Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Para Pelajar "Diperbudak" oleh Sistem PR

17 April 2020   17:53 Diperbarui: 17 April 2020   18:01 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sistem PR Membatasi Kebebasan Siswa | satelitpost.com

Pendidikan di Indonesia terutama pada jenjang SMP dan SMA memiliki jam belajar yang cukup lama, yaitu sekitar 35-40 jam/minggu. Dengan kata lain, seorang siswa dapat menghabiskan waktunya 7-8 jam/hari hanya di sekolah.

Lamanya jam belajar siswa di sekolah membuat mereka sulit menemukan waktu untuk beristirahat atau istilah gaulnya ialah "rebahan". Maka tidak heran ketika waktu pulang hampir tiba, konsentrasi siswa sudah pecah. Raganya masih di sekolah, tapi pikirannya sudah ada di rumah membayangkan sedang main game, main medsos, bahkan membayangkan dirinya sedang bersantai di kamar dengan kasur yang empuk.

Wajar, lamanya jam belajar di sekolah terkadang membuat mereka stres dan ingin segera beristirahat di rumah. Tetapi ada juga sebagian pelajar yang justru memanfaatkan waktu di luar sekolah dengan kegiatan positif lainnya seperti kursus, belajar menjadi blogger, membuat essay, membuat video vlog, dll. Sangat menarik memang melihat adanya keragaman dari para pelajar dalam memanfaatkan waktunya.

Eitss, nyatanya seringkali semua hal yang mereka bayangkan ketika pulang dan sampai di rumah hanya menjadi angan-angan saja. Semua pelajar mungkin akan sepakat bahwa penyebab terhambatnya kegiatan mereka di luar sekolah adalah karena adanya PR alias Pekerjaan Rumah. Yap, sudah tak asing lagi kita mendengar perdebatan mengenai adanya PR di sistem pendidikan kita. Ada yang setuju bahwa PR membantu siswa menguasai pembelajaran, namun ada yang tidak setuju karena dianggap hanya menjadi beban. Namun sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar para pelajar akan mengatakan "PR harus dihapuskan".

Menurut Cooper, Pekerjaan Rumah (PR) merupakan tugas yang diberikan oleh guru yang dimaksudkan untuk dikerjakan di luar jam sekolah. PR juga dapat dikatakan menjadi suatu strategi pembelajaran yang disebabkan karena lebih banyak faktor yang mempengaruhi di dalam proses pembelajaran. Pemberian PR dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkan dan belajar materi pelajaran tanpa batasan waktu dan tempat.

Para pakar pendidikan rata-rata merekomendasikan satu jam untuk sekolah dasar dan dua jam untuk sekolah menengah dalam mengerjakan PR di malam hari. Robert H. Tai, Associate Professor of Education, University of Virginia melalui The Conversation memperkirakan jam malam dihabiskan banyak siswa sekolah menengah untuk mengerjakan PR sekitar 180 jam selama satu tahun ajaran. Kelompok riset Robert juga menunjukkan PR lebih banyak menghabiskan waktu siswa untuk mengerjakannya dan hanya menyisakan sedikit waktu untuk bermain dan beristirahat setelah hari yang melelahkan.

Tujuan Adanya PR

Sebelum saya membahas penting atau tidaknya sistem PR, rasanya sangatlah tidak adil kalau saya tidak menyebutkan tujuan adanya sistem PR itu sendiri. Jadi apa tujuan adanya pemberian PR kepada siswa? Secara garis besar, tujuan pemberian PR dapat dikategorikan menjadi tiga menurut Van Voorhis, diantaranya:

  1. Intruksional yaitu sebagai latihan, persiapan untuk pertemuan berikutnya, peningkatan partisipasi dalam belajar, pengembangan pribadi, dan sebagainya.
  2. Komunikatif yaitu PR sebagai media komunikasi antara para siswa, keluarga dan guru.
  3. Politis. PR dapat berfungsi secara politis jika hal itu dilakukan untuk memenuhi suatu kebijakan atau kepuasaan masyarakat. Di samping itu, PR dapat dikategorikan sebagai bernuansa politis jika PR dimaksudkan sebagai "hukuman". Walaupun para pendidik sudah lama menolak pemberian PR yang dimaksudkan sebagai hukuman.

Pemberian PR oleh guru dilatarbelakangi bahwa tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama dalam menangkap atau memahami pelajaran yang telah disampaikan oleh guru di kelas, sehingga siswa memerlukan kesempatan lebih banyak. Oleh karena itu, melalui mekanisme pemberian PR, siswa akan dapat mengatur waktunya sendiri untuk berlatih mengerjakan berbagai soal atau membaca ulang serta memperdalam materi baik secara mandiri atau dengan bantuan orang tua sehingga penguasaan terhadap materi pelajaran menjadi semakin sempurna.

