Mohon tunggu...
Muhammad Isnaini
Muhammad Isnaini Mohon Tunggu... Dosen

Membaca dan menulis adalah Dua sisi dari satu koin: membaca memperkaya wawasan, sementara menulis mengolah dan menyampaikan wawasan tersebut. Keduanya membangun dialog tak berujung antara pikiran dan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pancasila dan Masa Depan Demokrasi Indonesia

31 Mei 2025   15:22 Diperbarui: 31 Mei 2025   15:20 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar disadur dari pikiran rakyat.com

Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati hari lahir Pancasila---ideologi pemersatu yang telah menjadi fondasi berdirinya negara ini. Pada tahun 2025 ini, peringatan tersebut mengusung tema yang sangat relevan dengan dinamika kebangsaan kita: "Memperkokoh Ideologi Pancasila Menuju Indonesia Raya". Tema ini tidak hanya bersifat seremonial, tetapi merupakan ajakan reflektif sekaligus proyeksi ke depan tentang bagaimana Pancasila harus terus menjadi energi pemersatu di tengah perubahan zaman dan tantangan demokrasi yang terus berkembang.

Dalam konteks demokrasi Indonesia yang kini menghadapi berbagai tantangan, memperkokoh ideologi Pancasila bukan sekadar mempertahankan simbol, melainkan menghidupkan kembali nilai-nilai dasarnya dalam praktik berbangsa dan bernegara. Demokrasi yang dibangun sejak reformasi memang membuka ruang bagi kebebasan sipil, partisipasi politik, dan mekanisme checks and balances. Namun, dalam praktiknya, demokrasi sering kali berjalan tanpa arah moral yang kuat---terjebak pada proseduralisme, transaksionalisme, bahkan kooptasi oleh kekuatan oligarkis (Hadiz & Robison, 2004).

Di sinilah Pancasila mengambil peran vital. Sebagai ideologi yang lahir dari refleksi mendalam para pendiri bangsa atas keragaman Indonesia, Pancasila sejatinya merupakan titik temu antara semangat kebebasan dan tanggung jawab sosial. Ia bukan ideologi yang statis, melainkan dinamis dan kontekstual---yang dapat terus diperbarui dalam menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan jati dirinya (Kaelan, 2013).

Ketika demokrasi mengarah pada konflik identitas, ujaran kebencian, dan pembelahan sosial, sila ketiga tentang persatuan Indonesia menjadi panggilan nurani untuk kembali pada cita-cita kebangsaan yang inklusif dan berkeadaban. Ketika kebijakan publik dikuasai kepentingan elite tanpa memperhatikan nasib rakyat kecil, sila kelima tentang keadilan sosial menjadi dasar untuk mengoreksi arah pembangunan agar benar-benar berpihak pada kemanusiaan. Dan ketika ruang publik diramaikan oleh debat tanpa solusi, serta politik tanpa etika, sila keempat tentang permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan menjadi panduan dalam menata demokrasi yang deliberatif dan bermutu.

Memperkokoh ideologi Pancasila juga berarti memperkuat integritas sistem politik, meneguhkan etika kepemimpinan, serta membangun budaya demokrasi yang sehat. Ini bukan tugas pemerintah semata, tetapi tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa: dari institusi pendidikan yang harus menanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini, media yang membentuk opini publik yang sehat, hingga warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya. Demokrasi yang sehat memerlukan warga negara yang kritis, namun tetap menjunjung persatuan; yang bebas bersuara, namun tidak kehilangan rasa hormat pada sesama (Alamsyah, 2021).

Peringatan Hari Lahir Pancasila tahun ini menjadi momen penting untuk merefleksikan apakah demokrasi yang kita jalani benar-benar menuju cita-cita Indonesia Raya---sebuah negara yang bukan hanya besar secara geografis dan ekonomi, tetapi juga kuat dalam kebudayaan, keadaban, dan keutuhan moralnya. "Indonesia Raya" yang dimaksud bukan sekadar retorika lagu kebangsaan, tetapi cita ideal tentang bangsa yang maju, adil, dan bersatu, yang diperjuangkan melalui pemahaman dan pengamalan Pancasila secara otentik.

Dengan demikian, memperkokoh ideologi Pancasila menuju Indonesia Raya bukanlah slogan kosong. Ia adalah komitmen untuk terus merawat demokrasi yang berpihak pada rakyat, menjaga kebinekaan dalam harmoni, serta menjadikan Pancasila sebagai bintang penuntun dalam setiap kebijakan dan perilaku publik. Di tengah tantangan globalisasi, transformasi digital, dan tekanan politik identitas, Pancasila tetap relevan sebagai jalan tengah bangsa ini: jalan yang tidak ekstrem, tidak eksklusif, dan tidak memecah belah, melainkan mempersatukan dalam keberagaman, mendewasakan dalam musyawarah, dan memanusiakan dalam keadilan sosial.

Gambar disadur dari medcom.id
Gambar disadur dari medcom.id

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun