Mohon tunggu...
Muhammad Akhyar Adnan
Muhammad Akhyar Adnan Mohon Tunggu... Dosen - Founder & CEO Akhyar Business Institute (ABI); Dosen FEB Universitas Yarsi (2023-sekarang)

Founder & CEO Akhyar Business Institute (ABI); Dosen Prodi FEB Universitas Yarsi (2023-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Etika Berwebinar (Pertemuan Daring/On-Line)

29 Agustus 2021   15:24 Diperbarui: 29 Agustus 2021   15:40 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akibat pertemuan yang bersifat maya, maka seringkali timbul perasaan yang menyebabkan beberapa kelalaian, yang mungkin tidak menimbulkan kerugian secara signfikan, tetapi lebih kepada rasa kenyamanan antar pemakai. Oleh karena itu, ini lebih berkaitan dengan sisi-sisi etika.

Etika tentu tidak sama dengan hukum. Pelanggaran hukum dapat berakibat adanya sanksi atau hukuman, tetapi tidak demikian dengan etika. Oleh karena itu, suatu perbuatan bisa saja tidak melanggar hukum sama sekali, namun dipandang tidak etis. Karena etika dipersepsi sebagai suatu yang 'lebih halus' dari pada hukum. 

Dalam etika, ada nilai-nilai keindahan, yang lebih mudah dapat dirasakan oleh masing-masing pihak. Lalu masalah etika apa yang muncul dari konteks komunikasi daring atau on-line yang selama ini, seolah-olah masih diabaikan dan belum dibangun secara lebih kuat dibandingkan pertemuan luring, atau tatap muka?

Berikut beberapa hal yang menurut penulis patut menjadi catatan semua pihak. Misalnya antara lain:

Ketepatan waktu

Bangsa Indonesia khususnya memang dikenal sebagai sebuah bangsa yang suka lalai dan abai terhadap waktu, bila dibandingkan dengan banyak bangsa-bangsa lain. Misalnya saja kalau kita bandingkan dengan bangsa Jerman dan Jepang. Kedua bangsa ini dikenal sangat menghargai waktu. Akibatnya, keterlambatan 5 menit saja -- misalnya -- dapat berakibat panjang. Namun, terlepas dari apapun sebabnya, mestinya dengan pertemuan daring, mestinya praktik molor (waktu) ini harus secara sadar ditinggalkan. Mengapa demikian?

Dalam pertemuan luring atau langsung, seringkali keterlambatan masih diakomodir karena -- misalnya -- alasan macet di jalan. Walau alasan macet ini sesungguhnya juga dapat diperdebatkan, maka dalam pertemuan daring, mestinya alasan 'kemacetan' di jalan sehingga terlambat bergabung sama sekali tidak dapat diterima. Mengapa?

Bukankah pertemuan tidak bersifat tatap muka langsung. Artinya, peserta akan tetap berada di rumah masing-masing. Tidak ada alasan kemacetan, misalnya. Maka, jika ada peserta yang terlambat bergabung, kecuali bila ada gangguan teknis (internet), maka  jelas itu merupakan indikasi ketidak pedulian akan waktu dan orang lain.

Banyak yang mungkin tidak sadar, bahwa keterlambatan tersebut sesungguhnya memberikan dampak kerugian (finansial) yang cukup material. Kok bisa? Bayangkan bahwa ketika seseorang bergabung, maka yang bersangkatan harus memiliki paket data. Terlepas apakah seseorang berlangganan atau membeli paket data eceran. Semua dibeli dengan uang. 

Maka mundurnya sebuah acara akibat hadirin terlambat bergabung, adalah sebuah pemborosan dan kerugian (finansial) pihak tertentu. Paket data akan berkurang / terpakai seiring berjalannya waktu. Ini hampir tidak pernah disadari. 

Oleh karena itu, semestinya host sebuah kegiatan daring berani memulai tepat waktu. Mestinya lebih patut menghargai mereka yang bergabung tepat waktu, daripada menghargai mereka yang suka telat dan akan merugikan pihak yang menunggu atau datang tepat waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun