Di tengah laju pesat teknologi dan informasi, muncul pertanyaan: masih relevankah mempelajari naskah-naskah filsafat klasik di era kontemporer? Banyak yang beranggapan bahwa filsafat, apalagi dalam bentuk teks-teks kuno, telah ketinggalan zaman, tidak aplikatif, dan terlalu abstrak untuk menjawab tantangan dunia modern. Namun, benarkah demikian?
Filsafat dan Akar Peradaban
Filsafat bukan sekadar teori-teori abstrak. Ia adalah akar dari hampir semua ilmu pengetahuan. Ilmu politik, hukum, etika, bahkan sains modern, banyak berhutang pada pemikiran para filsuf seperti Plato, Aristoteles, Al-Farabi, hingga Ibn Sina. Dalam Maqid al-Falsifah, Imam Al-Ghazali justru menguraikan pemikiran para filsuf Yunani-Muslim secara sistematis sebelum mengkritiknya, menunjukkan betapa pentingnya memahami gagasan mereka secara adil dan menyeluruh.
Studi naskah filsafat memungkinkan kita tidak hanya mengenal ide-ide besar, tetapi juga memahami bagaimana logika dan argumentasi berkembang sepanjang zaman --- dari logika silogisme Aristoteles hingga pemikiran kritis Kant dan Heidegger.
Membaca Naskah: Melatih Kritis dan Reflektif
Di tengah era instan dan serbacepat, kemampuan berpikir kritis dan reflektif justru menjadi langka. Studi naskah filsafat memaksa kita untuk membaca secara perlahan, memahami konteks historis dan konsep-konsep yang rumit, serta mengembangkan daya nalar secara mendalam.
Immanuel Kant dalam esainya What is Enlightenment? pernah mengatakan, "Sapere aude!" --- beranilah berpikir sendiri! Ini adalah ajakan untuk tidak menerima segalanya secara pasif, melainkan mengolahnya dengan nalar. Bukankah ini justru yang kita butuhkan di zaman banjir informasi?
Menjawab Tantangan Zaman dengan Kebijaksanaan
Isu-isu seperti krisis identitas, kecemasan eksistensial, disrupsi teknologi, hingga konflik sosial tidak cukup diselesaikan dengan teknologi. Diperlukan refleksi filosofis. Friedrich Nietzsche misalnya, pernah berkata, "He who has a why to live can bear almost any how." --- siapa yang punya alasan untuk hidup, bisa menanggung segala beban hidup. Pemikiran seperti ini mengajak kita memahami sisi terdalam dari kemanusiaan.
Mempertemukan Tradisi dan Inovasi