Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Saatnya Kesepian Menjadi Prioritas Kebijakan Publik

20 November 2023   06:30 Diperbarui: 20 November 2023   18:54 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WHO baru-baru ini mendeklarasikan kesepian sebagai ancaman kesehatan global yang mendesak | Ilustrasi oleh Rosy via Pixabay

Semua itu menyediakan jalan bagi warga negara untuk bertemu dan berinteraksi satu sama lain. Tanpanya, kita tak akan memiliki kekuatan sosial yang menjadi bahan bakar demokrasi kita. Masalahnya, kesepian menghambat semua kemungkinan itu.

Warga yang kesepian akan cenderung bersikap defensif dan kurang percaya kepada orang lain. Akibatnya, mereka lebih mungkin untuk menghindari interaksi dan kontak sosial dengan warga negara lainnya, bahkan jika mereka menderita kekurangan sosial.

Itu berarti, tingkat partisipasi demokratis warga yang kesepian akan menurun, bahkan absen sama sekali. Sebuah studi menemukan hasil menarik: individu yang kesepian tak melihat pemungutan suara sebagai kewajiban, dan karenanya cenderung golput.

Terlepas dari itu, saya pikir tak ada yang lebih mengejutkan selain gagasan Hannah Arendt. Dalam "The Origins of Totalitarianism" (1951), Arendt menyatakan ada satu hal yang aneh tapi menjadi prasyarat utama bagi munculnya pemerintahan totaliter: kesepian.

Di sini Arendt melihat kesepian sebagai masalah politik, alih-alih psikologis semata.

Pada tingkat paling dasar, warga yang kesepian kurang mampu berorganisasi, terlibat dalam wacana publik, atau mempertanyakan kebijakan pemerintah. Dalam keterputusan ini, orang hampir tak mungkin untuk mempertanyakan status quo, membayangkan masa depan.

Sebaliknya, mereka jadi bersedia untuk menyerahkan kekuasaan dan agensi mereka kepada para diktator. Demikianlah, jika kesepian dan isolasi semakin memburuk, begitu pula dengan patologi demokrasi kita.

Saatnya penderitaan pribadi menjadi prioritas publik

Dalam kesehatan masyarakat, kita selalu berbicara tentang obesitas dan merokok, bahkan berusaha mengintervensinya lewat aneka cara. Tapi, kita jarang sekali (kalau memang pernah) membicarakan kesepian dengan cara yang sama.

Padahal, untuk semua perhatian terhadapnya, ada lebih banyak orang yang sedang berjuang melawan kesepian ketimbang obesitas atau diabetes. Coba perhatikan perbedaan perhatian yang kita berikan pada kedua kondisi tersebut.

Saya telah menunjukkan sekilas tentang bagaimana orang-orang kesepian "sekarat", mereka menjadi kurang sehat, dan mereka membebani masyarakat kita dengan biaya yang begitu besar. Kesepian adalah masalah yang brutal.

Namun, perhatian kita terhadapnya amat-sangat rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun