Mohon tunggu...
Muhammad Abrar
Muhammad Abrar Mohon Tunggu... Academics

Writing is not merely about stringing words together, but about preserving stories that should never be forgotten!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemasaraan Syariah: Paradigma Alternatif terhadap Model Konvensional

24 September 2025   12:58 Diperbarui: 24 September 2025   21:36 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemasaraan Syariah: Paradigma Alternatif terhadap Model Konvensional (Sumber: dok Pribadi).

Pemasaran syariah semakin mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan pertumbuhan industri halal yang pesat, baik di negara dengan mayoritas Muslim seperti Indonesia, Malaysia, dan Arab Saudi, maupun di negara dengan populasi Muslim minoritas seperti Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat. 

Perkembangan sektor halal mulai dari pariwisata, kuliner, farmasi, kosmetik, perbankan, hingga logistik mendorong munculnya kebutuhan untuk mengadopsi prinsip-prinsip hukum Islam (syariah) dalam praktik bisnis modern (Wilson & Liu, 2023; Aziz & Musa, 2022).

Kritik terhadap Pemasaran Konvensional

Pemasaran konvensional pada dasarnya market-driven, berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen melalui penciptaan nilai (value creation). Orientasi ini seringkali menekankan peningkatan volume penjualan serta pencapaian laba maksimal sebagai tujuan utama. Secara teoretis, hal tersebut bukanlah masalah, tetapi dalam praktiknya, paradigma ini menimbulkan persoalan serius pada aspek etika dan moralitas pasar (Hassan et al., 2022).

Sifat relativistik dalam sistem etika pemasaran konvensional yang bebas nilai (value-free) dan sekuler menyebabkan ketiadaan standar moral yang baku. Konsekuensinya, batasan benar salah atau baik--buruk hanya ditentukan oleh persepsi konsumen dan logika pasar. Kondisi ini membuka ruang bagi praktik manipulatif, eksploitasi konsumen, hingga praktik oligopoli atau kartel harga yang merugikan masyarakat (Alserhan, 2022; Mohammed et al., 2023).

Contoh konkret dampak negatifnya adalah: menjamurnya kredit daring (online lending) yang menjerat masyarakat berpenghasilan rendah, promosi produk rokok yang menimbulkan korban jiwa signifikan, hingga praktik periklanan yang manipulatif. Semua ini menunjukkan bahwa absennya standar moral absolut telah berkontribusi pada kerusakan moralitas pasar (Mukhtar & Butt, 2022).

Rusaknya Moralitas Pasar

Ketiadaan standar baku dalam etika bisnis konvensional menyebabkan para pelaku pasar memiliki keleluasaan dalam menafsirkan moralitas sesuai kepentingan mereka. Kasus dugaan kartel harga tiket pesawat di Indonesia menjadi ilustrasi jelas: perusahaan membenarkan harga tinggi dengan alasan hukum permintaan-penawaran, padahal terdapat indikasi intervensi kolektif. Demikian pula industri rokok dan pinjaman daring, yang membela diri atas dasar keberlangsungan usaha, meski jelas menimbulkan kerugian sosial-ekonomi yang luas (Aziz & Musa, 2022).

Kondisi ini sejalan dengan peringatan Al-Qur'an:

"Dan tidaklah Kami akan menghancurkan negeri-negeri itu kecuali karena para penduduknya adalah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Qashash: 59).

Keadilan dalam Pemasaran Syariah

Berbeda dengan model konvensional, pemasaran syariah bersifat sharia-driven. Artinya, setiap aktivitas pemasaran didasarkan pada prinsip halal-thayyib, keadilan, dan keberkahan, dengan rujukan utama Al-Qur'an dan Hadis. Standar moralitas dalam pemasaran syariah bersifat transenden dan mutlak, bukan relatif. Prinsip ini ditegaskan dalam firman Allah:

"Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya." (QS. An-Nisa: 59).

Dengan fondasi epistemologis tersebut, pemasaran syariah hadir bukan hanya untuk menciptakan keuntungan, tetapi juga untuk menjaga keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Tujuannya sejalan dengan maqid al-shar'ah, yakni menjaga agama (if al-dn), jiwa (if al-nafs), keturunan (if al-nasl), harta (if al-ml), dan akal (if al-'aql) (Dusuki & Bouheraoua, 2019).

Dimensi Keberlanjutan (Sustainability) dalam Pemasaran Syariah

Selain aspek halal-thayyib dan keadilan, pemasaran syariah menekankan pentingnya keberlanjutan (sustainability) sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan sosial. Prinsip ini sejalan dengan maqid al-shar'ah yang menghendaki terjaganya kemaslahatan umat tidak hanya pada saat ini, tetapi juga untuk generasi mendatang. Oleh karena itu, pemasaran syariah menolak praktik eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam, menghindari pencemaran lingkungan, dan mendorong tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang autentik, bukan sekadar formalitas (Aziz & Musa, 2022; Wilson & Liu, 2023).

Dalam konteks global, orientasi keberlanjutan ini menjadikan pemasaran syariah semakin relevan, mengingat konsumen modern baik Muslim maupun non-Muslim semakin kritis terhadap isu lingkungan, etika, dan kesehatan (Ali & Sherwani, 2023). Dengan demikian, dimensi keberlanjutan mempertegas diferensiasi pemasaran syariah dari model konvensional yang cenderung menomorsatukan laba jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap ekologi dan masyarakat.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemasaran syariah hadir sebagai paradigma alternatif terhadap pemasaran konvensional yang sering kali mengalami krisis moralitas. 

Kritik utama terhadap pemasaran konvensional terletak pada sifatnya yang market-driven dan value-free, sehingga menimbulkan praktik manipulatif, eksploitasi, dan kerusakan etika pasar. Sebaliknya, pemasaran syariah bersifat sharia-driven, menjadikan Al-Qur'an dan Hadis sebagai standar moral absolut, serta mengintegrasikan nilai-nilai halal-thayyib, keadilan, keberkahan, dan tanggung jawab sosial.

Selain itu, penekanan pada keberlanjutan (sustainability) menjadikan pemasaran syariah tidak hanya relevan bagi konsumen Muslim, tetapi juga semakin diterima secara universal oleh konsumen global yang peduli pada etika, lingkungan, dan kesehatan. 

Dengan demikian, pemasaran syariah tidak hanya berfungsi sebagai mekanisme bisnis yang etis, tetapi juga sebagai instrumen strategis untuk menciptakan pasar yang adil, bermoral, dan berkelanjutan, sejalan dengan maqid al-shar'ah.

Daftar Rujukan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun