Mohon tunggu...
Muhammad Ari Pratomo
Muhammad Ari Pratomo Mohon Tunggu... Lawyer, Writer, Songwriter No Viral, No Justice

Lawyer, Writer, Songwriter No Viral, No Justice

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Aset Digital dan Hukum: masih Abu - abu ?

21 April 2025   16:47 Diperbarui: 21 April 2025   16:47 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aset Digital dan Hukum: Masih Abu-abu?

Oleh: Muhammad Ari Pratomo

Di tengah revolusi digital global, dunia menyaksikan munculnya bentuk-bentuk kekayaan baru yang tak kasat mata---cryptocurrency, NFT (non-fungible tokens), tokenisasi aset, dan berbagai bentuk kepemilikan digital lainnya. Nilainya bisa miliaran, namun dalam kaca mata hukum Indonesia, banyak dari aset digital ini masih menggantung tanpa kejelasan posisi.

Sebagai seorang pengacara yang terlibat langsung dalam isu-isu hukum kekinian, saya melihat bahwa aset digital bukan sekadar tren, melainkan realitas ekonomi baru yang harus disikapi secara serius. Sayangnya, pendekatan hukum kita masih bersifat reaktif dan sektoral, belum menyentuh aspek fundamental seperti:

  • Siapa pemilik sah aset digital?

  • Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa?

  • Apa dasar perlindungan konsumen atau investor?

  • Bagaimana status waris dari aset digital bila pemilik meninggal?

Ketiadaan jawaban hukum yang komprehensif membuat banyak pelaku usaha dan masyarakat berjalan di atas lapisan tipis ketidakpastian hukum. Ini bukan hanya merugikan dari sisi ekonomi, tetapi juga membuka celah bagi penyalahgunaan dan manipulasi.

Dalam pandangan saya, Indonesia harus berani keluar dari paradigma "mengekor" negara lain. Kita harus membentuk kerangka hukum digital yang mandiri, progresif, dan berpihak pada kejelasan hukum. Negara seharusnya tidak hanya hadir sebagai regulator administratif, tapi sebagai arsitek hukum digital yang berdaulat.

Saya mengusulkan pendekatan regulasi berbasis prinsip:

  1. Lex Informatica -- hukum yang lahir dari logika dunia digital, bukan sekadar penyesuaian hukum konvensional.

  2. Kepastian dalam Fleksibilitas -- regulasi yang jelas namun adaptif terhadap inovasi teknologi.

  3. Perlindungan Inklusif -- tidak hanya untuk investor besar, tapi juga masyarakat umum yang awam teknologi.

Sebagai penulis, saya merasa bertanggung jawab untuk tidak hanya menjelaskan, tapi juga mengajak berpikir lebih jauh: apakah kita akan terus menjadi pasar dari produk digital global, atau mulai mengambil peran sebagai pembentuk aturan main?

Hukum yang baik bukan yang membatasi, tetapi yang mengarahkan. Dan arah itu harus dibentuk hari ini---bukan nanti, bukan esok---karena zaman digital tidak menunggu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun