Olahraga merupakan salah satu wadah penyatuan bangsa yang berani menjunjung tinggi sportivitas, adaban, dan inklusifitas. Di lapangan, terkadang timbul masalah yang mengambang di ruang identitas dan diri keyakinan, salah satunya ada sih tentang hijabatau penutupan atlet Muslimah jika bermain. Beberapa peraturan di ranah olahraga, baik di tingkat nasional maupun internasional, pernah melarang atau membatasi dengan alasan keamanan atau keseimbangan.Sila pertama Pancasila, yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa", secara jelas menyatakan bahwa negara memastikan kebebasan setiap warga negara untuk menjalankan ibadah menurut agamanya. Dalam hal ini, hak seorang atlet Muslimah untuk berkabaya bukanhanya suka istimewa gaya berpakaian saja, melainkan merupakan bagian daripengamalan kepercayaan. Maka, ketika peraturan olahraga bertabrakan dengan haktersebut, perlu bagi kita untuk merefleksikan bagaimana nilai-nilai Pancasila dapatmenjadi landasan dalam menjalankan perjuangan untuk mencapai keadilan dan kesetaraan di lapangan.
Artikel ini akan memaparkan bagaimana Pancasila, khususnya sila satu dan sila dua(kemanusiaan yang adil dan beradab) dapat diaplikasikan sebagai dasar dalammemperjuangkan hak atlet muslimah untuk berhijab saat bertanding, dan perlunya regulasi keolahragaan yang lebih inklusif dan menghargai keberagaman
1. Hijab sebagai Ekspresi Iman dan Identitas
 Pancasila sebagai dasar negara Indonesia menjamin kebebasan beragama danberibadah bagi seluruh rakyat. Hal ini tercermin langsung dalam Sila Pertama:"Ketuhanan Yang Maha Esa". Pemanfaatan nilai ini hendaknya tidak hanya terlihat dalamkehidupan sehari-hari, tetapi juga dalam dunia olahraga, termasuk berpakaian yang sesuaidengan praktik keagamaan, misalnya, jilbab bagi atlet Muslimah.Haram berhijab dalam permainan, oleh federasi olahraga nasional maupuninternasional, mempunyai kemungkinan bersinggungan terkontradiksian dengan prinsipPancasila dan konstitusi Indonesia yang menjamin kebebasan beragama dan berekspresi.
2. Diskriminasi Terhadap Atlet Berhijab: Masalah Global dan Lokal
 Beberapa atlet perempuan Muslim di seluruh dunia menghadapi tantangan besar dalammempertahankan hijab selama kompetisi. FIFA (Federasi Sepak Bola Internasional),misalnya, pernah melarang hijab di pertandingan resmi hingga akhirnya mencabutlarangan tersebut pada tahun 2014 setelah tekanan internasional dan analisis keamanan.Situasi serupa terjadi di FIBA (Federasi Bola Basket Internasional), yang akhirnyamengizinkan hijab pada tahun 2017 setelah protes keadilan dari komunitas Muslim.Di Perancis, pembatasan hijab di olahraga kompetisi masih membatasi, bahkansebelum Olimpiade Paris 2024, yang menimbulkan kemarahan dari berbagai aktivisHAM. Namun, kementrian tersebut berseberangan dengan semangat nondiskriminasi dankesetaraan dalam olahraga internasional.
3. Pancasila dan Keadilan dalam Dunia Olahraga
Sila Kedua: "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" menjabarkan bahwa setiapmanusia berhak diperlakukan pada dasarnya sama dalam mata hukum Adil dan Beradab tanpa ada diskriminasi. Oleh karena itu, regulasi olahraga yang menolak hijab tanpa dasar alasan kuat ataupun bukti ilmiah yang valid dapat dikatakan tidak berkeadilan.Sila Ketiga: "Persatuan Indonesia" jugalah landasan yang amat penting dalam memacuinklusivitas di alam olahraga. Perbedaan identitas berupa agama dan pakaian, sepatutnyabukanlah dasar kebimbangan untuk tidak bersatu di medan olahraga.
4. Peran Negara dan Lembaga Olahraga
 Negara dan lembaga olahraga nasional seperti Kemenpora dan KONI memilikikomitmen moral dan konstitusional untuk membela kedaulatan hak-hak atlet, seperti atletMuslimah. Ini dapat dirasakan dalam bentuk:
a).Peraturan peraturan yang inklusif terhadap pakaian keagamaan.