Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Cenora

21 Agustus 2021   18:00 Diperbarui: 21 Agustus 2021   18:02 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matamu adalah cermin Tuhan yang padanya Dia melihat alam semesta | Ilustrasi oleh Enrique Meseguer via Pixabaya

Di dalam, aku mendengar putri mungilku sendiri yang menyebut-nyebut nama ibunya dalam hampir setiap hal yang dilakukannya. Tidakkah dia tahu bahwa nama itu menyakitiku? Perpisahan tidak kutakuti, tetapi mengapa begitu cepat di saat aku sedang mabuk kebahagiaan?

Apa yang dilihat si Mungil Cenora ketika dia menyebut-nyebut namamu? Mengapa aku tidak melihatnya juga, padahal tidak pernah kurasakan kesurutan atas cintaku padamu? Apa yang tidak kumiliki dari kemampuan si Mungil Cenora, Gadis Kecilku?

Suatu malam yang berawan, kami duduk di atap dan dia bersandar pada dadaku dengan jepit rambutnya yang sedikit menyilaukan pandanganku. Benda itu membentuk huruf "A" dengan logam dan butiran mutiara kerdil yang menghiasinya dengan indah.

Beberapa saat baru kusadari bahwa jepit rambut itu adalah milikmu yang aku persembahkan pada malam kelahiran Cenora. Aku tidak tahu bagaimana jepit rambut itu bisa dimiliki oleh Cenora, tetapi yang kutahu, dia benar-benar anggun pada malam itu.

Pada gumpalan awan yang benderang, jari telunjuknya terangkat tinggi seraya berseru, "Bintang Lucy!" Tentu aku merasa heran karena dalam kegelapan dan kecerahan itu sama sekali tidak kulihat adanya titik cahaya, apalagi bintang Lucy.

Tetapi dia begitu yakin dan berkata, "Bukankah Ayah pernah bilang padaku bahwa sesuatu yang indah sering tidak tampak oleh mata? Itulah yang kuyakini sekarang ini. Aku melihat bintang Lucy dengan kilauan berliannya."

"Tapi berlian itu mengkristal di dalamnya; di intinya. Tidaklah mungkin untuk melihatnya secara kasat mata!" seruku.

"Itulah yang membuat orang-orang tidak tahu bahwa berlian terbesar di alam semesta ada dalam pandangan kita setiap malam. Berlian itu tersembunyi! Bukan di dalam tanah, tapi di atas kepala kita dengan kedinginan malam yang menyejukkan."

Perlahan aku mengangguk dengan kepasrahan yang tak pernah kuberikan pada siapa pun. Dia memainkanku dengan suara dan kata-katanya yang menggemaskan. Lantas aku berucap, "Tahukah kau bahwa bintang-bintang di langit malam membawa kita pada masa lalu?"

"Bagaimana mungkin?" tanyanya balik.

"Bintang-bintang itu mengirimkan cahayanya pada kita bertahun-tahun yang lalu, tergantung seberapa jauhnya mereka dari galaksi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun