Mohon tunggu...
Muhammad Akbar
Muhammad Akbar Mohon Tunggu... belajar di Universitas Sebelas Maret

SEKARANG INI CUMAN MAU MENULIS APA YANG TERLINTAS DI KEPALA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan BBM Campuran Etanol: Sudah Siap Diterapkan Atau Angan-Angan yang Bikin Masyarakat Resah Saja?

13 Oktober 2025   14:12 Diperbarui: 13 Oktober 2025   14:12 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Persetujuan presiden untuk menerapkan BBM campuran etanol 10% (E10) memang terpuji buati lingkungan, tapi jangan sampe bikin green transition shock di masyarakat

Belakangan ini, urusan per bahan bakar an di Indonesia terus dihebohkan, mulai dari BBM oplosan, kebijakan impor satu pintu, sampai yang teranyar mandatori kebijakan BBM E10.

Menurut sang menteri ESDM, Bahlil Lahadalia kebijakan ini ini menjadi cara jitu agar Indonesia mengurangi ketergantungan sama impor. Tempo dasawarsa ini, memang kepedulian untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil jadi tren global yang terus naik. Tapi, yang sekarang bikin heboh di masyarakat adalah kekhawatiran akan BBM campuran bisa merusak kendaraan mereka, bahkan dikatakan campuran ini lebih cepat habis dibanding BBM biasa. 

Menurut sang menteri ESDM, Bahlil Lahadalia kebijakan ini ini menjadi cara jitu agar Indonesia mengurangi ketergantungan sama impor. Tempo dasawarsa ini, memang kepedulian untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil jadi tren global yang terus naik. Tapi, yang sekarang bikin heboh di masyarakat adalah kekhawatiran akan BBM campuran bisa merusak kendaraan mereka, bahkan dikatakan campuran ini lebih cepat habis dibanding BBM biasa. 

Apakah kebijakan cukup tepat sekarang? atau justru maksain? Jika bicara soal lingkungan, tentu kebijakan ini sungguh terpuji, karena Indonesia bisa mengejar ketertinggalannya dari negara asia tenggara lain soal transisi hijau. Sebut saja Thailand yang sudah menerapkan kebijakan demikian sejak 2008 lalu. Indonesia akan dipuji di forum internasional, karena kebijakan BBM E10 sudah mencapai level yg cukup tinggi dalam implementasi BBM campuran dibanding negara lain yang bahkan belum menerapkan E5.

Namun, poin penting yang ga bisa diabaikan adalah soal kesiapan infrastruktur hulu ke hilir, informasi kendaraan yang kompatibel, sampai teknologi pengelolaan yang tepat. Thailand sejak tahun 2008 menerapkan kebijakan BBM E10 dengan sangat bertahap biar siap dulu di segala lini, juga dipercaya masyarakat. Penerapan bertahap ini jadi kunci keberlanjutan di Thailand hingga sekarang, bahkan segera ditingkatkan menjadi E20 dalam skala nasional.

Pertanyaannya, apakah Indonesia sudah siap? Melihat kejadian belakangan, penolakan SPBU swasta terkait campuran etanol 3,5% bukan persoalan kualitas belaka, melainkan masalah belum siapnya infrastruktur SPBU swasta dalam mengelola jenis BBM campuran. Kebijakan BBM E5 memang ditargetkan terlaksana pada tahun 2025 ini, tapi implementasinya masih terbatas pada salah satu jenis BBM, yaitu Pertamax green E5 yang itupun masih dalam uji coba di beberapa wilayah saja. 

Artinya bukan saja SPBU swasta yang belum siap, bahkan SPBU milih Pertamina pun belum mencapai level kesiapan nasional.

PENERAPAN SKALA NASIONAL BUTUH KESIAPAN, BUKAN HANYA DARI PEMERINTAH MELAINKAN JUGA PIHAK SWASTA DAN MASYARAKAT SELAKU KONSUMEN

Agar berhasil, penerapan BBM campuran harus diupayakan transisi sehalus mungkin sehingga tidak menyebabkan shock bagi pihak swasta dan masyarakat. 

Walaupun mandatori sudah diberikan presiden, pemerintah perlu terlebih dahulu menyakinkan masyarakat akan keamanan BBM campuran ini. Lebih dari 80 persen kendaraan di masyarakat belum jelas informasi soal ketahanan terhadap pemakaian jangka panjang bahan bakar ini. Berkaca dari Thailand, sejak tahun 2008 pemerintah telah mewajibkan produksi kendaraan yang jelas keterangan kompatibelnya terhadap BBM campuran E10. Tak hanya itu, pemerintah bersama produsen kendaraan terus memberikan informasi jenis kendaraan model lama apa saja yang kompatibel, disertai kelebihan dan kekurangan.

