"Mungkin, mungkin saja salah satu dari mereka hinggap di sebuah api unggun malam. Ia tertelan api panas di dinginnya malam, lalu melanjutkan petualangannya dengan menjadi abu. Mereka menjadi lebih banyak saat menjadi abu!"
"Tuh, kan, sebuah neraka!"
"Tapi mungkin juga ia hinggap di jalanan kota. Seorang penyapu jalanan akan sangat suka itu! Kedatangan daun-daun itu mendatangkan rezeki baginya."
"Ah, daun-daun gugur itu juga bermanfaat rupanya."
"Dan lihat di sana; beberapa daun tabebuya gugur di atas hamparan danau. Ia akan menjadi penyelamat seekor semut yang tenggelam terbawa angin."
Anna tak menanggapi. Ia hanya menjadi pendengar yang baik dari kata-kata Ayahnya yang syahdu.
"Daun-daun gugur itu cukup mirip dengan kita," lanjut Ayah.
"Ayah harus menjelaskan itu!"
"Daun-daun itu akan gugur dengan sendirinya saat ia sudah tua. Tubuh dari daun-daun itu tak lagi mampu menahan dirinya di sebuah ranting. Beberapa di antara kita juga 'pergi' saat usianya sudah sangat tua. Tubuh-tubuh mereka sudah tak mampu lagi bekerja dengan baik."
"Aku hanya akan mendengarkan."
"Terkadang, daun-daun itu juga gugur karena tersapu angin. Itu hanya ungkapan salah satunya. Yang sebenarnya terjadi adalah, umur dari daun-daun itu memang telah habis. Dan tertulis dalam skenario teater alam raya, bahwa daun-daun itu akan gugur karena sapuan angin. Sebagian dari kita 'pergi' saat sedang sakit, bekerja, berkendara, pergi menuju tempat liburan, atau saat beribadah sekali pun. Kemungkinan-kemungkinan itu hampir tak terbatas. Kenyataannya, mereka 'pergi' karena memang sudah menjadi  suratan takdirnya; sudah tertulis dalam skenario-Nya."