Dalam hati kamu, pernah ngga sih bertanya-tanya? bisa nggak ya akal dan nafsu jalan bareng-bareng? Atau mungkin jangan-jangan memang sudah kodratnya akal itu yang nahan, nafsu itu yang goda? Apalagi di zaman sekarang, saat semuanya serba instan dan cepat. Godaan makin banyak, distraksi ada di mana-mana, dan tekanan datang dari segala arah. Makanya wajar kalau kita mulai mikir gini : akal dan nafsu tuh, bisa ngga sih akur di dunia yang sepadat ini?
Dalam Islam itu sendiri, akal menjadi anugerah terbesar manusia yang membedakan manusia dari makhluk lain, ada pernyataan seperti ini "manusia adalah hewan yang punya akal". Akal adalah cahaya yang menerangi jalan, penimbang yang menilai baik dan buruk, serta alat untuk merenungi ciptaan Tuhan. Sedangkan nafsu, adalah bagian dari diri manusia yang berkaitan dengan keinginan, hasrat, dan dorongan biologis maupun emosional. Nafsu tidak selalu buruk, ia bisa menjadi energi kehidupan, namun jika nafsu tak dikendalikan, ia bisa menjadi sumber kehancuran. Islam tidak menyuruh mematikan nafsu, melainkan menundukkannya dengan akal dan iman.
Namun dalam kenyataannya, kita sering melihat atau bahkan mengalami sendiri bagaimana nafsu bisa mengalahkan akal. Seorang pelajar yang tahu pentingnya belajar, tetapi memilih menunda karena lebih tergoda untuk scroll media sosial selama berjam-jam, Atau seseorang yang tahu bahwa hubungan di luar batas itu salah (misalnya pacaran), tapi tetap dijalani demi memuaskan rasa penasaran dan emosi sesaat. Dalam contoh ini, akal tahu apa yang benar, tetapi nafsu yang mendominasi. Sehingga sering kali seseorang malah tergelicir dalam nafsu.
Tapi bukan berarti kita tak bisa membalik keadaannya. Akal dan nafsu bisa bersatu dalam harmoni yang indah. Misalnya, seorang anak muda yang punya hasrat untuk menjadi sukses dan kaya, ia memilih untuk menggunakan energi nafsunya untuk bekerja keras dalam setiap sesuatu yang dikerjakanya, jujur, dan tidak menjatuhkan orang lain. Atau pasangan muda yang punya cinta dan hasrat kuat, tetapi memilih menikah untuk menyalurkannya dalam ikatan yang diridhai Allah. Dalam contoh-contoh ini, nafsu tidak dimatikan, tapi diarahkan. Akal tidak memadamkan nafsu, tetapi membimbing. Inilah bentuk kematangan jiwa yang sesungguhnya.
Lalu bagaimana sih, cara agar akal dan nafsu bisa hidup berdampingan? Pertama, kenali diri. Apa yang memicu doronganmu? Misalnya, jika kamu sadar nafsumu itu mudah terpancing saat merasa tersisih atau gagal, arahkan itu ke hal positif seperti menulis, melatih skill kamu atau berolahraga, bukan melampiaskannya lewat amarah atau menyalahkan orang lain.
Kedua, latih kesadaran diri melalui refleksi, ibadah, dan perenungan. Seperti baca al-quran, sholat sunnah dan berzikir kepada Allah SWT
Ketiga, bangun lingkungan yang mendukung, dengan cara berteman dengan orang-orang yang memperkuat akal dan iman, seperti mengikuti majelis ngaji, zikir dan sholawat atau bisa coba berziarah ke makam wali-wali Allah.Â
Keempat, belajar dari pengalaman, jangan hanya menyesal setelah jatuh tapi kamu juga harus memahami makna dibalik kegagalanmu itu apa.
Kelima, dan yang terpenting, libatkan Allah dalam setiap keputusan. Karena akal butuh bimbingan, dan nafsu butuh kendali yang lebih tinggi dari sekadar logika, libatkan Allah dalam setiap kegiatan yang baik, baik untuk diri kamu sendiri ataupun untuk orang lain.
Jadi pada akhirnya, hidup bukan tentang memadamkan bagian dari diri kita, tapi menyelaraskannya. Akal dan nafsu adalah bagian dari ciptaan Tuhan yang sama-sama punya peran. Nafsu memberi warna, akal memberi arah. Ketika keduanya berjalan selaras dalam cahaya iman, di sanalah manusia mencapai derajat tertinggi bukan hanya sebagai makhluk berpikir, tapi sebagai jiwa yang matang dan utuh.
Nama penulis : Muhammad MildaÂ