Penerapannya pun tidak serta-merta menghapus BBM murni. Masyarakat tetap perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan jenis campuran ini sehingga dikala BBM campuran sudah beredar, BBM murni masih tersedia untuk dijual. Strategi selanjutnya adalah bagaimana meraih kepercayaan masyarakat terhadap BBM campuran sehingga peralihan memang terjadi atas dasar kepercayaan akan kualitas. Masyarakat cenderung tidak terlalu memperhatikan niatan mengurangi emisi karbon dan sebagainya, makanya fokus pemerintah sepatutnya pada peralihan atas dasar kepercayaan.

Kepercayaan masyarakat bisa menjadi dasar bagi pihak SPBU swasta melihat peluang keuntungan dari kebijakan BBM campuran ini. Kepercayaan pasar akan dilihat sebagai peluang, bukan dorongan maupun paksaan untuk transaksi bahan bakar ramah lingkungan. Kalau memang niat betul, Pemerintah juga wajib ngasih kepastian pasokan lewat rencana pembangunan infrastruktur hulu ke hilir yang jelas. Kan repot semisal masyarakat sudah percaya tapi ditengah jalan malah kekurangan stok, sehingga terpaksa melakukan impor.

Sekarang kapasitas produksi etanol fuel grade masih di angka 303 ribu--365 ribu kiloliter (kL) per tahun, sedangkan kebutuhan nasional jika kebijakan ini diterapkan diperkirakan mencapai 1,5--2,1 juta kL, bahkan belum menutup 20 persen kebutuhan. Diperlukan rentetan kebijakan dan pembangunan yang baik untuk mencapai keadaan siap ini. Belum lagi persoalan standar teknis untuk tangki, pipa dan komponen lainnya yang aman untuk BBM campuran, atau pedoman penyimpanan dan distribusinya dari kilang sampai ke SPBU. Pekerjaan rumah ini menjadi tantangan memang, tapi bukannya tidak mungkin dilewati jika arah kebijakan pemerintah bisa selaras dengan kepercayaan masyarakat dan keyakinan pihak swasta untuk mendukungnya.

MERANGKAI ALUR KEBIJAKAN YANG LEBIH BAIK, KEPERCAYAAN MASYARAKAT HARUS DIUTAMAKAN AGAR KEBIJAKAN BBM CAMPURAN BERHASIL

Sejak awal kebijakan ini diumumkan, terlalu banyak sentimen negatif yang saya temukan. terutama di media sosial. Yang paling jelas, masih banyak yang takut campuran ini malah merusak mesin kendaraan mereka. Ini juga bikin saya penasaran, memangnya separah itu dampaknya? Atau saya kena arus hoax pembenci Bahlil?

Setelah saya cari tau, baik di artikel internet maupun jurnal, sebetulnya kendaraan yang sekarang beredar, baik motor maupun mobil yang diproduksi di atas tahun 2010 memiliki tingkat aman yang berbeda-beda terhadap BBM campuran. Kebanyakan model modern sudah kompatibel dengan E5, yang model lebih terbaru bahkan hingga E10. Alasannya karena distribusi kendaraan di Asia tenggara dari produsen seperti Honda dan Yamaha sudah mengikuti permintaan pasar Thailand serta kebijakan BBM campuran etanol secara global sejak tahun 2008 ke atas.

Tapi, produsen kendaraan di Thailand bareng pemerintah sudah sering ngadain uji coba, pemberian label kendaraan "E10 ok" sampai sosialisasi besar-besaran sampe mayoritas masyarakat perlahan semakin percaya. Hal ini yang seharusnya diprioritaskan pemerintah sekarang. Masyarakat harus diyakinkan terlebih dahulu tingkat keamanan bagi kendaraan mereka sebelum heboh bicara soal mengurangi impor atau transisi hijau. Jujur saja, tidak banyak yang begitu peduli soal menyelamatkan lingkungan atau menjadi swasembada energi. Yang kita pedulikan cukup kendaraan kita bisa berjalan dengan baik dan harganya terjangkau, karena itu yang paling berpengaruh terhadap kehidupan kita sehari-hari.

Terkadang negara ini terlalu kebelet dilirik dunia internasional, tapi lupa hal-hal yang justru mempengaruhi masyarakat. Bagaimanapun juga, kepercayaan masyarakat menjadi tumpuan yang kuat bagi kebijakan pemerintah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun