Dalam dunia yang semakin terhubung, hubungan antarnegara tidak bisa dilepaskan dari kepentingan, kekuasaan, dan kerja sama. Mengapa ada negara yang memilih berperang,
sementara yang lain membangun aliansi damai? Untuk menjawab pertanyaan ini, para pemikir Hubungan Internasional (HI) mengembangkan berbagai teori yang membantu kita memahami dinamika global.
Empat teori utama yang paling sering dibahas adalah Realisme, Neo-Realisme, Liberalisme, dan Neo-Liberalisme. Keempatnya sama-sama berusaha menjelaskan bagaimana negara berinteraksi, tetapi dengan cara pandang dan asumsi yang berbeda.
1. Realisme: Dunia Sebagai Arena Perebutan Kekuasaan
Realisme merupakan salah satu teori tertua dalam Hubungan Internasional. Berakar dari pemikiran tokoh-tokoh klasik seperti Thucydides, Machiavelli, dan Thomas Hobbes, teori ini melihat bahwa manusia pada dasarnya egois dan haus kekuasaan. Karena sistem internasional bersifat anarkis (tidak ada otoritas tertinggi di atas negara), setiap negara harus mengandalkan diri sendiri (self-help) untuk bertahan hidup.
Bagi kaum realis, tujuan utama negara adalah keamanan nasional. Negara harus memiliki kekuatan militer dan strategi politik yang kuat agar tidak didominasi oleh negara lain. Perdamaian hanya dapat tercapai apabila terdapat keseimbangan kekuatan (balance of power) di antara negara-negara besar.
2. Neo-Realisme: Struktur Dunia yang Menentukan Perilaku Negara
Neo-Realisme atau Realisme Struktural dikembangkan oleh Kenneth Waltz pada akhir 1970-an. Neo-realis masih mengakui bahwa sistem internasional bersifat anarkis, tetapi mereka tidak menyalahkan sifat manusia sebagai penyebab konflik.
Menurut pandangan ini, struktur sistem internasional---khususnya distribusi kekuasaan antarnegara---yang mendorong terjadinya persaingan.
Dengan kata lain, konflik atau kerja sama bukan karena niat jahat suatu negara, melainkan karena posisi dan kekuatan yang dimilikinya di dalam sistem global.
Waltz memperkenalkan konsep polarity (unipolar, bipolar, multipolar) untuk menjelaskan bagaimana keseimbangan kekuasaan dapat memengaruhi stabilitas dunia.
3. Liberalisme: Kerja Sama dan Perdamaian Itu Mungkin
Berbeda dengan realisme yang cenderung pesimis, teori Liberalisme membawa pandangan yang lebih optimis terhadap hubungan antarnegara. Kaum liberal percaya bahwa manusia adalah makhluk rasional yang dapat bekerja sama untuk mencapai kepentingan bersama.
Tokoh-tokoh seperti Immanuel Kant dan Woodrow Wilson menekankan pentingnya demokrasi, hukum internasional, dan organisasi internasional dalam menciptakan perdamaian.
Bagi kaum liberal, perdamaian dunia dapat dicapai melalui institusi internasional, perdagangan bebas, dan hubungan ekonomi saling menguntungkan. Negara-negara demokratis dan saling bergantung secara ekonomi cenderung tidak berperang satu sama lain---sebuah konsep yang dikenal dengan istilah Democratic Peace Theory.