Dampak Positif PR bagi Siswa

  • Siswa belajar untuk dapat membagi waktu secara efektif antara waktu belajar dan bermain.
  • PR dapat menjadi bahan review pelajaran di sekolah. Siswa belajar mengingat apa yang sebelumnya ia pelajari di sekolah melalui PR yang diberikan guru, sehingga daya memori siswa akan materi tersebut menjadi kuat.
  • Mengecek pemahaman siswa terhadap apa yang dipelajari siswa di sekolah.
  • PR sebagai wadah untuk mengeksplore pengetahuan siswa.
  • Pematangan konsep untuk berpindah ke materi berikutnya.
  • Memperkuat ingatan siswa terhadap materi yang disampaikan.
  • Mengurangi penggunaan gadget pada siswa.

Dampak negatif PR bagi siswa

  • Terlalu banyak PR dapat menyebabkan siswa menjadi stres. Hal tersebut membuat siswa merasa tertekan ditambah merasa terkejar waktu untuk mengumpulkan tugas itu. Sebuah studi juga menemukan bahwa siswa yang menghabiskan waktu 30 menit atau lebih untuk menyelesaikan PR setiap malam memiliki tingkat stres yang tinggi. Galloway, Conner & Pope (2013) menyurvei 4.317 siswa sekolah menengah dari sepuluh sekolah unggulan. Mereka menemukan bahwa siswa menghabiskan lebih dari 3 jam untuk mengerjakan PR setiap hari. Akibatnya, 72% dari siswa mengalami stres karena PR, dan 82% diantaranya melaporkan gejala gangguan fisik.
  • Terlalu lama dalam mengerjakan PR dapat memberatkan siswa dan berakibat buruk bagi kesehatan siswa. Ada sebagian siswa yang sering menunda makan demi menyelesaikan tugas, ditambah lagi kurangnya waktu tidur sehingga daya tahan tubuh melemah dan mudah terserang penyakit. Cheung & Leung-Ngai (1992) menyurvei 1.983 siswa di Hong Kong, dan menemukan bahwa PR menyebabkan tidak hanya menambah stres dan kecemasan, tetapi juga gejala gangguan fisik, seperti sakit kepala dan sakit perut.
  • Waktu untuk bersama keluarga dan teman-teman terkuras. Dalam studi MetLife, siswa sekolah menengah melaporkan menghabiskan lebih banyak waktu menyelesaikan PR daripada melakukan tugas rumah. Kohn (2006) berpendapat bahwa PR dapat menciptakan konflik keluarga dan mengurangi kualitas hidup siswa.
  • Terlalu banyak PR dan singkatnya waktu yang diberikan untuk mengumpulkan PR tersebut dapat memunculkan beban psikis pada siswa.
  • Belum adanya penelitian yang menemukan korelasi positif antara pemberian PR dengan prestasi pada nilai ulangan siswa.
  • Adanya PR tidak menghambat siswa untuk bermain gadget. Lho, bukannya PR itu bisa mengurangi penggunaan gadget pada siswa? Bagi sebagian siswa, adanya PR justru tidak mengurangi waktu bermain gadget sama sekali. Kenapa? Karena ada sebagian siswa yang mengerjakan PR dengan menyontek jawaban ke internet agar tugas mereka cepat selesai. Jelas hal ini tidak sejalan dengan tujuan PR itu sendiri, yakni untuk melatih siswa belajar secara mandiri.
  • Membatasi waktu istirahat.

Haruskah Sistem PR Dihapuskan?

Sebelum masuk ke dalam opini saya terkait sistem PR, perlu kita ketahui bahwa di Blitar, Jawa Timur, sistem PR telah dilarang dan dihapuskan. Hal tersebut sebagai pelaksanaan dari Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Kota Blitar. Lantas, haruskah Mendikbud menerapkan penghapusan PR ke seluruh daerah di Indonesia?

Memang, ada beberapa pihak yang mengajukan alasan penolakan penggunaan PR ini, seperti kohn (2006: 10) meyatakan "Tidak ada hubungan linear atau lengkung yang konsisten antara jumlah waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan rumah dan tingkat prestasi akademik anak". Di samping itu, para guru yang memberikan PR masih ada yang melakukannya tidak dengan semestinya sehingga menimbulkan keraguan pada berbagai pihak.

Saya mengakui hal tersebut. Saya seringkali diberikan PR oleh guru, di mana soal-soal dari PR yang diberikan bukan olahan sendiri, melainkan dari sumber buku atau internet. Masalahnya, para pelajar masa kini sudah tak asing dengan gadget dan internet. Soal-soal PR yang diberikan itu dapat dengan mudah dijawab berkat bantuan dari internet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun