Budaya akademik merupakan napas kehidupan dalam setiap lembaga pendidikan. Ia mencerminkan cara berpikir, bersikap, dan berinteraksi warga akademik dalam menggali, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu. Ketika budaya akademik berjalan secara sehat, maka proses pendidikan tidak hanya berfokus pada penyampaian materi, tetapi juga mendorong pencarian makna, dialog ilmiah, inovasi, dan pembentukan karakter. Dalam lingkungan madrasah dan perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI), budaya ini menjadi fondasi penting dalam membentuk peserta didik yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan sosial.
Kebijakan Dirjen Pendis beberapa tahun terakhir telah menunjukkan komitmen kuat dalam membangun pendidikan Islam yang progresif. Berbagai program seperti penguatan moderasi beragama, digitalisasi pendidikan, peningkatan kualitas guru dan dosen, pengembangan riset dan publikasi ilmiah, hingga internasionalisasi PTKI adalah langkah-langkah nyata yang sangat visioner. Namun, efektivitas kebijakan tersebut sangat bergantung pada sejauh mana ia dapat bersinergi dengan budaya akademik yang ada di lapangan. Jika kebijakan hadir sebagai arah, maka budaya akademik adalah kendaraan yang mengantarkan lembaga pendidikan mencapai tujuan.
Beberapa kebijakan riil yang dicanangkan oleh Kementerian Agama melalui Dirjen Pendis telah memberikan dampak signifikan bagi pengembangan perguruan tinggi Islam. Salah satunya adalah program Penguatan Moderasi Beragama di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri dan Swasta (PTKIN/PTKIS). Program ini mengintegrasikan nilai-nilai toleransi, kebhinekaan, dan anti-radikalisme ke dalam kurikulum, mata kuliah, kegiatan mahasiswa, dan budaya kampus. Implikasinya, dosen dan mahasiswa tidak hanya menjadi insan akademik, tetapi juga agen perdamaian dan penjaga harmoni sosial di tengah masyarakat yang majemuk.
Selain itu, program Bantuan Penelitian dan Publikasi Ilmiah melalui BOPTN riset dan LP2M telah membuka ruang bagi para dosen PTKI untuk aktif melakukan riset, menulis jurnal ilmiah bereputasi, dan berpartisipasi dalam konferensi ilmiah nasional maupun internasional. Budaya riset yang selama ini menjadi tantangan mulai bergeser menjadi kebutuhan. Implikasinya, kampus Islam kini mulai mampu bersaing secara akademik dengan perguruan tinggi umum, bahkan beberapa telah masuk dalam klaster riset unggul nasional. Dalam aspek kelembagaan, kebijakan Reformasi Pendidikan Tinggi Islam melalui revitalisasi PTKIN dan peningkatan akreditasi prodi juga menjadi langkah konkret Dirjen Pendis dalam mendorong daya saing. Upaya ini meliputi pembukaan prodi-prodi baru yang responsif terhadap kebutuhan zaman, seperti teknologi keuangan syariah, psikologi Islam, dan kewirausahaan halal. Implikasinya, lulusan PTKI tidak hanya berkutat di bidang keagamaan, tetapi juga mampu masuk ke dunia industri, pemerintahan, dan masyarakat global dengan kompetensi yang relevan.
Di bidang transformasi digital, Kemenag meluncurkan program Smart Campus dan mendorong integrasi Sistem Informasi Akademik (SIAKAD) serta e-learning di seluruh PTKI. Ini membuka ruang lebih luas untuk pembelajaran hibrida dan manajemen akademik berbasis data. Implikasinya, sistem tata kelola kampus menjadi lebih akuntabel, efisien, dan transparan, sekaligus memperkuat kualitas layanan akademik dan non-akademik. Tidak kalah penting, program Beasiswa dan Mobilitas Internasional seperti 5000 Doktor Dalam Negeri dan Luar Negeri, Fulbright Kemenag, serta pertukaran mahasiswa internasional (student mobility) telah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia PTKI. Dosen dan mahasiswa diberi peluang untuk mengenyam pendidikan, riset, dan kolaborasi lintas negara. Implikasinya, perguruan tinggi Islam tidak lagi menjadi institusi yang tertutup, tetapi mulai menjadi bagian dari jaringan keilmuan global.
Ketika kebijakan dan budaya akademik berjalan seiring, maka transformasi pendidikan Islam menjadi lebih bermakna dan berdampak. Lembaga pendidikan Islam akan tumbuh menjadi pusat keunggulan yang mampu mencetak generasi muslim yang religius, terbuka, dan mampu bersaing secara global. Inilah arah besar yang hendak dicapai: pendidikan Islam yang tidak hanya kuat dalam nilai, tetapi juga tangguh dalam prestasi dan kontribusi bagi peradaban.
Sinergi antara kebijakan Dirjen Pendis Kementerian Agama dan penguatan budaya akademik merupakan fondasi penting dalam membangun pendidikan Islam yang unggul dan berdaya saing. Kebijakan-kebijakan riil seperti penguatan moderasi beragama, dukungan terhadap riset dan publikasi ilmiah, revitalisasi kelembagaan, digitalisasi pendidikan, serta program beasiswa dan internasionalisasi telah memberikan dampak positif yang nyata terhadap perkembangan perguruan tinggi Islam. Namun, agar kebijakan tersebut benar-benar berakar dan berkelanjutan, dibutuhkan budaya akademik yang kuat, kolaboratif, dan inovatif di lingkungan kampus. Melalui sinergi ini, pendidikan Islam tidak hanya menjadi penjaga nilai-nilai keagamaan, tetapi juga motor penggerak kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban yang inklusif dan berkarakter.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI