Mohon tunggu...
Muhammad Aditya Firmansyah
Muhammad Aditya Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi: Badminton dan Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Kesantunan Berbahasa Zaman Kontemporer

1 Januari 2023   20:56 Diperbarui: 13 Januari 2023   16:21 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: Muhammad Aditya Firmansyah_34202200034, Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika Angkatan 22 , Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Unissula.

Dr. Aida Azizah, S.Pd., M.Pd

Bahasa bukan hanya alat komunikasi; itu juga menunjukkan kepribadian. Bahasa sering berfungsi sebagai barometer kesantunan. Kesantunan dinilai sebagai yang diungkapkan dalam bahasa serta yang diamati dalam sikap dan tindakan. Sebuah tuturan akan dianggap santun jika penuturnya menghindari sikap agresif atau angkuh, dan bahasa dikatakan santun  jika penuturnya memperhatikan kata-kata dan bahasa tubuh yang penutur gunakan untuk menyapa lawan bicara.

Kesantunan, menurut Markhamah dan Atiqa Sabardila (2013:153), merupakan strategi yang digunakan komunikator untuk menghindari perasaan tertekan, terpojok, atau terkepung. Kesantunan merupakan standar tingkah laku yang telah disepakati bersama oleh masyarakat tertentu, maka perilaku sosial juga menyepakati kesantunan sebagai prasyarat (Yule, 1996: 104). 

Hakikatnya kesantunan berbahasa adalah standar atau pedoman perilaku yang telah dibuat dan diterima oleh masyarakat tertentu dan dipengaruhi oleh aturan, praktik, dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat. 

Kesantunan berbahasa dapat dilihat dari kata-kata yang digunakan, nada yang digunakan, intonasi yang digunakan, dan struktur kalimat yang digunakan. Kesantunan dapat diamati dalam ekspresi seseorang, sikap, dan gerakan fisik lainnya. Salah satu cara menghargai diri sendiri adalah dengan menghormati orang lain.

Indikator Kesantunan Sejalan dengan Leech (1983). Leech melihat prinsip kesantunan sebagai "alat" untuk menjelaskan mengapa orang sering berbicara secara halus untuk menyampaikan maksudnya (implikatur). Meskipun tidak menggunakan implikatur, komunikasi dapat dikatakan santun jika menunjukkan ciri-ciri di bawah ini: (1) berbicara dapat mendatangkan keuntungan bagi mitra bicara (maksim kebijaksanaan), (2) berbicara lebih baik meningkatkan kerugian pembicara (maksim kedemawanan), (3) berbicara dapat mendatangkan pujian bagi mitra bicara (maksim pujian), (4) berbicara tidak memuji diri sendiri (maksim kerendahan hati), (5) berbicara dapat mendatangkan persetujuan bagi mitra bicara (maksim kesetujuan), (6) berbicara dapat mengekspresikan rasa simpati terhadap yang dialami mitra bicara (maksim simpati), (7) berbicara dapat mengekspresikan sebanyak-banyaknya rasa senang bagi mitra bicara (maksim pertimbangan).

Perlu diketahui bahwa tingkat etiket dan kemahiran berbahasa di kalangan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Sifat-sifat negatif yang ada pada sebagian besar masyarakat Indonesia berkontribusi pada rendahnya kemampuan berbahasa Indonesia, terutama dari kalangan elit dan intelektual. Sifat-sifat negatif adalah kencenderungan meremehkan kualitas, memiliki harga diri yang rendah, kurang disiplin, enggan mengambil tanggung jawab, dan suka ikut-ikutan.

Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, banyak generasi penerus di zaman kontemporer ini yang tidak peduli dengan kesantunan berbahasa atau kaidah kesantunan berbahasa. Meskipun sangat penting bagi mereka, jika mereka berbicara dengan baik, maka itu akan mencerminkan dirinya. Namun, jika tidak, itu juga akan berdampak buruk pada dirinya.

Setiap orang harus berlatih dan membutuhkan kesantunan dalam bahasa mereka, karena sumber utama konflik adalah ucapan atau bahasa lisan. Penggunaan bahasa yang baik dan sopan masih sangat jarang di kalangan anak muda generasi milenial. Anehnya, kata-kata kotor itu sering diucapkan saat bersenang-senang atau bersantai dengan teman-temannya. 

Mereka sering muncul ketika sedang kesal, marah, terkejut, atau merasakan emosi lain. Penggunaan kata kotor sering muncul sebagai nama panggilan teman yang diajak bicara. Padahal itu adalah penggunaan bahasa yang tidak tepat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun