Mohon tunggu...
muhammadakhsanulakhlaq
muhammadakhsanulakhlaq Mohon Tunggu... Guru di SMK Digital Darul Uchwah Jakarta

Sedang berkhidmat di Pesantren Ekonomi Darul Uchwah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mewujudkan Keadilan Ekologis Melalui Advokasi Berbasis Ekosentrisme

10 Juli 2025   23:09 Diperbarui: 10 Juli 2025   23:09 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kegiatan

Keadilan ekologis bukan sekadar gagasan idealistik, melainkan kebutuhan mendesak dalam menghadapi krisis iklim dan kerusakan lingkungan yang kian memburuk. Prinsip dasar dari keadilan ekologis adalah pengakuan bahwa semua makhluk hidup---baik manusia maupun non-manusia seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme---memiliki hak yang sama untuk hidup dan berkembang dalam lingkungan yang sehat. Ini menuntut paradigma baru yang tidak lagi menempatkan manusia sebagai pusat (antroposentris), melainkan mengadopsi pendekatan biosentris atau ekosentris yang mengakui kesetaraan antar elemen kehidupan dalam sebuah ekosistem.

Sayangnya, ketimpangan ekologis dan krisis iklim yang kita saksikan hari ini merupakan buah dari ketidakadilan sosial-ekologis yang telah lama berlangsung. Kebijakan pembangunan yang dominan berpihak pada logika ekonomi kapitalistik (capitalocene), yang mengejar pertumbuhan tanpa batas dan akumulasi kekayaan, telah melahirkan eksploitasi besar-besaran terhadap alam. Dari deforestasi hingga kehilangan keanekaragaman hayati, manusia telah melampaui banyak batas kritis planet (planetary boundaries).

Pertarungan paradigma dalam kebijakan agraria menunjukkan bahwa pilihan politik sangat menentukan arah pembangunan. Mazhab konservasionistik, developmentalistik, maupun eko-populis memiliki dampak dan konsekuensi berbeda terhadap keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial. Ketika pendekatan ekosentris dan biosentris mampu menyatukan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian ekologi, maka di sanalah masa depan yang berkeadilan dapat dibangun.

Untuk merespons situasi ini, kerja advokasi menjadi salah satu strategi penting. Advokasi bukanlah bentuk perlawanan revolusioner yang destruktif, melainkan bentuk partisipasi aktif warga dalam mempengaruhi kebijakan secara demokratis. Melalui advokasi, suara komunitas terdampak bisa masuk ke ruang-ruang pengambilan keputusan. Lebih jauh, advokasi yang berhasil akan mampu mengubah relasi kuasa antara institusi dengan warga, serta membawa perbaikan konkret bagi kehidupan masyarakat.

Namun, keberhasilan advokasi bukan hal instan. Ia membutuhkan kerja terstruktur dari level basis, penyangga, hingga garis depan. Pemetaan sosial yang mencakup dinamika sosial, kebutuhan, dan aspirasi warga adalah fondasi dari strategi advokasi. Data yang akurat, analisis akar masalah, hingga pengorganisasian massa menjadi "dapur" dari gerakan sosial yang efektif. Lalu, kerja penyangga menyediakan dukungan logistik, dan kerja garis depan menjalankan fungsi komunikasi strategis melalui lobi, kampanye, bahkan litigasi.

Kunci lain dari keberhasilan advokasi adalah strategi audiensi yang matang. Ini mencakup perumusan tujuan, deskripsi masalah yang jelas, penyampaian bukti dan dampak yang dapat diverifikasi, hingga rekomendasi kebijakan yang konkret. Tim advokasi perlu dipersiapkan secara profesional: ada koordinator, pembicara substansi, hingga pendukung teknis yang mencatat hasil-hasil audiensi.

Dalam konteks ini, keadilan ekologis bukanlah utopia. Ia bisa menjadi kenyataan ketika semua pihak masyarakat sipil, pemerintah, dan korporasi---bersedia membangun relasi yang setara dengan alam. Ini hanya bisa terwujud jika kita mengganti paradigma dari ego ke eco, dari eksploitasi menuju harmoni. Mengadvokasi keadilan ekologis berarti juga memperjuangkan masa depan bersama yang berkelanjutan.

Kini saatnya menggeser arah kebijakan pembangunan dari eksploitatif menuju regeneratif. Suara-suara dari komunitas akar rumput harus terus dibawa ke meja kebijakan. Dan dalam perjuangan ini, advokasi bukan hanya alat, melainkan jalan menuju keadilan yang menyeluruh sosial, ekologis, dan intergenerasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun