Asih  yang sedang melaksanakan kegiatan ekskul di selasar dekat dengan ruang guru. Hal itu dilakukan, selain karena tempatnya lebih nyaman dia juga harus memastikan informan yang akan diwawancarai tidak pulang lebih dahulu. Satu jam kemudian dari kejauhan terlihat Asih telah melaksanakan kegiatan ekskul dan bersiap menemui Asfa.

Sesuai yang direncanakan, Asfa dan Asih akan melakukan wawancara dengan Waka Kurikulum Bapak Nurdin. Pak Nur, itulah panggilan akrab beliau. Pertimbangan mereka memilih Pak Nur karena beliau telah lama mengabdi di SMA Trisapta. Selain itu, dengan jabatan saat ini, memungkinkan Pak Nur mengetahui banyak hal tentang pedoman penilaian oleh semua guru, termasuk Pak Anto.

Setelah menyampaikan latar belakang pertemuan, mulailah Asfa mengawali percakapan dengan menanyakan tentang sistem penilaian yang dilakukan oleh Pak Anto" Pak Nur, mengapa Pak Anto menghilangkan angka 10 dalam penilaiannya" ujarnya. Pak Nur sempat terkejut dengan pertanyaan Asfa karena tak pernah ada siswa yang menanyakan hal tersebut sebelumnya. Dengan lugas dan hati-hati Pak Nur menjelaskan tentang sejarah awal kehadiran Pak Anto di SMAN Trisapta. Asih yang sedari tadi menyimak obrolan dengan serius mulai menyiapkan alat tulis untuk mencatat informasi dari Pak Nur. "Pak Anto adalah guru yang unik" ujar beliau mengawali penjelasan. " Kalau ditanya, siapa sebenarnya pemilik sekolah ini? Pak Antolah orangnya" tegas beliau. "Pak Anto adalah alumni SMA Trisapta yang juga mengabdikan diri  sebagai guru" lanjutnya. Kemudian Pak Nur menceritakan kisah fenomenal tentang Pak Anto dan hubungannya dengan sejarah nama sekolah yang mengharuskan kami kembali ke masa silam. Setelah mendengar cerita Pak Nur, Asfa dan Asih berpamitan pulang.

Dalam catatan yang ditulis Asih, terlihat jelas kronologis pergantian nama sekolah yang ditulis dengan sangat rapi mirip ujaran dalam rekaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun